Jakarta (ANTARA) - Permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menyoal pembatasan mimbar akademik tidak diterima Mahkamah Konstitusi karena permohonan kabur.

"Pokok permohonan pemohon kabur sehingga permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, yang disiarkan secara daring.

Permohonan yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya bernama Muhammad Anis Zhafran Al Anwary itu menuntut agar mahasiswa juga mendapatkan hak kebebasan mimbar akademik sebagaimana profesor dan/atau dosen.

Namun, Mahkamah mencermati pemohon menekankan mahasiswa semestinya dapat menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya dengan tetap berada di bawah naungan guru besar dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah.

Baca juga: Mahasiwa persoalkan pembatasan mimbar akademik ke MK

Untuk itu, permohonan pemohon dinilai tidak memiliki kesesuaian antara tuntutan dan alasan yang diajukan. Pemohon juga dinilai telah mengetahui terdapat ketidaksetaraan antara mahasiswa dan guru besar dan/atau dosen.

Mahkamah Konstitusi menegaskan kebebasan mimbar akademik merupakan wewenang guru besar/dosen, tetapi tidak menutup kesempatan mahasiswa untuk berpendapat di dalam forum mimbar akademik.

Hak berpendapat mahasiswa dalam sebuah mimbar akademik tetap berada di bawah naungan profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dalam rumpun dan cabang ilmunya.

Sebelumnya, menurut pemohon terdapat keresahan di kalangan mahasiswa dengan maraknya pembatasan diskusi, seminar, perbincangan publik dan kegiatan sejenisnya yang melibatkan mahasiswa sebagai pembicara.

Ia menyebut tidak jarang mahasiswa mendapat intimidasi, teror, ancaman verbal maupun nonverbal karena otoritas dan kualifikasi akademik mahasiswa di bawah dosen atau guru besar.