Jakarta (ANTARA News) - Peringatan Maulid Nabi terasa penting dewasa ini karena umat Islam menghadapi tantangan yang berat dalam mempertahankan aqidah tauhid dan harus memegang teguh nilai-nilai moral keagamaan.

Arus informasi yang demikian besar dengan muatan-muatan yang berseberangan dengan pesan-pesan Illahi menerpa masyarakat Indonesia setiap hari. Sajian informasi dan hiburan yang dapat membuat pemirsanya bersikap permisif, pragmatis, materialistis, individualistis, dan hedonistis. Gejala ke arah itu tampak dengan jelas pada perilaku sebagian masyarakat di tanah air.

Dalam situasi yang berat itu, umat Islam kini juga tengah menghadapi cobaan berat terkait masih berlangsungnya sidang-sidang judicial review atau uji materil Undang-Undang Nomor 1/PNPS/tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan/ataupenodaan agama terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sekelompok pengurus Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) meminta Mahkamah Konstituasi (MK) untuk menguji UU tersebut.

Alasan formil mengajukan judicial review atau uji materil undang-undang ini adalah proses pembentukan Undang-Undang itu melanggar prinsip negara hukum karena di dalam konstitusi, khususnya Pasal 1 ayat (3) di dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Melalui kuasa hukumnya pada Sidang MK lalu, Muhammad Choirul Anam SH menyebutkan bahwa syarat negara hukum kalau adalah salah satunya adanya perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan yang kedua adalah penghormatan terhadap nilai-nilai demokrasi.

Uji materi UU No.1 PNPS 1965 itu tercatat dalam nomor perkara No.140/PUU-VII/2009. Anam mewakili beberapa LSM antara lain Imparsial, Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Perkumpulan Pusat Studi HAM dan Demokrasi, Perkumpulan Masyarakat Setara, Yayasan Desantara, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang mengajukan uji materi itu.

Ia mengatakan, proses pembentukan undang-undang itu dalam konfigrasi politik otoriter, bukan dalam suasana demokratis seperti sekarang.

“Kami menemukan juga bahwa undang-undang ini sifatnya adalah sementara. Jadi, selama 30 tahun ini, seharusnya undang-undang itu tak bisa dipakai lagi. Nah, itu argumen kami bahwa formil pembentukan UU ini melanggar prinsip negara hukum,” katanya.

Terkait dengan gugatan tersebut, lembaga Pemerintah dan organisasi Islam sibuk "merapatkan barisan", mengambil peran besar dalam melindungi umat Islam. Selama sidang di MK berlangsung, sejumlah Ormas Islam menunjukkan jatidirinya, berunjuk rasa dengan mengeluarkan pernyataan bahwa mereka meminta MK agar UU tersebut dipertahankan.

Karena itu, dalam memaknai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dewasa ini, peran yang dibutuhkan umat Islam, antara lain, meningkatkan silaturahim yang erat antara ulama dengan masyarakat, kerja sama antara lembaga keagamaan dengan lingkungan sosialnya, mengusahakan bentuk-bentuk pemberdayaan dari segi ekonomi dan pendidikan, kerja sama antara pemerintah setempat dengan warga di sekitarnya, dan meningkatkan syiar Islam dengan berbagai media.

Harus diingat bahwa dewasa ini di tengah maraknya kebebasan yang dikemas dalam berdemokrasi, dan tawaran hiburan dalam berbagai bentuk dan kemasannya, banyak umat Islam yang tak mengenal pribadi Rasulullah.

Sebagai contoh nyata, banyak umat Islam kurang pengamalan dari kandungan Al-Qur'an. Padahal kehadiran Rasulullah SAW di muka bumi diibaratkan sebagai nur (cahaya) yang menerangi kehidupan manusia dalam menempuh jalan spiritual yang benar untuk menggapai ridha Allah SWT.

Nabi Muhammad SAW mengajarkan modal kehidupan yang paling berharga bagi manusia, yakni mengenal Penciptanya dengan benar. Orientasi kehidupan yang benar dan sejati adalah menggapai ridha Allah SWT.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW mengajarkan cara-cara untuk berkomunikasi dengan Allah dalam bentuk ibadah, zikir, dan doa dengan dasar-dasar yang sangat jelas dan kokoh. Praktik ibadah dalam Islam yang diajarkan Nabi Muhammad lebih dari 1400 tahun yang lalu tak mengalami perubahan sampai sekarang.

Nabi Muhammad SAW telah melakukan perjuangan yang sungguh-sungguh untuk mengangkat harkat manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Tuhan. Keluhuran akhlak Nabi Muhammad SAW dipuji oleh sahabatnya dan dikagumi oleh para penentang ajarannya. Kesemuanya itu merupakan bagian dari warisan berharga yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad SAW bagi umat manusia.

Jarak waktu antara generasi sekarang dan generasi Rasul bukanlah halangan untuk mengenal pribadi beliau. Sebab, segala ucapan dan tindakannya dikenang dan diamati oleh orang-orang yang hidup pada masanya dan disampaikan dari generasi ke generasi. Di kemudian hari ucapan dan tindakan beliau dibukukan menjadi kumpulan hadis atau sunnah. Tak ada manusia yang pernah mendapat perhatian dan dikenang seperti itu sepanjang umur dunia.

Nabi Muhammad SAW diakui oleh para ahli sejarah sebagai satu-satunya pemimpin yang mempengaruhi kehidupan umat manusia secara menyeluruh. Nabi melakukan perubahan besar untuk memperbaiki masyarakat tidak dengan jalan kekerasan, tapi dengan dakwah yang menimbulkan simpati.

Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai spiritual, hukum, etika, dan sosial yang bukan saja relevan dengan kehidupan masa kini, tetapi secara praktikal amat dibutuhkan untuk menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan masyarakat dan dunia dewasa ini.

Semangat persatuan
Dalam catatan sejarah, perayaan maulid Nabi Muhammad SAW berlangsung sejak kekhalifahan Fatimid (keturunan dari Tatimah AzZahrah, putri Nabi Muhammad saw.). Adalah Shallahuddin Al-Ayyubi (1137M- 1193M), panglima perang waktu itu, mengusulkan kepada khalifah agar dilangsungkan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW.

Maksudnya, guna mengembalikan semangat juang kaum muslimin dalam perjuangan membebaskan Masjid Al-Aqsha di Palestina dari cengkeraman kaum Salibis. Apa yang dilakukan Shallahuddin itu membuahkan prestasi gemilang. Semangat jihad Islam membara. Pada 1187 M. Shalahuddin sendiri yang membawa pasukannya masuk kota Yerusalem dan membebaskan Al-Aqsha dari cengkeraman musuh-musuh Allah.

Dalam realitas kehidupan dewasa ini, ada kelompok masyarakat menyebut peringatan maulid adalah ritual yang mesti dijalankan. Di sisi lain, ada kelompok menganggap peringatan itu sebagai perbuatan mengada-ada atau bid'ah, karena tidak pernah dipraktekkan oleh Rasulullah, sahabat, tabi'in, ataupun tabi'it tabi'in.

Kedua kelompok ini terus saja "melepaskan" energi, berdebat mengenai perlu tidaknya dilaksanakan maulid nabi. Seolah membicarkan pepesan kosong. Namun yang jelas, bahwa penting bagi umat Islam melakukan perenungan, apa yang dapat diteladani dari Nabinya dalam kehidupan sehari-hari.

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."(Q.S. Al-Ahzab : 21)

Kebebasan beragama

Terkait dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965, Ketua PBNU Hasyim Muzadi, mengatakan, UU itu tak menyangkut kebebasan agama tapi menyangkut penodaan agama, sehingga tidak relevan kalau dikaitkan dengan kebebasan masing-masing beragama.

Di dalam penjelasan dari undang-undang itu, juga ada pada penjelasan Pasal 1 bahwa tidak menghalangi juga agama-agama yang mungkin akan ada.

"Saya baca ini tidak berarti bahwa agama-agama lain misalnya Yahudi, Zoroasterian, Shinto, Taoisme dilarang di Indonesia. Jadi, sudah jelas, bukan Undang-Undang Kebebasan Agama. Yang kedua, saya berpendapat bahwa undang-undang ini masih diperlukan di Indonesia, karena kalau dicabut akan ada tiga akibat yang ditimbulkan," kata Hasyim ketika diminta Ketua MK, Mafud MD tampil sebagai saksi ahli dalam judicial review.

Alasan perlunya UU itu dipertahankan adalah, pertama, bisa atau dapat menimbulkan instabilitas Indonesia. Kedua, dapat mengganggu kerukunan umat beragama yang sampai hari ini sudah diupayakan begitu rupa sehingga sangat baik. Bahkan kantor PBNU sendiri sekaligus kantor agama-agama di seluruh Indonesia ini. Ini bisa terganggu.

Ketiga, menurut dia, justru kasihan bahwa kalau ini dicabut yang paling rugi adalah minoritas. Kalau mayoritas dia cukup mempunyai kemampuan untuk bereakasi, tetapi kalau reaksi itu timbul karena penodaan, kemudian tidak ada patokan hukumnya maka yang terjadi tentu anarki.

“Jadi, kita jangan mengambil logika terbalik, seakan-akan tidak ada aturan menjadi beres.Tapi tidak ada aturan itu masyarakat akan bikin aturannya sendiri,” ia mengingatkan.

Ia melanjutkan, “saya ingin menyampaikan beberapa sisi dari undang-undang ini. Menarik undang-undang ini tahun 1965 karena saya termasuk orang tua yang menangi, apa menangi bahasa Indonesianya ? Ya menangi lah, mengalami pada tahun itu.

"Tahun itu memang tahun-tahun penghujatan agama luar biasa baik dari segi media, budaya, politik, dan juga kekuasaan. Juga ada manpower sehingga orang-orang yang ada di Blitar, yang di Kediri yang melakukan ibadah dalam Islam ketika itu diserbu secara membabibuta oleh kelompok-kelompok ateisme.”

"Hari ini kita melihat ada orang mengaku Nabi, ada orang mengaku malaikat Jibril, setelah ditahan menangis. Lha ini saya juga heran bagaimana malaikat bisa menangis?” katanya [hadirin tertawa].

Pada momentum Maulid Nabi Muhammmad SAW yang baik ini, sungguh indah jika umat Islam tak hanya menjadikan peringatan itu sekedar sebagai sebuah kegiatan yang rutin dan seremonial.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW justru harus dijadikan sebagai media untuk introspeksi diri, sejauhmana umat Islam menjalankan ajaran-ajaran yang diwahyukan kepadanya serta mengenal dan berhikmah terhadap sejarah perjuangan dan kepribadiannya yang penuh dengan suri tauladan. Hidup dalam toleransi dan menghargai satu sama lain.

Hal itu sangat penting karena mengenal Nabi Muhammad SAW secara utuh adalah pintu masuk utama untuk mendalami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam secara utuh pula.
(T.E001/P003)