Indonesia dapat memimpin aksi iklim dengan SVLK, sebut Dubes COP26
29 September 2020 19:52 WIB
Pekerja menyelesaikan pembuatan lemari di pasar mebel, Solo, Jateng, Senin (12/11). Sejumlah pengusaha mebel mengeluhkan berlakunya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), yang merupakan syarat standar internasional untuk ekspor Uni Eropa, Amerika dan Jepang, karena syarat-syarat sertifikasinya yang dianggap menyulitkan UKM kelas menengah ke bawah. FOTO ANTARA/Akbar Nugroho Gumay/ed/ama/12
Jakarta (ANTARA) - Duta Besar Conference of Parties (COP) 26 untuk Regional Asia Pasifik dan Asia Selatan Ken O'Flaherty mengatakan Indonesia dapat memimpin aksi iklim untuk melindungi hutan dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Dalam acara "3rd APIK Indonesia Network International Conference 2020" yang digelar secara virtual diakses dari Jakarta, Selasa, ia melihat Indonesia sukses mengatasi isu kayu ilegal, sehingga dapat menjadi salah satu cara untuk melindungi hutan.
Indonesia, menurut dia, bisa memimpin untuk aksi iklim dengan upaya melindungi hutan melalui penerapan SVLK tersebut.
Sebagai Presidensi COP26 bersama Italia, ia mengatakan Inggris Raya mendorong promosi perdagangan kayu yang turut melindungi hutan. Mereka menyiapkan sesi dialog yang melibatkan negara produsen dan konsumen, dan siap bekerja sama dengan Indonesia dan negara lain terkait hal itu.
Dialog tersebut, menurut dia, menjadi kesempatan untuk menggunakan momentum membangun kembali dengan lebih baik usai krisis kesehatan guna melindungi hutan mengurangi deforestasi untuk mencegah peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sehingga target Persetujuan Paris menekan peningkatan suhu Bumi di bawah 1,5 derat Celsius di 2030 tercapai.
Sebelumnya O'Flaherty mengatakan target itu menjadi tantangan bersama bagi negara-negara di dunia yang ikut menandatangani dan meratifikasi Persetujuan Paris karena jika tidak melakukan sesuatu akan menimbulkan katastropi.
Deforestasi menjadi salah satu sumber penyumbang emisi GRK terbesar, dapat mencapai 80 persen sehingga membuat mereka mengampanyekan perlindungan hutan untuk COP26.
Ia juga mengatakan di Inggris Raya saat ini percaya bahwa kondisi pandemi COVID-19 menjadi momentum yang tepat untuk memberi stimulus ekonomi yang mampu membuat pemulihan yang memberi solusi untuk lingkungan dan perbaikan pembangunan.
"Britania Raya akan memperbanyak pengeluaran untuk upaya keberlanjutan alam. Restorasi akan menjadi pusat perbaikan tersebut," kata Ken O'Flaherty.
Penasihat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Konvensi Internasional Nur Masripatin pada kesempatan sama mengatakan untuk melakukan aksi iklim, teknologi perlu diekplorasi agar dapat mencapai target penurunan emisi atau justru agar tidak melewati budget emisi yang telah diperhitungkan.
Mengenai bagaimana Indonesia dapat meningkatkan ambisi penurunan emisi GRK, menurut dia, solusinya juga ada pada penggunaan teknologi dan inovasi.
Selain itu, sebagai negara pemilik mangrove dan gambut yang luas, langkah restorasi dapat dilanjutkan di sana mengingat keduanya menyimpan atau menyerap karbon sangat besar, demikian Nur Masripatin.
Baca juga: Kepemimpinan Indonesia terapkan SVLK patut jadi contoh
Baca juga: Indonesia promosikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu di Prancis
Baca juga: Kebijakan SVLK dinilai bebani industri hilir kayu
Baca juga: MFP4: SVLK bisa berkontribusi dalam pengurangan deforestasi
Dalam acara "3rd APIK Indonesia Network International Conference 2020" yang digelar secara virtual diakses dari Jakarta, Selasa, ia melihat Indonesia sukses mengatasi isu kayu ilegal, sehingga dapat menjadi salah satu cara untuk melindungi hutan.
Indonesia, menurut dia, bisa memimpin untuk aksi iklim dengan upaya melindungi hutan melalui penerapan SVLK tersebut.
Sebagai Presidensi COP26 bersama Italia, ia mengatakan Inggris Raya mendorong promosi perdagangan kayu yang turut melindungi hutan. Mereka menyiapkan sesi dialog yang melibatkan negara produsen dan konsumen, dan siap bekerja sama dengan Indonesia dan negara lain terkait hal itu.
Dialog tersebut, menurut dia, menjadi kesempatan untuk menggunakan momentum membangun kembali dengan lebih baik usai krisis kesehatan guna melindungi hutan mengurangi deforestasi untuk mencegah peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sehingga target Persetujuan Paris menekan peningkatan suhu Bumi di bawah 1,5 derat Celsius di 2030 tercapai.
Sebelumnya O'Flaherty mengatakan target itu menjadi tantangan bersama bagi negara-negara di dunia yang ikut menandatangani dan meratifikasi Persetujuan Paris karena jika tidak melakukan sesuatu akan menimbulkan katastropi.
Deforestasi menjadi salah satu sumber penyumbang emisi GRK terbesar, dapat mencapai 80 persen sehingga membuat mereka mengampanyekan perlindungan hutan untuk COP26.
Ia juga mengatakan di Inggris Raya saat ini percaya bahwa kondisi pandemi COVID-19 menjadi momentum yang tepat untuk memberi stimulus ekonomi yang mampu membuat pemulihan yang memberi solusi untuk lingkungan dan perbaikan pembangunan.
"Britania Raya akan memperbanyak pengeluaran untuk upaya keberlanjutan alam. Restorasi akan menjadi pusat perbaikan tersebut," kata Ken O'Flaherty.
Penasihat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Konvensi Internasional Nur Masripatin pada kesempatan sama mengatakan untuk melakukan aksi iklim, teknologi perlu diekplorasi agar dapat mencapai target penurunan emisi atau justru agar tidak melewati budget emisi yang telah diperhitungkan.
Mengenai bagaimana Indonesia dapat meningkatkan ambisi penurunan emisi GRK, menurut dia, solusinya juga ada pada penggunaan teknologi dan inovasi.
Selain itu, sebagai negara pemilik mangrove dan gambut yang luas, langkah restorasi dapat dilanjutkan di sana mengingat keduanya menyimpan atau menyerap karbon sangat besar, demikian Nur Masripatin.
Baca juga: Kepemimpinan Indonesia terapkan SVLK patut jadi contoh
Baca juga: Indonesia promosikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu di Prancis
Baca juga: Kebijakan SVLK dinilai bebani industri hilir kayu
Baca juga: MFP4: SVLK bisa berkontribusi dalam pengurangan deforestasi
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020
Tags: