Denpasar (ANTARA) - Anggota DPD RI Made Mangku Pastika optimistis sektor pertanian di Pulau Dewata bisa dikembangkan dengan lebih baik dan menjadi sektor yang kian dilirik di tengah dampak pandemi COVID-19 yang telah memporak-porandakan sektor ekonomi.

"Kalau pariwisata hancur, maka jalan tercepat adalah dengan membangun pertanian. Sekarang semua mau jadi petani, yang padahal dulu sulit untuk diajak bertani. Bahkan banyak pengusaha yang mulai menanam cabai, kacang dan sebagainya," kata Pastika dalam acara kunjungan kerjanya selaku anggota Komite II DPD secara virtual di Denpasar, Selasa.

Dalam acara bertajuk Pengawasan atas Pelaksanaan UU No 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani serta UU No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian itu menghadirkan sejumlah narasumber yakni Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana, Ketua HKTI Bali Prof Dr I Nyoman Supartha MSc, Kabid di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali Ida Ayu Kalpikawati dan sejumlah peserta lainnya.

Menurut Pastika, di tengah kasus COVID-19 yang semakin memprihatinkan tidak saja dari sisi kesehatan, tetapi juga ekonomi, tentunya harus ada pemikiran yang inovatif dan kreatif supaya kerusakan ekonomi tidak semakin parah.

Khususnya mengenai sektor pertanian, ujar dia, jika dibarengi dengan kemauan keras dan adopsi teknologi, tentunya akan bisa dikembangkan dengan lebih baik dan petaninya bisa "survive". Dia mencontohkan, di Kumamoto, Jepang, bukit batu saja bisa diolah menjadi kebun jeruk yang subur.
Baca juga: Anggota DPD: Adopsi teknologi untuk tarik minat pemuda jadi petani

"Apalagi dengan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota untuk menggerakkan berbagai sektor supaya petani kita bisa terlindungi dan terberdayakan, saya optimistis sekali petani-petani kita bisa terlindungi," ucap mantan Gubernur Bali dua periode itu.

Tinggal selanjutnya petani bisa cerdas memilih komoditas apa yang diminati pasar, kemudian bagaimana mengemasnya agar menarik, penanganan pascapanen, bahkan kemungkinan untuk potensi ekspor.

"Untuk piranti lunak dalam perlindungan petani, sebenarnya sudah ada, seperti dalam UU No 19 Tahun 2013. Tetapi aturan itu 'kan dibuat di belakang meja, yang sekarang sudah beda kondisinya di lapangan. Oleh karena itu, tugas saya mencari apa yang tak bisa diaplikasikan dalam UU tersebut," kata mantan Kapolda Bali itu.

Sementara itu, Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana mengatakan Bali memiliki sejumlah komoditas unggulan. Selain padi, yang menjadi unggulan Bali seperti bawang merah, cabai tomat, kakao, kelapa, cengkih, jambu mete dan sebagainya.

Hingga saat ini, potensi lahan persawahan di Bali yang masih tersisa sekitar 79 ribu hektare. Namun, rata-rata setiap tahunnya mengalami alih fungsi hingga 500 hektare.

"Untuk lahan pertanian yang luasnya terbatas dioptimalkan pemanfaatannya, misalnya yang sebelumnya panen sekali setahun menjadi dua hingga tiga kali," ucapnya pada acara yang dipandu Nyoman Baskara itu.
Baca juga: Anggota DPD minta HKTI rangkul milenial Bali jadi petani

Dalam kesempatan itu, Wisnuardhana juga menyinggung sejumlah kendala yang dihadapi sektor pertanian di Bali, seperti halnya di hulu karena keterbatasan sarana produksi (pupuk bersubsidi yang kuotanya berkurang dan infrastruktur pertanian terbatas), kemudian persoalan instabilitas harga pangan, hingga gangguan kesuburan lahan akibat masifnya penggunaan pupuk kimia.

Wisnuardhana mengemukakan, sejumlah regulasi untuk menggairahkan dan melindungi petani telah diterbitkan seperti halnya melalui Pergub Bali No 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali; Pergub Bali No 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/Atau Destilasi Khas Bali bahkan hingga Surat Edaran 15036 Tahun 2020 tentang Program Pasar Gotong Royong Krama Bali dan sebagainya.

Mengenai perlindungan terhadap hasil pertanian yang gagal panen, serangan hama, hingga kekeringan, dia mengatakan sudah ada program pusat berupa Asuransi Usaha Tani Padi, yang 80 persen dari iurannya disubsidi pemerintah. Kemudian ada juga asuransi untuk peternak.

"Untuk nilai tukar petani (NTP) Bali yang sebelumnya sebesar 105 atau berada di atas rata-rata nasional yang 103, tetapi setelah COVID-19, NTP Bali turun nilainya di bawah 100," ujar Wisnuardhana.

Sementara itu, Ketua HKTI Bali Prof Dr I Nyoman Supartha MSc menyoroti bahwa hampir semua strategi pertanian sudah dilaksanakan oleh pemerintah pusat hingga daerah tetapi terkesan masih dijalankan sepotong-potong, tidak berkelanjutan sehingga tidak begitu terlihat hasilnya.
Baca juga: Anggota DPD: Pertanian jadi bantalan ekonomi Bali hadapi COVID-19


"Selain pentingnya upaya perlindungan dan pemberdayaan petani, juga penting petani memiliki jiwa kewirausahaan," ucapnya seraya mengatakan diperlukan konsorsium pertanian, supaya terjadi upaya pemecahan masalah pertanian dengan segera.