Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, menyatakan, kelompok negara-negara pemilik hutan utama dunia atau yang disebut "Forest Eleven" akan semakin kokoh posisi tawarnya dalam program pelestarian lingkungan dunia.

"Posisi tawar yang semakin kokoh ini bukan untuk intensi yang negatif kepada negara-negara maju tentunya. Melainkan semakin memberi artikulasi tentang kepentingan hutan bagi dunia," katanya, kepada ANTARA News, di Nusa Dua, Bali, Rabu.

Natalegawa menyatakan, keanggotaan "Forest Eleven" ini telah bertambah lagi karena Guyana, Suriname, dan Guatemala menggabungkan diri. Sejak 2007, keanggotaan "Forest Eleven" terdiri dari Brazil, Kamerun, Kolombia, Kongo, Kosta Rik, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, dan Peru.

"Kelihatannya akan bertambah lagi, karena komunikasi di antara anggota forum ini dan negara-negara lain juga sangat intens," katanya.

Pada Selasa malam, 11 kepala delegasi negara-negara "Forest Eleven" telah bersidang dan sepakat untuk saling membagi pengetahuan untuk membangun kapasitas penanganan hutan secara sinambung. Brazil menawarkan pemantauan luasan hutan memakai teknologi pencitraan satelit dan Indonesia tentang pengelolaan hutan rakyat secara sinambung.

Hadir dalam sidang itu Natalegawa bersama mitranya, Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, Menteri Lingkungan Hidup Republik Demokratik Kongo, Edundo Bononge, Menteri Lingkungan dan Konservasi Papua New Guinea, Benny Allen, Wakil Menteri Lingkungan Hidup Brazil, Fernando Lirio, dan Deputi Menteri Kehutanan Malaysia, Aziah Muhammad.

Selain itu Wakil Menteri Lingkungan dan Pembangunan Kawasan Kolombia, Claudia P Mora Pineda, Penasehat Teknis Menteri Lingkungan Kamerun, Prudence Galega, Wakil Menteri Manajemen Lingkungan Peru, Ana Maria Gonzalez del Valle Begazo, Deputi Menteri Lingkungan Gabon, Hubert Binga, Wakil Tetap Kosta Rika di Jenewa, Christian Guillermet.

"Posisi tawar `Forest Eleven` ini juga akan semakin kita buktikan karena banyak proyek kerja sama kehutanan dan lingkungan hidup yang bisa diimplementasikan dalam periode 2010-2011. Ini juga terkait mobilisasi dana yang tersedia dalam REDD-plus," katanya.

Indonesia sendiri hampir merampungkan rancangan final mekanisme penghitungan dan penerapan pengurangan gas emisi asal deforestasi dan degradasi (REDD) yang akan dibawa ke fora internasional soal lingkungan.

"Beberapa kabupaten di Indonesia telah menerapkannya. Secara mudah, dana untuk REDD ini akan diberikan sekitar 20 persen bagi masyarakat setempat dan ini salah satu adopsi penghitungan yang akan kita finalisasi," kata Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup, Masneliati Hilman.

Presiden Susilo B Yudhoyono pada Rabu menutup secara resmi Konferensi Lanjutan Istimewa Para Pihak Konvensi Basel, Rotterdam, dan Stockholm (ExCOP) sekaligus membuka Pertemuan ke-11 Sesi Khusus Dewan Pemerintahan UNEP/Pertemuan Menteri Lingkungan Hidup Global (GC-UNEP/GMEF), di Nusa Dua, Bali.

Dalam sambutannya, Yudhoyono membuka wacana tentang kepentingan pembangunan berparadigma baru, yaitu berpihak pada kaum miskin, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi (pro poor, pro jobs, and pro growth).

Untuk paradigma pembangunan terakhir ini, Yudhoyono menawarkan konsep pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berbasis lingkungan atau "green economy", yang menyeimbangkan pembangunan dan pelestarian lingkungan.

Menurut Hilman, mekanisme penghitungan perdagangan karbon dalam kerangka REDD yang ditawarkan Indonesia bisa menjadi salah satu alternatif pemenuhan paradigma ekonomi hijau itu.

"Selama ini penghitungan perdagangan karbon itu memakai basis data citra satelit, apakah satu kawasan itu berubah tutupan vegetasinya atau tetap. Inilah yang dilakukan Brazil dan dicoba ditawarkan dalam pertemuan `Forest Eleven` semalam," katanya.

Walaupun Indonesia belum mengadopsi teknologi pencitraan itu secara baik, katanya, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa di lima kabupaten di Indonesia cakupan vegetasinya meningkat satu persen pada tahun lalu.

"Untuk menuju ke tahap penurunan emisi 26 persen pada 2020, kita juga sudah melakukan pembaruan sistem fiskal. Proyek-proyek yang pro lingkungan diberikan kebijakan fiskal khusus sebagai stimulan," katanya.(A037/A038)