Jakarta (ANTARA News) - Gerakan Cinta Indonesia Cinta Anti Korupsi (CICAK) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) konsisten terapkan prinsip tidak ada toleransi (zero tolerance) terhadap anggotanya yang melanggar kode etik.

"Jika pimpinan KPK tidak konsisten menerapkan (zero tolerance), maka institusi ini semakin tidak dihargai," kata salah satu koordinator gerakan CICAK, Illian Deta Artasari di gedung KPK, Selasa.

Pada kesempatan itu, beberapa anggota CICAK sempat menggelar aksi teatrikal menutup bagian kepala dengan kantong kertas warna hitam bergambar buaya dan membawa busa gabus bertuliskan "Zero" yang digantung pada leher pendemo.

Illian mengatakan pimpinan KPK harus menyelesaikan kasus anggotanya yang terindikasi melanggar kode etik, seperti Direktur Penuntutan KPK, Ferry Wibisono yang diduga memberikan perlakuan khusus terhadap mantan Jaksa Agung Muda Intelijen, Wisnu Subroto.

Anggota gerakan CICAK itu menyatakan jika Ferry Wibisono terbukti bersalah maka tidak ada toleransi untuk memberikan sanksi yang berat sesuai ketentuan yang berlaku.

Illian mengungkapkan Direktur Penuntutan KPK itu diduga melanggar Pasal 7 ayat (2) huruf (c), (d) dan (h) Peraturan KPK Nomor 5 Tahun 2006 tentan Kode Etik Pegawai KPK.

CICAK juga menolak penyelesaian masalah "secara adat" terhadap dugaan pelanggaran kode etik Ferry Wibisono, namun Illian menuturkan kebijakan institusi KPK sudah mengadopsi cara menyelesaikan masalah seperti itu.

"Kita tidak melihat adanya keseriusan yang nyata dari institusi KPK," ujar Illian.

Gerakan CICAK juga mendesak KPK membuka perkembangan pemeriksaan internal terhadap Ferry Wibisono kepada publik secara transparan dan mencopot Ferry Wibisono dari Direktur Penuntutan, serta menolak loyalitas ganda dan merealisasikan penuntut dan penyidik independen KPK. (T014/A038)