Kupang (ANTARA News) - Pengamat hukum dan politik dari Universitas Nusa Cendana Kupang (Nusa Tenggara Timur) Dr Karolus Kopong Medan, SH MHum meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertahankan keberadaan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dalam pilkada.

"KPU sebaiknya mempertimbangkan lagi kebijakan untuk meniadakan Panwaslu dalam Pilkada sehingga hasil dari pesta demokrasi itu benar-benar jujur, adil dan berkualitas," kata Karolus Kopong Medan, di Kupang, Minggu.

Menurut dia, pembubaran Panwaslu oleh KPU Pusat dan Bawaslu akan mempengaruhi proses pemilu kepala daerah di Indonesia, termasuk enam kabupaten yang segera melaksanakan pemilu kepada daerah di Nusa Tenggara Timur.

Dia mengatakan, kualitas pelaksanaan pemilu, termasuk pilkada di daerah dapat diukur dari sejauhmana partisipasi publik dalam pesta demokrasi lima tahunan itu.

Pembantu Dekan Fakultas Hukum Undana bidang akademik ini berpendapat, salah satu komponen pemilu yang penting adalah Panwaslu sebagai "wasit" antara KPU selaku penyelenggara serta parpol dan pasangan calon sebagai peserta dan masyarakat sebagai konstituen.

"Ibarat pertandingan sepak bola, permainan akan berlangsung lancar dan aman serta berakhir dengan hasil yang memuaskan penonton, jika dipimpin oleh seorang wasit," katanya.

Demikian pula dalam pilkada, "wasit"--yang adalah Panwaslu itu--perlu ada untuk melakukan pengawasan terhadap proses sejak awal hingga memperoleh hasil.

Dia menambahkan, jika KPU Pusat dan Bawaslu tetap pada keputusan untuk tidak lagi menghadirkan Panwaslu dalam tahapan pilkada yang mulai digelar Februari 2010, harus ada lembaga lain yang ditunjuk sebagai pengganti untuk melakukan pengawas terhadap tahap proses pilkada di daerah.

Hal ini penting dilakukan untuk menghindari atau paling tidak meminimalkan berbagai bentuk kecurangan yang dilakukan peserta pilkada, baik langsung maupun melalui tim pemenangan yang dibentuk pasangan calon sejak awal, katanya.

Ia menilai, jika pelaksanaan pilkada tanpa adanya pengawasan independen resmi dari negara seperti Panwaslu, dikhawatirkan KPU kabupaten selaku penyelenggara akan menjadi pusat sorotan publik.

"KPU kabupaten selaku penyelenggara pilkada bisa saja akan menjadi `kambing hitam` dalam pesta demokrasi ini karena ketidakpuasan pasangan yang kalah dalam pertarungan politik tersebut, sehingga sebaiknya jauh-jauh hari mulai melakukan antisipasi," katanya.

Pengawasan yang dilakukan Panwaslu, menurutnya, sangat dibutuhkan agar masyarakat untuk mengetahui apakah proses dan semua tahapan yang sedang berlangsung berada pada prinsip-prinsip dasar demokrasi atau tidak.

Dengan tidak adanya pengawasan dari Panwaslu dalam pilkada, masyarakat tidak mengetahui apakah ada pengaduan soal penyimpangan atau pelanggaran pemilu atau tidak, katanya.

Dia mengatakan, jika ada Panwaslu yang dengan sengaja melanggar aturan bersama KPU-Bawaslu untuk kepentingan pribadi atau pasangan calon tertentu, sanksinya adalah oknum anggota yang melakukan kesalahan dan bukan lembaganya yang justru dibubarkan. (B017/A038)