Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas, barang bukti, dan tersangka Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Artha John Alfred dalam kasus korupsi proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016 ke penuntutan agar dapat segera disidangkan.

"Hari ini, tim Penyidik KPK melaksanakan tahap II penyerahan tersangka dan barang bukti tersangka HJA (Hong Artha John Alfred) kepada tin JPU (Jaksa Penuntut Umum)," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Penahanan Hong Artha, kata Ali, selanjutnya beralih dan menjadi kewenangan tim JPU selama 20 hari terhitung sejak 24 September 2020 sampai dengan 13 Oktober 2020 di Rutan Cabang KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Baca juga: KPK menahan Hong Artha tersangka korupsi proyek di Kementerian PUPR

"Selanjutnya, tim JPU dalam waktu 14 hari kerja untuk segera melimpahkan berkas perkara ini ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Persidangan akan berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta," kata dia.

Selain itu, ia mengatakan selama proses penyidikan untuk Hong Artha telah dilakukan pemeriksaan saksi sebanyak 67 orang diantaranya mantan Anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti, Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno, dan mantan Anggota DPR RI 2014-2019 Budi Supriyanto.

Sebelumnya, tersangka Hong Artha telah ditahan KPK sejak Senin (27/7) setelah diumumkan sebagai tersangka pada 2 Juli 2018.

Hong Artha merupakan tersangka ke-12 dalam kasus ini. Sebelumnya, KPK telah menetapkan 11 orang lainnya sebagai tersangka terkait kasus tersebut terdiri dari lima orang Anggota DPR RI, satu kepala badan, satu bupati, dan empat swasta.

Seluruh tersangka tersebut telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dalam kasus itu, Hong Artha memberikan suap kepada mantan Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp8 miliar pada Juli 2015 dan Rp2,6 miliar pada Agustus 2015.

Kedua, kepada Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp1 miliar pada November 2015.

Pemberian-pemberian tersebut diduga terkait pekerjaan proyek infrastruktur pada Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.

Hong Artha disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: KPK panggil mantan Anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti
Baca juga: KPK dalami aliran uang ke pihak lain kasus proyek di Kementerian PUPR