Dewas KPK: Tak ditemukan gratifikasi heli untuk Firli
24 September 2020 14:12 WIB
Konferensi pers Dewan Pengawas KPK yang terdiri atas Harjono, Albertina Ho, Tumpak Hatorangan Panggabean dan Artidjo Alkostar (kiri ke kanan) di gedung KPK Jakarta, Kamis (24/9/2020). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)
Jakarta (ANTARA) - Dewan Pengawas KPK menyatakan tidak menemukan adanya dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon dari helikopter yang digunakan Ketua KPK Firli Bahuri saat perjalanan di Baturaja, Palembang hingga tiba di Jakarta.
"Semua yang disampaikan sudah diperiksa dalam klarifikasi tidak ditemukan adanya pembuktian tentang pertemuan antara yang bersangkutan dengan seseorang dari pihak penyedia jasa penerbangan. Pun pihak penyedia sudah memberikan keterangan yang jelas bahwa semua itu tidak ada pemberian atau fasilitas yang diberikan termasuk diskon," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Dalam sidang tersebut, Dewas KPK memutuskan Ketua KPK Firli Bahuri melakukan pelanggaran kode etik dan dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis II karena menggunakan helikopter bersama dengan istri dan dua anaknya untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan Baturaja ke Palembang, Sumatera Selatan pada Sabtu, 20 Juni 2020 dan perjalanan dari Palembang ke Jakarta pada Minggu, 21 Juni 2020.
"Dari itulah fakta dan juga karena Dewas mempunyai keterbatasan-keterbatasan karena berbeda bila ini dilakukan di tahap penyelidikan dan penyidikan sementara Dewas hanya membahas atau mengadili berhubungan pedoman perilaku itulah yang disebut insan KPK harus memposisikan diri bahwa dia adalah insan KPK," tutur Tumpak menambahkan.
Dalam pertimbangan majelis etik Dewas, disebutkan bahwa bukan Firli yang menginisiasi penyewaan helikopter, tapi ia hanya menyampaikan informasi soal helikopter.
Baca juga: MAKI: Putusan etik seharusnya "menjewer" Firli kerja lebih serius
Baca juga: MAKI hormati putusan Dewas KPK atas Firli Bahuri
"Tidak ada perintah langsung ke Kevin (ajudan Firli) terkait penyewaan heli, tapi secara implisit terperiksa minta Kevin untuk mencari informasi maka Kevin selaku ajudan pun mencarikan informasi tersebut," ungkap Tumpak.
Kevin lalu mengatakan ada helikopter yang disewakan PT Air Pasifik Utama dengan sewa Rp7 juta per jam.
"Lalu terperiksa menyampaikan 'coba cek betul harga sewanya berapa dan berapa lama penerbangan sampai ke sana?' Setelah itu Kevin mengatakan lebih cepat durasi waktu perjalanan dari Palembang ke Baturaja dibanding hanya menggunakan mobil yang butuh waktu lebih kurang 5 jam," ujar Tumpak.
Namun, uang sewa sebesar Rp7 juta/jam menurut Firli tidak diketahui apakah diskon atau bukan.
"Terperiksa mengaku penggunaan helikopter itu bukanlah menunjukkan kesombongan atau 'life sytle', bukan bertujuan tidak menunjukkan gaya hidup terperiksa yang berlebih-lebihan, beda cerita kalau seminggu sekali sewa pesawat dan makan di restoran mewah dan itu tidak pernah dilakukan terperiksa," ungkap Artidjo.
Artidjo juga membacakan keterangan Firli yang menilai bahwa tidak ada hal yang dilanggar dengan menggunakan helikopter tersebut, dan Firli tidak tahu salahnya di mana.
"Tidak pernah berpikir oleh terperiksa naik helikopter akan ada yang banyak menyoroti dan ternyata banyak yang menyoroti namun hal itu tidak merugikan kelembagaan KPK, namun terperiksa mohon maaf kepada majelis," kata Artidjo dalam sidang.
Firli pun diberi sanksi ringan berupa teguran tertulis II yaitu agar Firli tidak mengulangi perbuatannya, dan agar Firli sebagai Ketua KPK senantiasa menjaga sikap serta perilaku dengan menaati larangan dan kewajiban yang diatur dalam Kode Etik dan pedoman perilaku KPK.
Dalam pasal 10 ayat 2 huruf c disebutkan teguran tertulis II masa berlaku hukuman adalah selama 6 bulan dan pada pasal 12 ayat 1 disebutkan insan Komisi yang sedang menjalani sanksi ringan, sedang, dan/atau berat tidak dapat mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, dan/atau tugas belajar/pelatihan baik yang diselenggarakan di dalam, maupun di luar negeri.
Baca juga: Dewas KPK tak terima alasan Firli gunakan heli demi efisiensi
Baca juga: Dewas KPK: Perbuatan Firli berdampak pada pribadinya sendiri
Baca juga: Dewan Pengawas putuskan Ketua KPK Firli Bahuri langgar kode etik
"Semua yang disampaikan sudah diperiksa dalam klarifikasi tidak ditemukan adanya pembuktian tentang pertemuan antara yang bersangkutan dengan seseorang dari pihak penyedia jasa penerbangan. Pun pihak penyedia sudah memberikan keterangan yang jelas bahwa semua itu tidak ada pemberian atau fasilitas yang diberikan termasuk diskon," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Dalam sidang tersebut, Dewas KPK memutuskan Ketua KPK Firli Bahuri melakukan pelanggaran kode etik dan dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis II karena menggunakan helikopter bersama dengan istri dan dua anaknya untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan Baturaja ke Palembang, Sumatera Selatan pada Sabtu, 20 Juni 2020 dan perjalanan dari Palembang ke Jakarta pada Minggu, 21 Juni 2020.
"Dari itulah fakta dan juga karena Dewas mempunyai keterbatasan-keterbatasan karena berbeda bila ini dilakukan di tahap penyelidikan dan penyidikan sementara Dewas hanya membahas atau mengadili berhubungan pedoman perilaku itulah yang disebut insan KPK harus memposisikan diri bahwa dia adalah insan KPK," tutur Tumpak menambahkan.
Dalam pertimbangan majelis etik Dewas, disebutkan bahwa bukan Firli yang menginisiasi penyewaan helikopter, tapi ia hanya menyampaikan informasi soal helikopter.
Baca juga: MAKI: Putusan etik seharusnya "menjewer" Firli kerja lebih serius
Baca juga: MAKI hormati putusan Dewas KPK atas Firli Bahuri
"Tidak ada perintah langsung ke Kevin (ajudan Firli) terkait penyewaan heli, tapi secara implisit terperiksa minta Kevin untuk mencari informasi maka Kevin selaku ajudan pun mencarikan informasi tersebut," ungkap Tumpak.
Kevin lalu mengatakan ada helikopter yang disewakan PT Air Pasifik Utama dengan sewa Rp7 juta per jam.
"Lalu terperiksa menyampaikan 'coba cek betul harga sewanya berapa dan berapa lama penerbangan sampai ke sana?' Setelah itu Kevin mengatakan lebih cepat durasi waktu perjalanan dari Palembang ke Baturaja dibanding hanya menggunakan mobil yang butuh waktu lebih kurang 5 jam," ujar Tumpak.
Namun, uang sewa sebesar Rp7 juta/jam menurut Firli tidak diketahui apakah diskon atau bukan.
"Terperiksa mengaku penggunaan helikopter itu bukanlah menunjukkan kesombongan atau 'life sytle', bukan bertujuan tidak menunjukkan gaya hidup terperiksa yang berlebih-lebihan, beda cerita kalau seminggu sekali sewa pesawat dan makan di restoran mewah dan itu tidak pernah dilakukan terperiksa," ungkap Artidjo.
Artidjo juga membacakan keterangan Firli yang menilai bahwa tidak ada hal yang dilanggar dengan menggunakan helikopter tersebut, dan Firli tidak tahu salahnya di mana.
"Tidak pernah berpikir oleh terperiksa naik helikopter akan ada yang banyak menyoroti dan ternyata banyak yang menyoroti namun hal itu tidak merugikan kelembagaan KPK, namun terperiksa mohon maaf kepada majelis," kata Artidjo dalam sidang.
Firli pun diberi sanksi ringan berupa teguran tertulis II yaitu agar Firli tidak mengulangi perbuatannya, dan agar Firli sebagai Ketua KPK senantiasa menjaga sikap serta perilaku dengan menaati larangan dan kewajiban yang diatur dalam Kode Etik dan pedoman perilaku KPK.
Dalam pasal 10 ayat 2 huruf c disebutkan teguran tertulis II masa berlaku hukuman adalah selama 6 bulan dan pada pasal 12 ayat 1 disebutkan insan Komisi yang sedang menjalani sanksi ringan, sedang, dan/atau berat tidak dapat mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, dan/atau tugas belajar/pelatihan baik yang diselenggarakan di dalam, maupun di luar negeri.
Baca juga: Dewas KPK tak terima alasan Firli gunakan heli demi efisiensi
Baca juga: Dewas KPK: Perbuatan Firli berdampak pada pribadinya sendiri
Baca juga: Dewan Pengawas putuskan Ketua KPK Firli Bahuri langgar kode etik
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020
Tags: