Jakarta (ANTARA) - Perusahaan rintisan di Belanda menciptakan "peti mati hidup" yang bisa terurai di alam dan dibuat dari jamur, bukan kayu, yang disebut bisa mengubah tubuh jenazah yang membusuk menjadi nutrisi utama bagi tumbuhan.
Perusahaan Loop mengatakan peti jenazah ini terbuat dari miselium, strutur akar bawah tanah jamur, dan diisi dengan lumut untuk menstimulasi pembusukan.
"Miselium adalah pendaur ulang alami terbesar," kata Bob Hendrikx, pencipta peti jenazah itu kepada Reuters dikutip Kamis.
"Miselium terus mencari makanan dan mengubahkan menjadi nutrisi tumbuhan.
Miselium pun mengubah racun menjadi nutrisi.
"Ini digunakan di Chernobyl untuk membersihkan tanah di sana dari bencana nuklir", kata Hendrikx.
Hal yang sama terjadi di area pemakaman di mana tanahnya tercemar dan miselium sangat menyukai logam, minyak serta plastik mikro, kata dia.
Peti mati itu ditanam seperti tumbuhan dalam waktu sepekan di laboratorium perusahaan di Technical University of Delft dengan mencampurkan miselium dengan serpihan kayu dalam cetakan peti jenazah.
Setelah miselium tumbuh melalui serpihan kayu, peti mati dikeringkan dan bisa mengangkut beban hingga 200 kilogram.
Setelah terkubur, peti mati yang terkena air tanah akan hancur dalam waktu 30-45 hari. Penguraian tubuh diperkirakan memakan waktu dua hingga tiga tahun, bukan 10 hingga 20 tahun seperti waktu yang dibutuhkan bila mengubur jenazah dengan peti mati tradisional.
Saat ini Loop telah menjual peti mati khusus dengan harga 1500 euro (Rp26 juta) per buah.
"Saat peti mati terkubur di tanah, kau bahkan bisa menyiraminya, menambahkan benih, dan memutuskan pohon apa yang ingin ditanam."
Baca juga: Bebaskan stres akibat COVID-19 dalam peti mati dikeliingi zombie
Baca juga: Pecandu narkoba di Filipina diajari buat peti mati
Baca juga: Peti mati Soekarno dan Hatta, favorit di Museum Prasasti
Startup Belanda bikin peti mati "sumber kehidupan"
24 September 2020 11:34 WIB
Loop Cocoon, peti mati "hidup", terbuat dari miselium di YES! Delft Incubator of TU laboratory in Delft, Belanda, 21 September 2020 (REUTERS/STRINGER)
Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020
Tags: