“Pertumbuhan rural tourism itu malah tumbuh 6 persen menurut UNWTO, kita jangan sampai kehilangan kesempatan untuk mengambil peluang ini, membangkitkan pariwisata setelah dihajar pandemi,” kata Abdul Fikri Faqih dalam rilisnya di Jakarta, Kamis.
Menurut Fikri, selama ini mancanegara mengenal Indonesia dengan wisata pedesaannya baru hanya dalam hitungan jari.
“Hanya 4 desa yang sudah mendunia, dua di Bali, dan dua di Yogyakarta,” kata Fikri.
Baca juga: Ini cara Bali gaet wisatawan Jepang saat COVID-19
Baca juga: Empat wisata desa di Temanggung dapat kucuran Rp5,5 miliar
Baca juga: Program Desa Wisata Bahari harus lebih banyak libatkan warga setempat
Keempat desa wisata tersebut berhasil mendunia berkat upaya dan kearifan lokal warganya yang kompak mempertahankan konservasi lingkungan dan budaya.
“Jadi jangan anggap remeh lingkungan, kita mestinya menjadikan isu pembangunan berkelanjutan tersebut dalam pengembangan desa-desa wisata lainnya,” kata dia.
Dirinya menegaskan perlunya pengarusutamaan isu lingkungan, khususnya ke dalam perencanaan pembangunan masyarakat pedesaan.
“Apalagi 90 persen wilayah NKRI adalah desa, sehingga sepertiganya saja kita kembangkan dalam pariwisata berkelanjutan, ini akan menguatkan level pariwisata Indonesia secara global,” ucapnya.
Karenanya, Fikri meminta Menparekraf memfokuskan kebijakan kepada pembangunan pariwisata. Khususnya di pedesaan, mengacu pada panduan UNWTO tentang destinasi wisata yang berkualitas (Quality Destination).
“Termasuk di dalamnya adalah respect for the environment and human heritage (lingkungan dan warisan budaya),” kata dia lagi.
Selain itu, Fikri menekankan pentingnya pengelolaan manajemen destinasi di desa wisata dalam rangka menuju kualitas yang diharapkan.
“Karenanya, perlu adanya koneksi dan kerjasama yang baik antar instansi pemerintah, dalam hal ini antara Kemenparekraf dengan Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi untuk mewujudkan pembangunan desa wisata berkelanjutan,” ujarnya.