KPPU dukung pengusutan dugaan persaingan tak sehat impor bawang putih
24 September 2020 09:30 WIB
Buruh mengangkat pasokan bawang putih impor di gudang Pasar Induk Gadang, Malang, Jawa Timur, Senin (24/8/2020). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/pras.)
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) siap mendukung proses pengusutan impor bawang putih yang diduga menimbulkan persaingan tidak sehat karena hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Komisioner KPPU Chandra Setiawan dalam pernyataan di Jakarta, Kamis, mengatakan pengusutan itu bisa dilakukan jika ada pelaporan dari pihak yang merasa dirugikan.
"Apabila diduga terjadi persekongkolan antara pelaku usaha dan Kemendag dan atau pelaku usaha lain bisa dilaporkan ke KPPU," katanya.
Chandra mengatakan pihaknya siap memfasilitasi agar ada transparansi dan perlakuan yang sama antar pengusaha dan tidak ada diskriminasi ke semua pelaku usaha.
"Misalnya dengan penjelasan berapa besarnya kuota impor yang diberikan, berapa persediaan dari dalam negeri. Bagaimana cara pembagian kuota? Dan lain sebagainya dengan kriteria yang terukur dan terjangkau," katanya.
Meski demikian, hingga kini, pihaknya belum mendapat laporan dari para pengusaha bawang putih yang merasa dirugikan dari pembagian kuota impor bawang putih ini.
Sebelumnya, Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) mengingatkan masih ada ketidaktransparanan dalam penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI).
Menurut Ketua Pusbarindo Valentino, penerbitan SPI itu masih menguntungkan oknum importir tertentu dan sedikit anggotanya yang mendapatkan izin impor.
"Dari dulu dugaan seperti itu selalu ada, karena perusahaan-perusahaan yang baru muncul dengan pengajuan volume besar justru diterbitkan SPI nya," ujarnya.
Untuk kasus tersebut, ia menambahkan, ada perusahaan baru yang belum dua tahun berjalan, pengajuan izin impornya sampai 25.000-30.000 ton.
Padahal, lanjut Valentino, importir riil, yang biasanya membantu pemerintah dalam operasi pasar, tidak banyak mengajukan kuota impor, yaitu hanya pada kisaran ribuan ton.
"Kalau pelaku usaha yang benar-benar, itu pengajuannya tidak besar, ada yang 3.000, 5.000, 7.000, paling besar 10.000-15.000 ton. Pemain lama ada yang mengajukan besar, tapi karena punya jaringan distribusi besar," ujarnya.
Persoalan izin impor yang lama dan diduga menguntungkan pihak tertentu ini sempat membuat persediaan bawang putih di pasaran menjadi terhambat dan menyebabkan kenaikan harga.
Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) harga bawang putih pada pekan ketiga September menyentuh Rp26.750 per kilogram. Harga rata-rata ini menjadi yang tertinggi sejak akhir Juni 2020.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan pemerintah tidak langsung menerbitkan SPI bawang putih karena proses pemeriksaan berkas harus dilakukan secara hati-hati.
Hingga sekarang, Kementerian Perdagangan baru menerbitkan SPI bagi importir bawang putih sebanyak 62.000 ton.
Baca juga: Kementan - KPPU optimalkan pengawasan kemitraan usaha peternakan
Baca juga: KPPU sebut monopolisasi di industri perunggasan tidak dilarang
Baca juga: KPPU: "Sharing economy" jangan sampai timbulkan persaingan tidak sehat
Baca juga: Dinyatakan bersalah soal tarif, Garuda ikuti putusan KPPU
Komisioner KPPU Chandra Setiawan dalam pernyataan di Jakarta, Kamis, mengatakan pengusutan itu bisa dilakukan jika ada pelaporan dari pihak yang merasa dirugikan.
"Apabila diduga terjadi persekongkolan antara pelaku usaha dan Kemendag dan atau pelaku usaha lain bisa dilaporkan ke KPPU," katanya.
Chandra mengatakan pihaknya siap memfasilitasi agar ada transparansi dan perlakuan yang sama antar pengusaha dan tidak ada diskriminasi ke semua pelaku usaha.
"Misalnya dengan penjelasan berapa besarnya kuota impor yang diberikan, berapa persediaan dari dalam negeri. Bagaimana cara pembagian kuota? Dan lain sebagainya dengan kriteria yang terukur dan terjangkau," katanya.
Meski demikian, hingga kini, pihaknya belum mendapat laporan dari para pengusaha bawang putih yang merasa dirugikan dari pembagian kuota impor bawang putih ini.
Sebelumnya, Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) mengingatkan masih ada ketidaktransparanan dalam penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI).
Menurut Ketua Pusbarindo Valentino, penerbitan SPI itu masih menguntungkan oknum importir tertentu dan sedikit anggotanya yang mendapatkan izin impor.
"Dari dulu dugaan seperti itu selalu ada, karena perusahaan-perusahaan yang baru muncul dengan pengajuan volume besar justru diterbitkan SPI nya," ujarnya.
Untuk kasus tersebut, ia menambahkan, ada perusahaan baru yang belum dua tahun berjalan, pengajuan izin impornya sampai 25.000-30.000 ton.
Padahal, lanjut Valentino, importir riil, yang biasanya membantu pemerintah dalam operasi pasar, tidak banyak mengajukan kuota impor, yaitu hanya pada kisaran ribuan ton.
"Kalau pelaku usaha yang benar-benar, itu pengajuannya tidak besar, ada yang 3.000, 5.000, 7.000, paling besar 10.000-15.000 ton. Pemain lama ada yang mengajukan besar, tapi karena punya jaringan distribusi besar," ujarnya.
Persoalan izin impor yang lama dan diduga menguntungkan pihak tertentu ini sempat membuat persediaan bawang putih di pasaran menjadi terhambat dan menyebabkan kenaikan harga.
Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) harga bawang putih pada pekan ketiga September menyentuh Rp26.750 per kilogram. Harga rata-rata ini menjadi yang tertinggi sejak akhir Juni 2020.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan pemerintah tidak langsung menerbitkan SPI bawang putih karena proses pemeriksaan berkas harus dilakukan secara hati-hati.
Hingga sekarang, Kementerian Perdagangan baru menerbitkan SPI bagi importir bawang putih sebanyak 62.000 ton.
Baca juga: Kementan - KPPU optimalkan pengawasan kemitraan usaha peternakan
Baca juga: KPPU sebut monopolisasi di industri perunggasan tidak dilarang
Baca juga: KPPU: "Sharing economy" jangan sampai timbulkan persaingan tidak sehat
Baca juga: Dinyatakan bersalah soal tarif, Garuda ikuti putusan KPPU
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020
Tags: