Dirjen Perhubungan Darat ungkap alasan helm tak wajib saat bersepeda
23 September 2020 20:52 WIB
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kiri) didampingi Bupati Tulungagung Maryoto Birowo (kanan) dan Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono (tengah) bersiap mengayuh sepeda dalam acara "Gowes Bareng Penyintas COVID-19 di Tulungagung, Jawa Timur, Minggu (13/9/2020). . ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko/foc.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengungkapkan alasan helm tidak wajib dalam aturan bersepeda, yakni Peraturan Menteri Nomor 59 Tahun 2020 Tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan.
“Ya memang tentang helm dan spakbor itu cukup panjang, cukup alot. Helm kan melindungi keselamatan, tapi ada pemikiran, dari rumah mau ke warung mosok harus pakai helm, akhirnya jadi opsional,” kata Budi dalam diskusi virtual di Jakarta, Rabu.
Budi menuturkan untuk tujuan tertentu, misalnya berolahraga, helm itu wajib digunakan, meskipun dalam aturan sifatnya tetap opsional.
“Kalo kita mungkin ingin lebih safety, para pesepeda pakai helm untuk kepentingan umum, untuk olahraga itu wajib, opsional kalo menggunakan ya lebih baik,” katanya.
Dalam PM 59/2020 ini diatur mengenai beberapa persyaratan keselamatan, misalnya untuk penggunaan helm maupun spakbor tidak diwajibkan dan bersifat opsional.
Untuk spakbor bahkan dikecualikan bagi sepeda balap, sepeda gunung, dan sepeda lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Dirjen Budi, penggunaan helm bagi para pesepeda di jalan umum juga tidak diwajibkan namun masyarakat tetap dapat menggunakan helm sebagai bagian dari keselamatan saat bersepeda.
Di satu sisi, ia juga berharap dengan lahirnya PM 59/2020 ini dapat cepat diimplementasikan hingga ke daerah-daerah tingkat kabupaten/kota.
“Kami ingin kelanjutan regulasi ini implementasinya bisa cepat di daerah-daerah. Saya sudah kirim surat ke seluruh Gubernur dan kantor-kantor untuk menyiapkan beberapa fasilitas pendukung bagi pesepeda hingga tingkat kota kabupaten. Artinya ada kewajiban bagi pemerintah untuk secara bertahap menyiapkan infrastruktur bagi pesepeda sehingga menjamin keselamatan bersepeda,” katanya.
Salah satu fasilitas pendukung ini antara lain adalah tersedianya parkir umum untuk sepeda.
“Berikutnya kami mendorong kantor, sekolah, tempat umum, tempat ibadah, untuk bertahap menyiapkan tempat parkir bagi sepeda. Parkir untuk sepeda ini tidak hanya ruang tapi juga alat untuk parkir sepedanya. Arahan kita parkir sepeda harus mudah dijangkau oleh pesepeda, lokasinya tidak terlalu jauh sehingga akan mendorong minat masyarakat cepat bertambah untuk bersepeda,” lanjutnya.
Dirjen Budi menjelaskan bahwa pihaknya berharap penuh dengan hadirnya regulasi PM 59/2020 ini dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan sepeda sebagai alat transportasi yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari dan untuk berpindah tempat dalam jarak dekat.
“Daya beli masyarakat saat ini sudah semakin baik, sehingga kecenderungannya adalah masyarakat mampu membeli kendaraan pribadi seperti mobil dan motor, dampaknya muncul polusi, kebisingan, dan kemacetan. Sekarang mumpung timbul fenomena penggunaan sepeda untuk kegiatan sehari-hari di masyarakat, kami bantu untuk mengembangkan minat tersebut,” kata Dirjen Budi.
Ia menambahkan dengan terbitnya PM 59/2020 pemerintah mempunyai landasan hukum untuk pengaturan penggunaan sepeda.
Dasar hukum berlalu lintas ini sesuai UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Dalam UU 22/2009 ini belum ada sanksi yang mengatur pidana bagi lalu lintas bersepeda karena pengaturan untuk kendaraan tidak bermotor itu diserahkan kepada daerah. PM 59/2020 ini sebenarnya hanya pedoman teknis bagi masyarakat agar mengetahui tata cara bersepeda yang berkeselamatan,” katanya.
Dalam PM ini juga diatur tata cara berbelok, berhenti, dan rambu-rambu apa yang diperlukan hingga fasilitas yang diperlukan.
“Secara garis besar, ada 3 hal yang diatur melalui PM 59/2020 yakni persyaratan teknis sepeda, tata cara bersepeda di jalan, dan fasilitas pendukung sepeda berupa lajur, jalur, dan fasilitas parkir,” urai Dirjen Budi.
Saat bersepeda di jalan, juga ada beberapa isyarat tangan yang dapat digunakan pesepeda sesuai PM 59/2020 misalnya saat belok kanan, belok kiri, berhenti, dan mempersilahkan untuk mendahului.
“Untuk mengakomodir kebutuhan Pemerintah Daerah, maka Pemda dapat menentukan jenis dan penggunaan sepeda apa saja yang boleh beroperasi di wilayahnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah,” ujarnya.
Baca juga: Kemenhub akan bicarakan soal penyediaan jalur sepeda dengan PUPR
Baca juga: Aturan jalur sepeda di Jakarta mulai berlaku hari ini
Baca juga: Revisi UU Lalu Lintas diharapkan lindungi pesepeda yang kian marak
“Ya memang tentang helm dan spakbor itu cukup panjang, cukup alot. Helm kan melindungi keselamatan, tapi ada pemikiran, dari rumah mau ke warung mosok harus pakai helm, akhirnya jadi opsional,” kata Budi dalam diskusi virtual di Jakarta, Rabu.
Budi menuturkan untuk tujuan tertentu, misalnya berolahraga, helm itu wajib digunakan, meskipun dalam aturan sifatnya tetap opsional.
“Kalo kita mungkin ingin lebih safety, para pesepeda pakai helm untuk kepentingan umum, untuk olahraga itu wajib, opsional kalo menggunakan ya lebih baik,” katanya.
Dalam PM 59/2020 ini diatur mengenai beberapa persyaratan keselamatan, misalnya untuk penggunaan helm maupun spakbor tidak diwajibkan dan bersifat opsional.
Untuk spakbor bahkan dikecualikan bagi sepeda balap, sepeda gunung, dan sepeda lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Dirjen Budi, penggunaan helm bagi para pesepeda di jalan umum juga tidak diwajibkan namun masyarakat tetap dapat menggunakan helm sebagai bagian dari keselamatan saat bersepeda.
Di satu sisi, ia juga berharap dengan lahirnya PM 59/2020 ini dapat cepat diimplementasikan hingga ke daerah-daerah tingkat kabupaten/kota.
“Kami ingin kelanjutan regulasi ini implementasinya bisa cepat di daerah-daerah. Saya sudah kirim surat ke seluruh Gubernur dan kantor-kantor untuk menyiapkan beberapa fasilitas pendukung bagi pesepeda hingga tingkat kota kabupaten. Artinya ada kewajiban bagi pemerintah untuk secara bertahap menyiapkan infrastruktur bagi pesepeda sehingga menjamin keselamatan bersepeda,” katanya.
Salah satu fasilitas pendukung ini antara lain adalah tersedianya parkir umum untuk sepeda.
“Berikutnya kami mendorong kantor, sekolah, tempat umum, tempat ibadah, untuk bertahap menyiapkan tempat parkir bagi sepeda. Parkir untuk sepeda ini tidak hanya ruang tapi juga alat untuk parkir sepedanya. Arahan kita parkir sepeda harus mudah dijangkau oleh pesepeda, lokasinya tidak terlalu jauh sehingga akan mendorong minat masyarakat cepat bertambah untuk bersepeda,” lanjutnya.
Dirjen Budi menjelaskan bahwa pihaknya berharap penuh dengan hadirnya regulasi PM 59/2020 ini dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan sepeda sebagai alat transportasi yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari dan untuk berpindah tempat dalam jarak dekat.
“Daya beli masyarakat saat ini sudah semakin baik, sehingga kecenderungannya adalah masyarakat mampu membeli kendaraan pribadi seperti mobil dan motor, dampaknya muncul polusi, kebisingan, dan kemacetan. Sekarang mumpung timbul fenomena penggunaan sepeda untuk kegiatan sehari-hari di masyarakat, kami bantu untuk mengembangkan minat tersebut,” kata Dirjen Budi.
Ia menambahkan dengan terbitnya PM 59/2020 pemerintah mempunyai landasan hukum untuk pengaturan penggunaan sepeda.
Dasar hukum berlalu lintas ini sesuai UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Dalam UU 22/2009 ini belum ada sanksi yang mengatur pidana bagi lalu lintas bersepeda karena pengaturan untuk kendaraan tidak bermotor itu diserahkan kepada daerah. PM 59/2020 ini sebenarnya hanya pedoman teknis bagi masyarakat agar mengetahui tata cara bersepeda yang berkeselamatan,” katanya.
Dalam PM ini juga diatur tata cara berbelok, berhenti, dan rambu-rambu apa yang diperlukan hingga fasilitas yang diperlukan.
“Secara garis besar, ada 3 hal yang diatur melalui PM 59/2020 yakni persyaratan teknis sepeda, tata cara bersepeda di jalan, dan fasilitas pendukung sepeda berupa lajur, jalur, dan fasilitas parkir,” urai Dirjen Budi.
Saat bersepeda di jalan, juga ada beberapa isyarat tangan yang dapat digunakan pesepeda sesuai PM 59/2020 misalnya saat belok kanan, belok kiri, berhenti, dan mempersilahkan untuk mendahului.
“Untuk mengakomodir kebutuhan Pemerintah Daerah, maka Pemda dapat menentukan jenis dan penggunaan sepeda apa saja yang boleh beroperasi di wilayahnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah,” ujarnya.
Baca juga: Kemenhub akan bicarakan soal penyediaan jalur sepeda dengan PUPR
Baca juga: Aturan jalur sepeda di Jakarta mulai berlaku hari ini
Baca juga: Revisi UU Lalu Lintas diharapkan lindungi pesepeda yang kian marak
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: