Indef sebut revisi proyeksi pemerintah langkah untuk bersiap diri
23 September 2020 16:29 WIB
Pekerja pabrik sepatu PT Changsin Reksa Jaya berjalan keluar pabrik di Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (31/8/2020). Presiden Joko Widodo berharap Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi pekerja swasta dan honorer sebesar Rp.600 ribu per bulan selama empat bulan dapat mendongkrak konsumsi rumah tangga sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat. ANTARA FOTO/Candra Yanuarsyah/agr/hp. (ANTARA FOTO/CANDRA YANUARSYAH)
Jakarta (ANTARA) - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 yang dilakukan pemerintah merupakan sebuah langkah agar masyarakat dan dunia usaha bersiap diri dalam menghadapi situasi terburuk.
“Pengumuman resesi versi pemerintah merupakan cara komunikasi agar masyarakat dan dunia usaha bersiap diri menghadapi situasi yang terburuk,” kata Pengamat ekonomi INDEF Bhima Yudhistira kepada Antara di Jakarta, Rabu.
Tak hanya itu, Bhima menuturkan tujuan lain dari revisi yang dilakukan oleh pemerintah juga merupakan langkah agar pasar keuangan tidak kaget terhadap pengumuman resmi mengenai pertumbuhan ekonomi kuartal II.
“Jadi pasar harapannya sudah price in,” ujarnya.
Baca juga: Ikhtiar pemerintah agar ekonomi terhindar dari resesi
Bhima memperkirakan potensi terjadinya resesi pada tahun ini menunjukkan adanya tekanan yang sangat dalam pada perekonomian baik di sektor keuangan maupun sektor riil.
Oleh sebab itu, ia memperkirakan akan terjadi gelombang PHK yang merata hampir di semua sektor mulai perdagangan, transportasi, properti, sampai industri sebagai upaya melakukan efisiensi pekerja untuk menekan biaya operasional.
“Jadi estimasinya ada 15 juta PHK sampai akhir tahun. Tak terkecuali banyak start up akan berguguran,” katanya.
Bhima melanjutkan, seiring dengan terjadinya gelombang PHK yang besar maka daya beli masyarakat menurun sehingga berpengaruh kepada naiknya jumlah orang miskin baru.
“Pastinya angka kriminalitas juga meningkat dan rawan konflik sosial di masyarakat,” tegasnya.
Baca juga: Anggota DPR: Pemerintah bangun optimisme di tengah ancaman resesi
Ia pun mengingatkan pemerintah agar terus fokus pada penyelesaian di sektor kesehatan secara serius terutama dalam hal pengendalian penularan serta vaksin.
Menurutnya, semakin cepat pandemi COVID-19 ditangani maka masyarakat akan semakin percaya diri untuk melakukan kegiatan perekonomian di luar rumah sehingga dapat mendorong pemulihan.
Kemudian, Bhima juga menyarankan agar pemerintah segera menambah jumlah penerima maupun nilai BLT untuk pengangguran, korban PHK, dan pekerja informal.
Ia menambahkan, bantuan berupa sembako juga bisa difokuskan ke daerah-daerah yang padat penduduk seperti Jabodetabek untuk meredam adanya potensi konflik sosial.
“Nominal BLT harus lebih besar dari sebelumnya. Idealnya Rp1,2 juta per orang per bulan selama tiga sampai enam bulan,” ujarnya.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan telah melakukan revisi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2020 dari semula minus 1,1 persen hingga 0,2 persen menjadi minus 1,7 persen sampai minus 0,6 persen.
“Pengumuman resesi versi pemerintah merupakan cara komunikasi agar masyarakat dan dunia usaha bersiap diri menghadapi situasi yang terburuk,” kata Pengamat ekonomi INDEF Bhima Yudhistira kepada Antara di Jakarta, Rabu.
Tak hanya itu, Bhima menuturkan tujuan lain dari revisi yang dilakukan oleh pemerintah juga merupakan langkah agar pasar keuangan tidak kaget terhadap pengumuman resmi mengenai pertumbuhan ekonomi kuartal II.
“Jadi pasar harapannya sudah price in,” ujarnya.
Baca juga: Ikhtiar pemerintah agar ekonomi terhindar dari resesi
Bhima memperkirakan potensi terjadinya resesi pada tahun ini menunjukkan adanya tekanan yang sangat dalam pada perekonomian baik di sektor keuangan maupun sektor riil.
Oleh sebab itu, ia memperkirakan akan terjadi gelombang PHK yang merata hampir di semua sektor mulai perdagangan, transportasi, properti, sampai industri sebagai upaya melakukan efisiensi pekerja untuk menekan biaya operasional.
“Jadi estimasinya ada 15 juta PHK sampai akhir tahun. Tak terkecuali banyak start up akan berguguran,” katanya.
Bhima melanjutkan, seiring dengan terjadinya gelombang PHK yang besar maka daya beli masyarakat menurun sehingga berpengaruh kepada naiknya jumlah orang miskin baru.
“Pastinya angka kriminalitas juga meningkat dan rawan konflik sosial di masyarakat,” tegasnya.
Baca juga: Anggota DPR: Pemerintah bangun optimisme di tengah ancaman resesi
Ia pun mengingatkan pemerintah agar terus fokus pada penyelesaian di sektor kesehatan secara serius terutama dalam hal pengendalian penularan serta vaksin.
Menurutnya, semakin cepat pandemi COVID-19 ditangani maka masyarakat akan semakin percaya diri untuk melakukan kegiatan perekonomian di luar rumah sehingga dapat mendorong pemulihan.
Kemudian, Bhima juga menyarankan agar pemerintah segera menambah jumlah penerima maupun nilai BLT untuk pengangguran, korban PHK, dan pekerja informal.
Ia menambahkan, bantuan berupa sembako juga bisa difokuskan ke daerah-daerah yang padat penduduk seperti Jabodetabek untuk meredam adanya potensi konflik sosial.
“Nominal BLT harus lebih besar dari sebelumnya. Idealnya Rp1,2 juta per orang per bulan selama tiga sampai enam bulan,” ujarnya.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan telah melakukan revisi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2020 dari semula minus 1,1 persen hingga 0,2 persen menjadi minus 1,7 persen sampai minus 0,6 persen.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: