BP2MI pastikan kawal proses hukum kasus eksploitasi ABK
23 September 2020 15:33 WIB
Tangkapan layar Kepala BP2MI Benny Rhamdani (tengah) bersama empat ABK Indonesia korban eksploitasi yang dipulangkan dari Italia dalam konferensi pers di Kantor BP2MI, Jakarta, Rabu (23/9/2020). (FOTO ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menegaskan sekaligus memastikan akan mengawal proses hukum untuk memberikan keadilan bagi anak buah kapal (ABK) dan pekerja migran Indonesia (PMI) korban eksploitasi dan meminta dukungan berbagai pihak untuk melakukannya.
"Setiap laporan masalah yang dihadapi ABK dan PMI akan kita jadikan sebagai kasus hukum dengan melaporkannya ke penegak hukum. Selain melaporkan, kita juga akan mengawal bagaimana proses hukum itu bekerja," kata Kepala BP2MI Benny dalam konferensi pers virtual yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Selain mengawal proses hukum di tingkat kepolisian, ia meyakinkan bahwa BP2MI juga akan terus mengawalnya sampai ke tingkat pengadilan.
Terkait hal itu dia meminta dukungan dari berbagai pihak agar proses hukum terkait kasus eksploitasi tenaga kerja Indonesia dan (TKI) serta ABK yang bekerja di kapal berbendera asing dapat terus berjalan dan pelaku bisa menerima sanksi.
"Tentu tidak hanya BP2MI, kami berharap dukungan semua pihak, kelompok masyarakat sipil, NGO dan siapa pun yang memiliki kepedulian, empati kepada perjuangan buruh migran Indonesia, khususnya ABK," katanya.
Sebelumnya pada Selasa (22/9), BP2MI telah memulangkan ke Indonesia dari Italia empat buah ABK yang menjadi korban dugaan eksploitasi dan penempatan secara ilegal oleh sebuah perusahaan di Jakarta Pusat.
Benny Rhamdani menegaskan bahwa kasus keempat ABK dari dua kapal berbendera Italia itu akan diproses ke Kepolisian RI karena perusahaan yang mengirim keempat orang itu tidak memiliki izin dari BP2MI, Kementerian Ketenagakerjaan atau surat izin usaha perekrutan dan penempatan awak kapal (SIUPPAK) dari Kementerian Perhubungan.
Baca juga: Diduga korban eksploitasi di Italia, empat ABK dipulangkan BP2MI
Baca juga: BP2MI gagalkan pengiriman TKI ilegal ke Kamboja via Kualanamu
Baca juga: Indonesia ajak China atasi isu ABK lewat kerja sama hukum timbal balik
Baca juga: Fisher Center ungkap laporan ABK WNI wafat di kapal berbendera China
"Setiap laporan masalah yang dihadapi ABK dan PMI akan kita jadikan sebagai kasus hukum dengan melaporkannya ke penegak hukum. Selain melaporkan, kita juga akan mengawal bagaimana proses hukum itu bekerja," kata Kepala BP2MI Benny dalam konferensi pers virtual yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Selain mengawal proses hukum di tingkat kepolisian, ia meyakinkan bahwa BP2MI juga akan terus mengawalnya sampai ke tingkat pengadilan.
Terkait hal itu dia meminta dukungan dari berbagai pihak agar proses hukum terkait kasus eksploitasi tenaga kerja Indonesia dan (TKI) serta ABK yang bekerja di kapal berbendera asing dapat terus berjalan dan pelaku bisa menerima sanksi.
"Tentu tidak hanya BP2MI, kami berharap dukungan semua pihak, kelompok masyarakat sipil, NGO dan siapa pun yang memiliki kepedulian, empati kepada perjuangan buruh migran Indonesia, khususnya ABK," katanya.
Sebelumnya pada Selasa (22/9), BP2MI telah memulangkan ke Indonesia dari Italia empat buah ABK yang menjadi korban dugaan eksploitasi dan penempatan secara ilegal oleh sebuah perusahaan di Jakarta Pusat.
Benny Rhamdani menegaskan bahwa kasus keempat ABK dari dua kapal berbendera Italia itu akan diproses ke Kepolisian RI karena perusahaan yang mengirim keempat orang itu tidak memiliki izin dari BP2MI, Kementerian Ketenagakerjaan atau surat izin usaha perekrutan dan penempatan awak kapal (SIUPPAK) dari Kementerian Perhubungan.
Baca juga: Diduga korban eksploitasi di Italia, empat ABK dipulangkan BP2MI
Baca juga: BP2MI gagalkan pengiriman TKI ilegal ke Kamboja via Kualanamu
Baca juga: Indonesia ajak China atasi isu ABK lewat kerja sama hukum timbal balik
Baca juga: Fisher Center ungkap laporan ABK WNI wafat di kapal berbendera China
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020
Tags: