Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto mengatakan, untuk memberantas korupsi di Indonesia diperlukan revolusi yang sangat mendasar pada segala aspek.

"Harus ada revolusi atau perubahan mendasar sampai ke akarnya dengan cepat. Revolusi juga tidak boleh tambal sulam," kata Tyasno dalam diskusi publik bertema "Hak Setiap Individu Memberatas Korupsi", di Jakarta, Senin.

Menurut, Tyasno, perubahan tersebut harus dilakukan dengan melakukan pencerahan bagi masyarakat tentang korupsi yang merajalela di Tanah Air.

"Misalnya, dijelaskan pada masyarakat mengapa pendidikan mahal, padahal APBN pendidikan telah dinaikkan. Itu karena korupsi," kata Tyasno.

Dengan adanya pencerahan tersebut, menurut dia, diharapkan akan timbul kesadaran dan pergerakan untuk memberantas korupsi.

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) itu mengatakan, perubahan budaya korupsi ini harus dilakukan mulai dari kurikulum pendidikan yang mendukung anti korupsi.

"Pendidikan memberantas korupsi merupakan bagian dari unsur pokok pendidikan nasional yang terdiri dari keluarga, sekolah, dan masyarakat," ujar Tyasno.

Bentuk pendidikan lain yang juga tidak boleh diabaikan, menurut Tyasno yaitu dengan memberi contoh. Cara ini merupakan cara taktis dalam upaya memberantas korupsi.

"Pemimpin harus memberi contoh. Jika pemimpin seperti macan dalam memberantas korupsi maka bawahannya juga akan ikut seperti itu," katanya.

Perubahan untuk memberantas korupsi bukan hanya harus dilakukan dari aspek pendidikan tetapi juga agama. "Revolusi harus total dan perubahan harus dilakukan dari akar korupsi tersebut," ujar Tyasno.

Namun sayangnya, menurut Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis Suseno, agama kurang berperan dalam memberantas korupsi karena penerapannya masih bersifat konservatif.

"Agama tidak ke luar dari tradisi dan tidak mengikuti perkembangan yang terjadi saat ini," ujar Franz yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut.

Padahal, menurutnya, agama harus melihat tantangan baru dan menjadikan agama sebagai alat untuk memberantas korupsi.

Menurut Franz, korupsi dalam perspektif agama bukanlah hanya masalah dosa, tetapi bagaimana mempertahankan harga diri seseorang.

"Orang yang memiliki harga diri tentu tidak akan menggadaikan harga dirinya dengan kejujuran. Korupsi itu adalah pelanggaran kejujuran," katanya.

Pendidikan dan agama, kata dia, merupakan dasar dari perubahan yang harus dilakukan untuk memberantas korupsi.

Selain Tyasno Sudarto dan Franz Magnis Suseno, pembicara lain dalam diskusi itu adalah aktivis KOMPAK yang juga Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti dan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyono. (RFG*A041/K004)