Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 membuat pelaku industri perfilman harus beradaptasi dengan merilis produksi film melalui layanan over-the-top (OTT) sebagai dampak dari bioskop yang belum bisa beroperasi.

Menurut Syaifullah selaku Direktur Industri Kreatif Film, Animasi, dan Televisi Kemenparekraf, kehadiran layanan OTT dapat menjadi alternatif bagi pelaku industri film Indonesia untuk menjual karyanya di tengah pandemi.

"Ketika hasil produksi enggak bisa didistribusikan kan bahaya bagi mereka. Sekarang bisa masuk ke platform digital. Jadi untuk saat ini bagus karena ada alternatif saluran distribusi bagi sineas Indonesia. Apalagi sekarang udah mulai banyak produksi nasional masuk sana," kata Syaifullah saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Kemenparekraf dorong musisi manfaatkan digitalisasi secara kreatif

Baca juga: Kemenparekraf fokus bangun ekonomi digital di sektor musik


Tak hanya itu, kehadiran layanan video on demand itu juga dapat membuka peluang bagi film-film produksi Indonesia untuk menjangkau penonton yang lebih luas.

"Pertama bukan hanya jadi distribusi film, tapi juga showcasing film ke luar negeri. Audiens bisa lebih banyak," ujar Syaifullah.

Film-film sineas lokal yang tayang di layanan tersebut juga dapat menjadi promosi mengenai Indonesia kepada penonton dari berbagai negara.

"Jadi kalau film Indonesia yang masuk ke situ adalah film pilihan, tentu akan meningkatkan imej Indonesia di mata global harusnya," sambungnya.

Selain itu, dia juga menilai kehadiran layanan video on demand saat ini juga dapat meningkatkan standar produksi film-film Indonesia menjadi lebih baik.

"Begitu dia masuk layanan digital, itu kan mereka punya standar tinggi. Jadi membuat kita mengikuti standar internasional untuk produksi dan juga karya kita bisa ditonton enggak hanya di Indonesia tapi global," imbuhnya.

Kehadiran layanan video on demand, menurut Syaifullah, harus benar-benar dimanfaatkan secara tepat dan maksimal oleh para pelaku industri perfilman di Indonesia. Tujuannya agar Indonesia tidak hanya menjadi target pasar potensial semata.

"Kita sih inginnya bukan hanya mereka masuk ke kita tapi kita hanya jadi market. Tapi kita juga harus ambil bagian dari keberadaan mereka," kata Syaifullah.

Baca juga: Kemenparekraf akan buat panduan agar film bisa kembali diproduksi

Baca juga: Kemenparekraf garap protokol agar industri film tetap berjalan

Baca juga: Film pariwisata Indonesia raih penghargaan di ITFF Bulgaria