Kondisi Bandara Penyebab Pilot Trigana Alihkan Pendaratan
14 Februari 2010 06:05 WIB
Sebuah pesawat milik maskapai penerbangan Trigana Air jenis ATR 42-300 dengan nomor lambung YRP mendarat darurat pada sebuah sawah di km 41 sekitar Jalan Balikpapan-Samarinda/ilustrasi. (ANTARA/Susylo Asmalyah)
Samarinda (ANTARA News) - Kondisi Bandara Temindung Samarinda menjadi penyebab pilot Trigana Air mengalihkan pendaratan ke Bandara Sepinggan, Balikpapan.
"Dengan kondisi pesawat tidak normal seperti itu, akan sangat beresiko jika pilot memaksakan pendaratan di Bandara Temindung," ungkap Pilot Maskapai PT SMAC (Sabang Merauke Raya Air Charter), Wahyudi, kepada wartawan di Samarinda, Sabtu.
Keputusan pilot Trigana Air, Nursolihin, tidak mendarat di Bandara Temindung Samarinda dengan kondisi salah satu mesin mati kata Wahyudi sudah sangat tepat.
"Jika dipaksakan mendarat dengan kondisi seperti itu, akibatnya bisa sangat fatal, sebab landas pacu yang tidak cukup panjang serta kondisi di sekitar bandara dipadati rumah penduduk," katanya.
"Bisa saja, pesawat itu menabrak rumah warga yang ada di ujung landasan atau sebaliknya pesawat akan menabrak rumah sebelum sempat mendarat di landas pacu," ujar Wahyudi yang mengaku sebelumnya sebagai pilot di Medan, Sumatera Utara, selama empat tahun.
Selain masalah landas pacu yang hanya sepanjang 950 meter, kondisi Bandara Temindung juga kata dia sudah tidak sesuai KKOP (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan).
"Bandara harus steril dari kawasan rumah penduduk, apalagi saat ini ada beberapa gedung tingga yang sangat mengganggu pandangan pilot saat akan melakukan pendaratan. Bahkan pada area pendaratan, terdapat sebuah gedung rumah sakit yang cukup tinggi sehingga kita harus mengambil sisi gedung itu untuk melakukan pendaratan. Salah perhitungan sedikit saja, akibatnya sangat fatal," kata pilot SMAC itu.
Pilot SMAC lainnya, Irwin Aristo mengatakan, kondisi Bandara Temindung saat ini suduh tidak layak lagi sebab berada di tengah kota.
"Mestinya, keberadaan bandara jauh dari kota. Apalagi, sudah banyak gedung-gedung tinggi di sekitar bandara yang cukup mengganggu pandangan pilot," kata Irwin Aristo.
Pesawat Trigana Air jenis ATR 42 seri 300 dengan nomer penerbangan TGN 171 mendarat darurat Kampung Bone, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, pada Kamis,11 Februari 2010 sekitar pukul 11.39 Wita.
Pesawat dari Bandara Kalimarau, Kabupaten Berau itu mengalihkan pendaratan dari Bandara Temindung Samarinda ke Bandara Sepinggan Balikpapan akibat salah satu mesin mati.
Dua penumpang terluka pada peristiwa itu sementara 44 penumpang lainnya dan lima kru berhasil selamat.(*)
"Dengan kondisi pesawat tidak normal seperti itu, akan sangat beresiko jika pilot memaksakan pendaratan di Bandara Temindung," ungkap Pilot Maskapai PT SMAC (Sabang Merauke Raya Air Charter), Wahyudi, kepada wartawan di Samarinda, Sabtu.
Keputusan pilot Trigana Air, Nursolihin, tidak mendarat di Bandara Temindung Samarinda dengan kondisi salah satu mesin mati kata Wahyudi sudah sangat tepat.
"Jika dipaksakan mendarat dengan kondisi seperti itu, akibatnya bisa sangat fatal, sebab landas pacu yang tidak cukup panjang serta kondisi di sekitar bandara dipadati rumah penduduk," katanya.
"Bisa saja, pesawat itu menabrak rumah warga yang ada di ujung landasan atau sebaliknya pesawat akan menabrak rumah sebelum sempat mendarat di landas pacu," ujar Wahyudi yang mengaku sebelumnya sebagai pilot di Medan, Sumatera Utara, selama empat tahun.
Selain masalah landas pacu yang hanya sepanjang 950 meter, kondisi Bandara Temindung juga kata dia sudah tidak sesuai KKOP (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan).
"Bandara harus steril dari kawasan rumah penduduk, apalagi saat ini ada beberapa gedung tingga yang sangat mengganggu pandangan pilot saat akan melakukan pendaratan. Bahkan pada area pendaratan, terdapat sebuah gedung rumah sakit yang cukup tinggi sehingga kita harus mengambil sisi gedung itu untuk melakukan pendaratan. Salah perhitungan sedikit saja, akibatnya sangat fatal," kata pilot SMAC itu.
Pilot SMAC lainnya, Irwin Aristo mengatakan, kondisi Bandara Temindung saat ini suduh tidak layak lagi sebab berada di tengah kota.
"Mestinya, keberadaan bandara jauh dari kota. Apalagi, sudah banyak gedung-gedung tinggi di sekitar bandara yang cukup mengganggu pandangan pilot," kata Irwin Aristo.
Pesawat Trigana Air jenis ATR 42 seri 300 dengan nomer penerbangan TGN 171 mendarat darurat Kampung Bone, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, pada Kamis,11 Februari 2010 sekitar pukul 11.39 Wita.
Pesawat dari Bandara Kalimarau, Kabupaten Berau itu mengalihkan pendaratan dari Bandara Temindung Samarinda ke Bandara Sepinggan Balikpapan akibat salah satu mesin mati.
Dua penumpang terluka pada peristiwa itu sementara 44 penumpang lainnya dan lima kru berhasil selamat.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010
Tags: