Jakarta (ANTARA News) - Pihak keluarga Raden Saleh Abdul Malik, terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Customer Management Service (CMS) Perusahaan Listrik Negara (PLN) Jawa Timur menduga ada mafia hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ayah Raden, Abdul Malik M. Aliun kepada wartawan di Jakarta, Jumat, mengaku telah terjadi penyerahan uang sekitar Rp4 miliar kepada orang yang mengetahui secara rinci kasus yang menjerat anaknya di KPK.

"Bagaimana bisa orang ini mengetahui kasus secara rinci, identitas anak saya, aset anak saya, alamat anak saya. Saya duga ada informasi dari dalam KPK," kata Abdul Malik.

Dia bercerita, anaknya yang juga Komisaris Utama PT Altelindo Karya Mandiri mengaku didatangi oleh seorang bernama Amoriza Harmonianto alias Obi.

Saat itu, Raden Saleh Abdul Malik berstatus sebagai saksi dugaan korupsi PLN Jawa Timur yang sedang ditangani KPK.

Obi mengaku bisa mengurus kasus itu sehingga Raden tidak ditetapkan sebagai tersangka. Untuk itu, menurut Abdul Malik, Obi meminta uang sebanyak Rp8 miliar.

"Obi mengaku disuruh oleh Ari Muladi," kata Abdul Malik.

Ari Muladi adalah saksi kasus dugaan percobaan penyuapan kepada pimpinan KPK dengan tersangka pengusaha Anggodo Widjojo.

Awalnya Raden menolak permintaan Obi ,namun setelah merasa khawatir, Raden memenuhi permintaan itu.

Penyerahan uang dilakukan dalam tiga tahap, yaitu Rp1 miliar pada 9 Juli 2009, Rp750 juta pada 10 Juli 2009, dan Rp2,14 miliar pada 24 Juli 2009. Sedangkan sisa uang rencanannya akan diserahkan setelah perkara itu selesai.

Beberapa bulan kemudian, Obi kembali meminta kekurangan pembayaran, namun permintaan itu ditolak karena perkara masih berjalan.

Karena permintaan tidak dipenuhi, menurut Abdul Malik, Obi mengancam Raden akan segera ditetapkan sebagai tersangka.

Tidak berselang lama, KPK memanggil Raden untuk diperiksa sebagai tersangka, bukan lagi sebagai saksi.

Panggilan itu disampaikan melalui surat panggilan bernomor Spgl-2308/23/XI/2009 tertanggal 2 November 2009. Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK, Suedi Husein.

Sehari setelah itu, Raden ditahan melalui surat peberitahuan penahanan bernomor B-116/23/11/2009 yang juga ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK, Suedi Husein.

Untuk mengurus perkara anaknya, Abdul Malik juga mengaku ditemui oleh seorang bernama Rizal dan Edy Soemarsono yang mengaku sebagai pegawai KPK.

Pertemuan yang berlangsung di salah satu pusat perbelanjaan di Cilandak, Jakarta Selatan itu diprakarsai oleh kawan Abdul Malik, yaitu Djamal Azis yang juga anggota DPR dari Fraksi Hanura.

Menurut Abdul Malik, Rizal yang diduga bekerja sebagai staf IT di KPK telah menghubungi Djamal Azis. Rizal memberitahu bahwa anak Abdul Malik sedang terjerat kasus di KPK.

"Djamal Aziz adalah taman lama pak Abdul Malik. Djamal kenal dan tahu Rizal bekerja di KPK, mereka adalah teman pengajian," kata Jufri Taufik, pengacara keluarga Abdul Malik.

Menurut Abdul Malik, Edi Soemarsono dan Rizal meminta uang Rp20 miliar untuk mengurus kasus Raden. Namun, permintaan itu tidak dipenuhi.

Abdul Malik mengaku telah melaporkan kasus itu ke petinggi di KPK, Polri, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah. Dia juga melaporkan dugaan mafia hukum itu ke Ketua Mahkamah Konstitusi, Mafud MD.

Ketua Yayasan Alumni Timur Tengah itu berharap DPR RI membentuk tim untuk mengungkap dugaan mafia hukum di KPK yang telah merugikan anaknya.

Seperti diberitakan, Ketua MK Mafud MD telah melaporkan dugaan mafia hukum di KPK kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.

Sementara itu, dalam beberapa kesempatan, pimpinan KPK mengaku belum menemukan keterkaitan antara orang yang mengaku bisa mengurus kasus dan pegawai KPK.
(F008/R009)