Dengan modal birokrasi yang kuat, Suga mengetahui tuas mana yang harus ditariknya untuk mendapatkan hasil yang ia harapkan, demikian menurut pemerintah dan sejumlah pejabat partai berkuasa Jepang yang mengenal atau bekerja bersama dia.
Namun, kebutuhan awal untuk menggabungkan dukungan berarti bahwa Suga pertama-tama akan memasang target pada kemenangan cepat dari kebijakan, yang kemudian akan memberinya modal politis untuk mengejar reformasi lebih keras.
"Dia tidak mengejar visi. Dia adalah seseorang yang ingin mencapai tujuan-tujuan kecil satu demi satu. Awalnya dia akan fokus pada tujuan pragmatis yang secara langsung berdampak pada kehidupan masyarakat," ujar analis politik, Atsuo Ito, yang juga mantan anggota partai.
Suga telah menyatakan bahwa ia kan melanjutkan strategi kebijakan "Abenomics" dari pendahulunya, Shinzo Abe, yang bertujuan untuk mengangkat Jepang dari deflasi melalui moneter dan stimulus fiskal, digabungkan dengan reformasi struktural.
Namun tak seperti Abe, rencana Suga untuk reformasi struktural akan difokuskan lebih pada langkah mendorong kompetisi daripada perubahan sosial yang mendalam.
Bagi Suga, reformasi ekonomi akan menjadi prioritas ekonomi dengan sendirinya --tak seperti Abe, yang reformasinya dibungkus menjadi agenda politik yang lebih luas.
Suga harus beraksi dengan cepat, mengingat masa jabatannya hanya berlaku selama satu tahun, kecuali jika ia meminta pemilu dini demi memenangi mandat rakyat untuk menjabat dalam periode penuh selama tiga tahun.
Itu berarti, ia pertama-tama akan mencari pencapaian cepat yang secara langsung mengalirkan dana ke rumah tangga, antara lain dengan memangkas biaya telepon genggam sekitar 40 persen, menaikkan upah minimum, dan meningkatkan pembayaran untuk menahan serangan pandemi.
"Dalam momentum ini, dia harus berfokus pada perkara jangka pendek, seperti bagaimana menstimulasi perekonomian," kata Heizo Takenaka, yang menjabat di kabinet Perdana Menteri Junichiro Koizumi 2001-2006.
Menghapuskan perlindungan dalam industri akan menjadi salah satu tujuan, bahkan jika hal itu mengganggu sebagian perusahaan Jepang.
"Memperkenalkan persaingan di antara penyedia layanan telepon genggam dapat menjadi kebijakan simbolis bagi Suga karena dia menyukai kompetisi. Dia tak suka orang dengan jaminan privilese," ujar Takenaka.
Jika berhasil, Suga dapat mengejar reformasi yang lebih berani, seperti meliberalisasi sektor medis --yang saat ini dilindungi betul, mengonsolidasi bank-bank regional yang lemah, dan mendobrak penghalang kompetisi perusahaan kecil dan menengah.
Sumber: Reuters
Baca juga: Yoshihide Suga resmi jadi PM Jepang gantikan Shinzo Abe
Baca juga: Jajak pendapat nyatakan dua pertiga publik Jepang dukung PM baru Suga