Anggota DPD dorong peningkatan kualitas buah lokal petani Bali
18 September 2020 14:55 WIB
Anggota DPD RI Made Mangku Pastika dan sejumlah narasumber dalam diskusi virtual serangkaian kunjungan kerja yang bertajuk "Implementasi Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal, Tantangan dan Peluang" (Antaranews Bali/Ni Luh Rhisma/2020)
Denpasar (ANTARA) - Anggota DPD RI Made Mangku Pastika mendorong peningkatan kualitas buah lokal yang dihasilkan para petani dari Pulau Dewata agar lebih diminati konsumen, seiring dengan implementasi Perda Provinsi Bali No 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal.
"Perda Perlindungan Buah Lokal itu dibuat karena buah lokal yang kita miliki cukup banyak, tetapi orang Bali cenderung tidak suka membelinya. Sekarang masyarakat suka membeli buah impor, tetapi sebenarnya biar kelihatan bagus saja untuk upacara," kata Pastika saat mengadakan kegiatan diskusi secara virtual di Denpasar, Jumat.
Dalam kegiatan diskusi virtual serangkaian kunjungan kerja yang bertajuk "Implementasi Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal, Tantangan dan Peluang" itu menghadirkan pembicara Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof Dr Made Supartha Utama, MSc, Ketut Siti Maryati (owner Coco Mart), Ni Wayan Djani (NCPI Bali), dan Ketua Forum Pengelolaan Pasar Desa Kota Denpasar Nyoman Suarta.
Menurut Pastika yang juga mantan Gubernur Bali dua periode itu, keanekaragaman produk pertanian dari Bali itu sebenarnya luar biasa, untuk pisang saja hingga 46 jenis. "Jadi tinggal kita pilih dan kita kembangkan yang mana," ucap pria yang juga anggota Badan Urusan Legislasi Daerah itu.
Supaya kualitas buah lokal baik, ujar Pastika, yang tidak kalah penting harus diperhatikan adalah teknologi pascapanen dan produknya supaya betul-betul dibutuhkan oleh pasar.
Apalagi, di tengah pandemi COVID-19, pertanian seharusnya bisa dilirik, khususnya oleh kalangan pariwisata yang terkena dampak pandemi paling hebat.
"Piranti hukum (terkait buah lokal-red) sebenarnya sudah lengkap, tetapi mengapa tidak berjalan dengan penuh? Apalagi, di tengah pandemi, ini kesempatan kita sebenarnya untuk kembali menanam untuk kebutuhan yang laku setidaknya untuk enam bulan ke depan," kata Pastika yang juga anggota Komite 2 DPD RI itu.
Baca juga: GGF digandeng Pemda Bali kembangan buah lokal
Baca juga: Gubernur Bali rancang festival agro tahunan
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof Dr Made Supartha Utama, MSc, mengatakan hotel, supermarket, dan restoran tentunya membutuhkan buah-buah lokal dengan kualitas yang baik.
"Namun, karena disortir untuk mendapatkan yang kualitas baik, lalu produk-produk yang sisa sortir itu siapa yang akan menanggung? Jika ditanggung petani juga, tentunya menambah beban biaya di rantai suplai produk pertanian," ucapnya pada acara yang dipandu Nyoman Baskara itu.
Prof Supartha tidak memungkiri sistem suplai pangan di Bali masih belum efektif dan efisien untuk membangun sistem pangan yang berkelanjutan.
Perda Buah Lokal dan Pergub No 99 Tahun 2019, lanjut dia, sebenarnya sangat luar biasa jika dimanfaatkan dengan baik untuk membangun sistem pangan di Bali.
"Tetapi, tentu di dalamnya membutuhkan peran pemerintah juga seperti untuk proses registrasi kebun hingga sertifikasi produk dengan sertifikat prima," ujar Prof Supartha.
Ketut Siti Maryati dari Coco Mart mengatakan pihaknya dari awal sudah memiliki komitmen untuk mengutamakan buah lokal di 120 gerai yang dimiliki. Namun, karena pandemi sekitar 40 gerai di kawasan pariwisata terpaksa ditutup sementara.
Baca juga: Buah-buahan Bali diharapkan terhidang di KTT Apec
"Kalau buah impor itu yang kami jual hanya 25 persen, itu pun yang betul-betul kita tidak punya. Bahkan, saat pariwisata masih bagus, hampir 90 persen buah yang kami jual itu buah lokal karena wisatawan mancanegara memang lebih menyukai," katanya.
Menurut Siti, kalau hasil pertanian dikelola dengan baik, kualitasnya tentu tidak kalah dengan buah impor. Seringkali petani memaksakan panennya, sehingga ketika diterima di tangan konsumen menjadi kurang sesuai harapan.
"Oleh karena itu, sangat penting juga edukasi petani terkait dengan pascapanen sehingga kualitas dan harganya bisa lebih terjaga," ucapnya sembari mengatakan pihaknya juga sudah bermitra dengan para petani di Karangasem untuk memenuhi kebutuhan buah lokal di gerainya.
Ketua Forum Pengelolaan Pasar Desa Kota Denpasar Nyoman Suwarta tidak memungkiri seringkali pedagang buah lokal juga masih mengalami kelemahan untuk memajang produknya agar terlihat menarik dan proses penyimpanan supaya tahan lama.
Baca juga: Pemerintah catat ekspor buah lokal selama pandemi meningkat tajam
Baca juga: Buleleng gandeng youtuber promosikan buah-buahan lokal
"Perda Perlindungan Buah Lokal itu dibuat karena buah lokal yang kita miliki cukup banyak, tetapi orang Bali cenderung tidak suka membelinya. Sekarang masyarakat suka membeli buah impor, tetapi sebenarnya biar kelihatan bagus saja untuk upacara," kata Pastika saat mengadakan kegiatan diskusi secara virtual di Denpasar, Jumat.
Dalam kegiatan diskusi virtual serangkaian kunjungan kerja yang bertajuk "Implementasi Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal, Tantangan dan Peluang" itu menghadirkan pembicara Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof Dr Made Supartha Utama, MSc, Ketut Siti Maryati (owner Coco Mart), Ni Wayan Djani (NCPI Bali), dan Ketua Forum Pengelolaan Pasar Desa Kota Denpasar Nyoman Suarta.
Menurut Pastika yang juga mantan Gubernur Bali dua periode itu, keanekaragaman produk pertanian dari Bali itu sebenarnya luar biasa, untuk pisang saja hingga 46 jenis. "Jadi tinggal kita pilih dan kita kembangkan yang mana," ucap pria yang juga anggota Badan Urusan Legislasi Daerah itu.
Supaya kualitas buah lokal baik, ujar Pastika, yang tidak kalah penting harus diperhatikan adalah teknologi pascapanen dan produknya supaya betul-betul dibutuhkan oleh pasar.
Apalagi, di tengah pandemi COVID-19, pertanian seharusnya bisa dilirik, khususnya oleh kalangan pariwisata yang terkena dampak pandemi paling hebat.
"Piranti hukum (terkait buah lokal-red) sebenarnya sudah lengkap, tetapi mengapa tidak berjalan dengan penuh? Apalagi, di tengah pandemi, ini kesempatan kita sebenarnya untuk kembali menanam untuk kebutuhan yang laku setidaknya untuk enam bulan ke depan," kata Pastika yang juga anggota Komite 2 DPD RI itu.
Baca juga: GGF digandeng Pemda Bali kembangan buah lokal
Baca juga: Gubernur Bali rancang festival agro tahunan
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof Dr Made Supartha Utama, MSc, mengatakan hotel, supermarket, dan restoran tentunya membutuhkan buah-buah lokal dengan kualitas yang baik.
"Namun, karena disortir untuk mendapatkan yang kualitas baik, lalu produk-produk yang sisa sortir itu siapa yang akan menanggung? Jika ditanggung petani juga, tentunya menambah beban biaya di rantai suplai produk pertanian," ucapnya pada acara yang dipandu Nyoman Baskara itu.
Prof Supartha tidak memungkiri sistem suplai pangan di Bali masih belum efektif dan efisien untuk membangun sistem pangan yang berkelanjutan.
Perda Buah Lokal dan Pergub No 99 Tahun 2019, lanjut dia, sebenarnya sangat luar biasa jika dimanfaatkan dengan baik untuk membangun sistem pangan di Bali.
"Tetapi, tentu di dalamnya membutuhkan peran pemerintah juga seperti untuk proses registrasi kebun hingga sertifikasi produk dengan sertifikat prima," ujar Prof Supartha.
Ketut Siti Maryati dari Coco Mart mengatakan pihaknya dari awal sudah memiliki komitmen untuk mengutamakan buah lokal di 120 gerai yang dimiliki. Namun, karena pandemi sekitar 40 gerai di kawasan pariwisata terpaksa ditutup sementara.
Baca juga: Buah-buahan Bali diharapkan terhidang di KTT Apec
"Kalau buah impor itu yang kami jual hanya 25 persen, itu pun yang betul-betul kita tidak punya. Bahkan, saat pariwisata masih bagus, hampir 90 persen buah yang kami jual itu buah lokal karena wisatawan mancanegara memang lebih menyukai," katanya.
Menurut Siti, kalau hasil pertanian dikelola dengan baik, kualitasnya tentu tidak kalah dengan buah impor. Seringkali petani memaksakan panennya, sehingga ketika diterima di tangan konsumen menjadi kurang sesuai harapan.
"Oleh karena itu, sangat penting juga edukasi petani terkait dengan pascapanen sehingga kualitas dan harganya bisa lebih terjaga," ucapnya sembari mengatakan pihaknya juga sudah bermitra dengan para petani di Karangasem untuk memenuhi kebutuhan buah lokal di gerainya.
Ketua Forum Pengelolaan Pasar Desa Kota Denpasar Nyoman Suwarta tidak memungkiri seringkali pedagang buah lokal juga masih mengalami kelemahan untuk memajang produknya agar terlihat menarik dan proses penyimpanan supaya tahan lama.
Baca juga: Pemerintah catat ekspor buah lokal selama pandemi meningkat tajam
Baca juga: Buleleng gandeng youtuber promosikan buah-buahan lokal
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020
Tags: