Pemerintah disarankan mendorong BWI optimalkan wakaf modern
17 September 2020 21:23 WIB
Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf dalam seminar daring yang diselenggarakan oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), bertajuk Urgensi Revisi UU Wakaf dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional Pasca-COVID-19, Kamis (17/9/2020). (ANTARA/HO)
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf menyarankan kepada Pemerintah agar mendorong Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk mengoptimalkan wakaf modern di dalam peran BWI sebagai sentral nazhir wakaf.
Bukhori menilai sebagian besar publik masih memiliki akses pengetahuan terbatas terkait wakaf, sehingga kerapkali wakaf diartikan hanya sekadar wakaf tanah atau benda yang diukur secara fisik.
"Sebenarnya wakaf juga bisa dalam bentuk jasa, wakaf intelektual, wakaf tunai, dan sebagainya. Saya pikir mindset baru inilah yang perlu dikembangkan dan dikomunikasikan dengan baik dan masif kepada khalayak agar semakin mencerdaskan publik,” ujar Bukhori dalam rilis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Bukhori menyarankan agar BWI terus dioptimalkan perannya sebagai wakil Pemerintah dalam membina para nazhir yang ada di masyarakat.
Ia mengungkapkan salah satu persoalan wakaf di Indonesia adalah perkara legalitas.
Menurut Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera itu, urgensi untuk merevisi Undang-Undang tentang Wakaf tidak akan memiliki makna signifikan ketika persoalan legalitas belum ditangani dengan tuntas.
Belum lagi, katanya pula, pengetahuan masyarakat terhadap wakaf itu dinilai menjadi sebuah kerugian bagi potensi wakaf di Indonesia.
Padahal, wakaf tidak selamanya dimaknai sebagai benda yang sifatnya tetap, akan tetapi juga menyangkut sesuatu yang bernilai.
Baca juga: Wapres dorong BWI lakukan diversifikasi harta wakaf
Masih terkait legalitas, Bukhori juga menyarankan Pemerintah selain melakukan fungsi regulasi, juga harus mengambil peran dalam menyelesaikan persoalan apabila terjadi sengketa serta membantu legalitas tanah wakaf dengan melakukan sertifikasi.
“Dari sejumlah harta wakaf yang tersebar cukup banyak di Indonesia, masih saja ditemukan harta yang belum jelas status wakafnya. Misalnya, ada yang baru ikrar wakaf, ada juga yang secara penggunaan sudah bersertifikat wakaf. Namun, dari semua temuan tersebut, jumlah yang belum memiliki legalitas wakaf terbilang masih cukup banyak,” ujar Bukhori
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Wakaf (Siwak) Kemenag luas tanah wakaf di Indonesia mencapai 51.885,48 hektare (ha). Namun, luas tanah yang sudah disertifikasi baru mencapai 19.787,65 ha dan sebanyak 32.097,83 ha belum disertifikasi.
Sementara, terkait penggunaan tanah wakaf, mayoritas digunakan untuk pembangunan masjid (44,26 persen) dan musala (28,42 persen).
Bukhori menyayangkan apabila dukungan Pemerintah dalam mengembangkan wakaf seolah setengah hati, karena Indonesia memiliki jumlah tanah wakaf yang luar biasa luas, termasuk potensi besar yang juga terdapat di dalamnya.
"Dukungan Pemerintah sangat penting. Walaupun demikian, kedudukannya bukan untuk menguasai, tetapi mengatur (regulator)," kata Bukhori pula.
Baca juga: Wapres dorong BWI kelola wakaf profesional dan kreatif
Bukhori menilai sebagian besar publik masih memiliki akses pengetahuan terbatas terkait wakaf, sehingga kerapkali wakaf diartikan hanya sekadar wakaf tanah atau benda yang diukur secara fisik.
"Sebenarnya wakaf juga bisa dalam bentuk jasa, wakaf intelektual, wakaf tunai, dan sebagainya. Saya pikir mindset baru inilah yang perlu dikembangkan dan dikomunikasikan dengan baik dan masif kepada khalayak agar semakin mencerdaskan publik,” ujar Bukhori dalam rilis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Bukhori menyarankan agar BWI terus dioptimalkan perannya sebagai wakil Pemerintah dalam membina para nazhir yang ada di masyarakat.
Ia mengungkapkan salah satu persoalan wakaf di Indonesia adalah perkara legalitas.
Menurut Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera itu, urgensi untuk merevisi Undang-Undang tentang Wakaf tidak akan memiliki makna signifikan ketika persoalan legalitas belum ditangani dengan tuntas.
Belum lagi, katanya pula, pengetahuan masyarakat terhadap wakaf itu dinilai menjadi sebuah kerugian bagi potensi wakaf di Indonesia.
Padahal, wakaf tidak selamanya dimaknai sebagai benda yang sifatnya tetap, akan tetapi juga menyangkut sesuatu yang bernilai.
Baca juga: Wapres dorong BWI lakukan diversifikasi harta wakaf
Masih terkait legalitas, Bukhori juga menyarankan Pemerintah selain melakukan fungsi regulasi, juga harus mengambil peran dalam menyelesaikan persoalan apabila terjadi sengketa serta membantu legalitas tanah wakaf dengan melakukan sertifikasi.
“Dari sejumlah harta wakaf yang tersebar cukup banyak di Indonesia, masih saja ditemukan harta yang belum jelas status wakafnya. Misalnya, ada yang baru ikrar wakaf, ada juga yang secara penggunaan sudah bersertifikat wakaf. Namun, dari semua temuan tersebut, jumlah yang belum memiliki legalitas wakaf terbilang masih cukup banyak,” ujar Bukhori
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Wakaf (Siwak) Kemenag luas tanah wakaf di Indonesia mencapai 51.885,48 hektare (ha). Namun, luas tanah yang sudah disertifikasi baru mencapai 19.787,65 ha dan sebanyak 32.097,83 ha belum disertifikasi.
Sementara, terkait penggunaan tanah wakaf, mayoritas digunakan untuk pembangunan masjid (44,26 persen) dan musala (28,42 persen).
Bukhori menyayangkan apabila dukungan Pemerintah dalam mengembangkan wakaf seolah setengah hati, karena Indonesia memiliki jumlah tanah wakaf yang luar biasa luas, termasuk potensi besar yang juga terdapat di dalamnya.
"Dukungan Pemerintah sangat penting. Walaupun demikian, kedudukannya bukan untuk menguasai, tetapi mengatur (regulator)," kata Bukhori pula.
Baca juga: Wapres dorong BWI kelola wakaf profesional dan kreatif
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020
Tags: