Semarang (ANTARA News) - Tim operasi cangkok hati RSUP dr. Kariadi Semarang menyatakan, Dewi Farida (37), ibu Bilqis Anindya Passa (bayi penderita atresia bilier kemungkinan besar akan menjadi pendonor hati bagi putrinya tersebut.

"Kami telah melakukan serangkaian pemeriksaan kesehatan terhadap Dewi dan kemungkinan besar dia positif sebagai pendonor," kata penggagas tim operasi cangkok hati RSUP dr. Kariadi Semarang, Prof. dr. AG Soemantri di Semarang, Selasa.

Menurut dia, proses pemeriksaan terhadap Dewi Farida memang belum selesai secara keseluruhan, sebab ada beberapa jenis pemeriksaan yang tidak dapat dilakukan di Indonesia. "Namun, sebagian besar sudah selesai," kata pakar darah tersebut.

Beberapa jenis pemeriksaan yang tidak dapat dilakukan di RSUP dr. Kariadi dan di Indonesia, lanjutnya, dapat diatasi dengan mengirim sampelnya ke Amerika Serikat, seperti pemeriksaan terhadap kandungan Epstein-Barr virus (EBV).

"Virus tersebut dapat memporak-porandakan kondisi pasien setelah menjalani operasi cangkok hati, karena itu harus dipastikan darah pasien dan pendonor tidak mengandung virus itu, kalau ada ya harus disembuhkan terlebih dulu," katanya.

Ia mengatakan, pihaknya tidak dapat mematikan kapan pemeriksaan terhadap kandungan virus EBV itu selesai, namun tim operasi cangkok hati RSUP dr. Kariadi terus berkoordinasi dan menanyakan perkembangan pemeriksaan itu setiap hari.

"Kami tentunya tidak akan menunggu lampiran hasil pemeriksaan itu, namun kami melakukan kontak via telepon. Kalau memang negatif mengandung virus tersebut, maka operasi cangkok hati dapat segera dilaksanakan," katanya.

Berkaitan dengan adanya perbedaan golongan darah yang dimiliki oleh Bilqis dan ibunya, ia mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan obat-obatan untuk mengantisipasi resiko penolakan yang diakibatkan perbedaan golongan darah itu.

"Secara medis, pendonor yang diambil dari orang tua kandung, terutama sang ibu memang paling tepat, sebab dia telah mengandung anak itu selama sembilan bulan dan melewati berbagai proses penyesuaian dengan kondisi anaknya," katanya.

Apabila kondisi si anak tidak cocok dengan ibunya, kata dia, tidak mungkin si anak dapat melewati berbagai proses di dalam kandungan hingga lahir dengan selamat. "Kami sudah mempersiapkan obatnya," katanya tanpa menyebut jenis obat itu.

Anggota lain tim cangkok hati RSUP dr. Kariadi Semarang, dr. Hirlan menambahkan, perbedaan golongan darah antara Bilqis dengan ibunya tidaklah terlalu besar, sebab ibunya memiliki golongan darah A, sedangkan Bilqis memiliki golongan darah AB.

"Secara teori, penggabungan golongan darah A dan AB hanya memiliki resiko penolakan sekitar separuh, padahal golongan darah merupakan salah satu pertimbangan untuk menjadi pendonor, selain kondisi kesehatan dan kecocokan jaringan," katanya.

Ia mengakui, pihaknya sempat khawatir bahwa perbedaan golongan darah itu akan memengaruhi keberhasilan operasi, namun setelah dilakukan pertimbangan, pihaknya memutuskan perbedaan golongan darah tersebut dapat diatasi dengan obat-obatan.

"Resiko penolakan akibat perbedaan golongan darah dalam operasi cangkok hati tergolong rendah dibandingkan dengan operasi lain, misalnya cangkok ginjal. Kalau cangkok ginjal, kami yakin hal itu tidak mungkin dilakukan," kata Hirlan.(ANT/A038)