Washington (ANTARA News/AFP) - Sri Lanka menghadapi kecaman tajam internasional setelah tentara menangkap calon oposisi yang kalah, hanya dua pekan setelah pemilihan umum yang sebelumnya menimbulkan harapan mengenai terbukanya lembaran baru.
Amerika Serikat menyuarakan kekhawatiran bahwa penangkapan mantan jenderal Sarath Fonseka Senin larut malam akan menambah buruk perpecahan di semenanjung tersebut, yang tahun lalu keluar dari 37 tahun perang saudara berdarah.
"Kami mengikuti situasi secara seksama dan kami memiliki keprihatinan bahwa setiap tindakan harus sejalan dengan hukum Sri Lanka," kata jurubicara Departemen Luar Negeri AS Philip Crowley di Washington.
"Ada kebutuhan yang sangat besar bagi pemerintah Sri Lanka untuk berusaha mengatasi keretakan yang ada di dalam masyarakatnya," katanya.
"Pemerintah harus sangat berhati-hati bahwa setiap tindakan yang dilakukannya dirancang guna mengobati perpecahan di dalam masyarakat Sri Lanka, bukan untuk menambah parah keadaan," kata Philip Crowley .
Media resmi Sri Lanka melaporkan Fonseka, mantan jenderal Angkatan Darat yang memimpin aksi yang menewaskan pemimpin pemberontak Macan Tamil, akan menghadapi tuntutan mengenai "pelanggaran militer" yang tak disebutkan.
Beberapa jam sebelumnya, Fonseka mengatakan ia akan bersaksi di setiap pengadilan apa pun mengenai tuduhan kejahatan perang --gagasan yang ditentang keras oleh pemerintah Presiden Mahinda Rajapakse.
Negara-negara Barat telah menyampaikan harapan terselubung mengenai peningkatan hubungan dengan Sri Lanka setelah pemilihan umum 26 Januari. Itu adalah pemungutan suara pertama sejak dikalahkanya Macan Tamil, yang mengobarkan perang bagi negara terpisah buat suku minoritas Tamil.
Rajapakse dan Fonseka telah mengklaim prestasi dalam mengalahkan Macan Tamil. Namun Fonseka secara khusus mengulurkan tangan kepada pemilih Tamil dengan harapan mereka dapat mendorongnya ke tampuk pimpinan antara dua anggota masyarakat mayoritas Sinhala.
"Apa pun yang dilakukan pemerintah memiliki dampak mengenai bagaimana lembaga demokrasi diterima pada masa depan," kata Crowley.
"Itu adalah tindakan yang tak biasa untuk langsung mencampuri pemilihan umum," kata Crowley mengenai penangkapan tersebut.
Fonseka memiliki izin tinggal AS, kendati para pejabat mengatakan itu tak mempengaruhi perlakuan mereka terhadap dia.
Seorang pejabat lain di Washington mengatakan beberapa diplomat AS telah bekerja di belakang layar untuk mendorong Rajapakse agar berhati-hati, dan memperingatkan bahwa penangkapan Fonseka tanpa dasar hukum akan memiliki dampak serius pada hubungan mereka.
Pada Jumat, beberapa diplomat mengatakan Uni Eropa telah memutuskan untuk menangguhkan status perdagangan pilihan bagi Sri Lanka --satu sumber utama garmen-- akibat catatan hak asasi manusianya.
Kondisi masyarakat Tamil telah mendorong Barat mengambil langkah yang lebih keras terhadap Sri Lanka, sehingga pemerintah Rajapakse kiang berpaling ke negara-negara seperti China dan Iran untuk memperoleh dukungan.
Seorang pemimpin masyarakat di Kanada, yang memiliki masyarakat Tamil yang secara politik aktif, berharap penangkapan Fonseka akan mengarah kepada tekanan baru atas Sri Lanka.
"Jika mereka dapat menyeret ke pengadilan seorang jenderal yang mengantungi sebanyak 40 persen suara dalam pemilihan presiden, itu berarti mereka dapat melakukan apa saja terhadap seorang warga Tamil," kata David Poopalapillai, jurubicara nasional bagi Kongres Tamil Kanada.
"Pendekatan dengan cara mengulurkan ancaman dan imbalan yang telah diikuti oleh masyarakat internasional harus diakhiri," katanya. "Sudah tiba waktunya untuk bersikap keras atas negara ini dan memberlakukan sanksi ekonomi serta diplomatik."
Amnesty International menyatakan pemilihan umum tersebut telah menawarkan Rajapakse peluang untuk meningkatkan hak asasi manusia.
"Dia malah memperlihatkan sikap yang kian tak bertoleransi terhadap keritikan," kata Sam Zarifi, Direktur Wilayah Asia Pasifik Amnesty International. (C003/K004)
Sri Lanka Dikecam Akibat Penangkapan Fonseka
9 Februari 2010 07:01 WIB
Sri Lanka (ANTARA/Grafis/Ardika)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010
Tags: