Jakarta (ANTARA News) - Sekjen Presidium Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) Cokro Wibowo, Sabtu, menyatakan kekhawatirannya bahwa implementasi China ASEAN Free Trade Area (CAFTA) mengancam industri rakyat.
"Ini problem serius dan perlu mendapat penanganan khusus. Kita jangan hanya terpaku kepada persoalan penyelamatan sebuah bank kecil sekaliber Bank Century, sementara industri rakyat terabaikan dan terancam mati serta berdampak sistemik pada deindustrialisasi Indonesia," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Dia menilai, industri rakyat sama sekali belum siap menghadapi pemberlakuan kawasan pedagangan bebas. "CAFTA atau Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN dengan Tiongkok ini, menurut kami bakal mengakibatkan proses deindustrialisasi secara sistematis."
Dia juga mengkhawatirkan, pemutusan hubungan kerja yang akan melonjakkan ketiadaan lapangan usaha di kalangan rakyat jelata.
"Orang banyak kan tahu, barang-barang produk negeri Tiongkok itu murah dan sejak sebelum berlakunya AC-FTA saja sudah membanjiri kampung-kampung kita. Apa ini bukan ancaman," tanyanya.
GMNI, demikian Cokro, meminta Kementerian Perdagangan dan DPR mengambil langkah-langkah pengkajian serta proaktif menghadapi implementasi kerjasama perdagangan bebas itu, demi penegakkan kedaulatan ekonomi nasional.
Sementara anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi, berpendapat, penanganan yang keliru dalam implementasi kerjasama perdagangan bebas bisa berdampak buruk kepada pertumbuhan ekonomi serta keadilan perekonomian rakyat.
"Bagi saya, CAFTA merupakan persoalan yang bagaikan bom atom. Lihat saja, ini pasti akan jadi masalah serius di kemudian hari. Ini seperti bom waktu saja," kata politisi muda ini.
Dia meminta Indonesia menseriusi masalah ini dengan sangat dan merenegosiasikan detil kerjasama, bahkan menghentikan atau menunda materi-materi yang bakal mengancam kedaulatan ekonomi nasional.
M036/A027/AR09
CAFTA Membuat Industri Rakyat Gulung Tikar
6 Februari 2010 10:25 WIB
(ANTARA/Puspa Perwitasari)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010
Tags: