Luhut bidik potensi ekspor ke China tahun depan
15 September 2020 15:58 WIB
Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan menghadiri sarasehan virtual 100 ekonom yang diadakan oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pada Selasa (15/9/2020). ANTARA/Biro Komunikasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi/pri.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membidik potensi ekspor ke China pada tahun depan menyusul rencana negara tirai bambu itu untuk menggelontorkan stimulus ekonomi sebesar 500 miliar dolar AS guna mendongkrak ekonomi.
"Tahun depan China beri stimulus untuk ekonomi dia. Apa dampaknya buat kita? Ini peluang ekspor kita. Makanya kita genjot sekarang ini untuk memperbaiki produk kita yang bisa diekspor ke dia (China)," katanya dalam diskusi Sarasehan 100 Ekonom yang digelar secara daring, Selasa.
Baca juga: Kemenperin pacu Industri baja untuk dongkrak ekspor
Upaya memperbaiki produk yang dimaksud Luhut yakni dengan mendorong hilirisasi yang penting untuk
yang menciptakan nilai tambah dalam transformasi ekonomi Indonesia.
"Hilirisasi ini punya peran penting karena memberi nilai tambah yang sangat bagus, mulai dari pajak, pendidikan, hingga potensi UMKM. Kita kan tidak mau terus-terusan mengandalkan komoditas," katanya.
Baca juga: Kemenperin lepas ekspor 1.200 ton baja ke Pakistan
Luhut mengatakan pemerintah pun menargetkan untuk bisa mendorong ekspor besi dan baja menjadi sekitar 13-35 juta dolar AS pada tahun depan. Sementara pada tahun ini, total ekspor besi dan baja ditargetkan mencapai sekitar 10 juta dolar AS.
"Target kita tadinya tahun ini 13 miliar dolar AS tapi karena Covid terjadi juga penundaan. Tahun depan, kami sudah targetkan 13-15 miliar dolar AS dan pada tahun 2004 itu akan 30 miliar dolar AS. Itu belum termasuk lithium battery," katanya.
Baca juga: Luhut mau minta tambahan 20 juta dosis vaksin dari UEA
Meski akan mendongkrak ekspor, Luhut menambahkan volumenya akan terlebih dahulu mengutamakan kebutuhan dalam negeri.
Luhut menambahkan pemerintah saat ini terus mendorong hilirisasi untuk menambah nilai tambah ekspor. Hal itu dilakukan agar Indonesia tidak lagi mengekspor material mentah yang tidak memiliki nilai tambah.
"Kami membandingkan dari tahun ke tahun membaik, value added dari nikel ore (yang diolah) jauh lebih tinggi dari 40-50 tahun kendaraan Jepang roda empat atau roda dua yang ada di Indonesia. Ini fakta yang ada sekarang ini," katanya.
Baca juga: Kemenperin genjot peran industri smelter nikel
Dalam catatan Kemenko Maritim dan Investasi, selama periode 2014-2019, ekspor besi dan baja di luar kendaraan telah meningkat dari angka 1,1 miliar dolar AS menjadi 7,4 miliar dolar AS.
Pengolahan bijih nikel ke stainless steel slab juga memberikan nilai tambah secara signifikan. Dari 612 juta dolar AS menjadi 6,24 miliar dolar AS, atau meningkat 10 kali lipat.
"Tahun depan China beri stimulus untuk ekonomi dia. Apa dampaknya buat kita? Ini peluang ekspor kita. Makanya kita genjot sekarang ini untuk memperbaiki produk kita yang bisa diekspor ke dia (China)," katanya dalam diskusi Sarasehan 100 Ekonom yang digelar secara daring, Selasa.
Baca juga: Kemenperin pacu Industri baja untuk dongkrak ekspor
Upaya memperbaiki produk yang dimaksud Luhut yakni dengan mendorong hilirisasi yang penting untuk
yang menciptakan nilai tambah dalam transformasi ekonomi Indonesia.
"Hilirisasi ini punya peran penting karena memberi nilai tambah yang sangat bagus, mulai dari pajak, pendidikan, hingga potensi UMKM. Kita kan tidak mau terus-terusan mengandalkan komoditas," katanya.
Baca juga: Kemenperin lepas ekspor 1.200 ton baja ke Pakistan
Luhut mengatakan pemerintah pun menargetkan untuk bisa mendorong ekspor besi dan baja menjadi sekitar 13-35 juta dolar AS pada tahun depan. Sementara pada tahun ini, total ekspor besi dan baja ditargetkan mencapai sekitar 10 juta dolar AS.
"Target kita tadinya tahun ini 13 miliar dolar AS tapi karena Covid terjadi juga penundaan. Tahun depan, kami sudah targetkan 13-15 miliar dolar AS dan pada tahun 2004 itu akan 30 miliar dolar AS. Itu belum termasuk lithium battery," katanya.
Baca juga: Luhut mau minta tambahan 20 juta dosis vaksin dari UEA
Meski akan mendongkrak ekspor, Luhut menambahkan volumenya akan terlebih dahulu mengutamakan kebutuhan dalam negeri.
Luhut menambahkan pemerintah saat ini terus mendorong hilirisasi untuk menambah nilai tambah ekspor. Hal itu dilakukan agar Indonesia tidak lagi mengekspor material mentah yang tidak memiliki nilai tambah.
"Kami membandingkan dari tahun ke tahun membaik, value added dari nikel ore (yang diolah) jauh lebih tinggi dari 40-50 tahun kendaraan Jepang roda empat atau roda dua yang ada di Indonesia. Ini fakta yang ada sekarang ini," katanya.
Baca juga: Kemenperin genjot peran industri smelter nikel
Dalam catatan Kemenko Maritim dan Investasi, selama periode 2014-2019, ekspor besi dan baja di luar kendaraan telah meningkat dari angka 1,1 miliar dolar AS menjadi 7,4 miliar dolar AS.
Pengolahan bijih nikel ke stainless steel slab juga memberikan nilai tambah secara signifikan. Dari 612 juta dolar AS menjadi 6,24 miliar dolar AS, atau meningkat 10 kali lipat.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020
Tags: