Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha membantah isu perombakan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua yang akan dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, Julian juga membantah isu rencana pertemuan partai koalisi untuk membicarakan negosiasi perombakan kabinet.

"Tidak ada rencana pertemuan koalisi, tidak benar itu," ujarnya.

Menurut Julian, sama sekali tidak ada wacana perombakan kabinet dari Presiden Yudhoyono sebagai alat negosiasi untuk meredam kesimpulan panitia khusus hak angket Bank Century.

"Tidak ada pikiran seperti itu. Sama sekali tidak ada negosiasi sama sekali. Terlalu jauh itu. Ini interpretasi yang berkembang sedemikian rupa, sebenarnya itu tidak berdasarkan fakta atau kebenaran," tuturnya.

Setelah periode 100 hari pertama pemerintah terlewati, Julian mengatakan, sampai saat ini tidak ada arahan dari Presiden Yudhoyono untuk merombak Kabinet Indonesia Bersatu Kedua.

Meski demikian, lanjut dia, sesuai dengan hak prerogatif di tangan Presiden, maka hanya Presiden Yudhoyono sendiri yang dapat memastikan apakah akan terjadi perombakan kabinet atau tidak.

"Dalam arti kabinet, reshuffle kan berdasarkan hak prerogatif Presiden. Jadi hanya Presiden yang bisa memastikan akan perlu reshuffle atau tidak. Tapi sejauh ini tidak pernah ada arahan beliau mengenai perlunya reshuffle sampai hari ini," jelas Julian.

Julian memilih tidak mengomentari isu di luar pemerintah tentang akan terjadi perombakan kabinet dengan berbagai alasan. Menurut dia, orang luar pemerintah bisa saja menginterpretasikan sendiri bahwa Presiden Yudhoyono memang akan melakukan perombakan kabinet.

"Yang jelas, sampai hari ini tidak ada reshufle yang dibicarakan di dalam," ujarnya.

Namun, Julian mengatakan, Presiden Yudhoyono pasti siap menyerahkan kepada mekanisme hukum yang berlaku apabila nantinya ada menteri-menteri dalam kabinetnya yang mengalami masalah hukum.

Presiden Yudhoyono, lanjut dia, tidak akan memberikan perlakuan istimewa kepada bawahannya yang memiliki masalah hukum.

"Kalau seandainya sudah terbukti bersalah tentu akan diproses sesuai hukum yang berlaku, tanpa kecuali siapa pun. Jadi tidak benar kalau ada kekebalan hukum yang diberikan oleh Presiden. Presiden menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme hukum yang berlaku," demikian Julian.(D013/A024)