Jakarta (ANTARA News) - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengingatkan pemerintah untuk tetap mengenakan bea masuk (BM) terhadap berbagai produk China walaupun Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (CAFTA) mulai diterapkan sejak 1 Januari 2010.

"Pemerintah harus tetap mengenakan bea masuk terhadap barang-barang China yang masuk ke sini terutama untuk melindungi barang sejenis yang sudah diproduksi di tanah air," kata Ketua Umum GINSI Amirudin Saud kepada ANTARA di Jakarta, Jumat pagi.

Amirudin Saud mengemukakan hal itu ketika ditanya tentang perkembangan penerapan CAFTA yang sudah memasuki bulan kedua.

Ia menyebutkan pemerintah Indonesia mempunyai hak atau kewenangan untuk menerapkan bea masuk terhadap produk-produk China dalam rangka memberikan proteksi terhadap industri dalam negeri. Ia mengingatkan pemerintah bahwa akibat mulai "membanjirnya" produk-produk China maka industri tekstil dan garmen, sepatu serta elektronika mulai dibayang-bayangi oleh pemutusan hubungan kerja (phk) massal..

"Penerapan bea masuk nol persen jangan diberlakukan terhadap semua jenis barang dari China," kata Amirudin yang sudah lebih dari 20 tahun memimpin GINSI. Pemerintah berhak mengenakan bea masuk terhadap produk-produk China berapa pun besarnya guna melindungi barang sejenis hasil produksi dalam negeri.

Ia menyebutkan terhadap barang-barang China yang bebas bea masuk tersebut atau nol persen tersebut, paling-paling hanya dikenakan pajak pertambahan nilai atau PPN.

Ia mengatakan dengan diterapkannya CAFTA maka masyarakat atau konsumen di tanah air memang bisa mendapat barang-barang impor yang harganya lebih murah atau di bawah harga barang sejenis buatan lokal.
(A011/B010)