Uni Eropa dan China sepakati perjanjian perlindungan pangan ekspor
14 September 2020 17:46 WIB
Staf administrasi regulasi pasar memeriksa daging di sebuah pasar di Distrik Haidian, Beijing, ibu kota China, Rabu (17/6/2020). Staf Regulasi Pasar Biro Kota Beijing dan biro regulasi pasar di Distrik Haidian memeriksa saluran pasokan serta situasi disinfeksi pasar dan restoran di distrik tersebut sebagai langkah untuk memastikan keamanan pangan bagi warga setempat. ANTARA FOTO/Xinhua-Ren Chao/hp.
Brussels (ANTARA) - Uni Eropa dan China menandatangani sebuah kesepakatan, Senin, terkait perlindungan bagi produk pangan ekspor, mulai dari keju feta hingga pasta cabai Pixian, menjelang diskusi perdagangan, perubahan iklim, dan hak asasi manusia oleh kedua belah pihak.
Keduanya akan menghormati daftar 100 makanan-minuman regional Eropa, juga 100 makanan-minuman China, misalnya China yang hanya akan mengizinkan sampanye dari wilayah Prancis sebagai minuman fermentasi anggur.
Kesepakatan ini akan diperluas juga produk cava--minuman anggur dari Spanyol, wiski Irlandia, keju feta Yunani dan ham kering dari Parma Italia, juga pasta cabai Pixian, teh putih Anji, dan beras Panjin dari China.
Baca juga: Sepertiga makanan di China berlebihan dalam kadar alumunium
Baca juga: Amankan Pasokan Pangan, China Akan Beli Lahan di LN
China adalah pasar ketiga terbesar bagi produk agrikultur Uni Eropa dan produk makanan pada 2019, dengan penjualan sebesar 14,5 miliar euro (setara Rp257 triliun).
Perjanjian baru ini menjadi keberhasilan dagang bagi Eropa, selagi produsen Amerika Serikat, Australia, atau Selandia Baru tidak akan lagi dapat menggunakan produk dalam daftar tersebut untuk ekspor ke China, meskipun ada periode transisi untuk sejumlah produk keju.
Sementara itu, Presiden China Xi Jinping dan Kanselir Jerman Angela Merkel serta pimpinan eksekutif dan ketua Uni Eropa akan menggelar perbincangan mengenai perpajakan dalam pertemuan yang semestinya telah digelar di Leipzig, Jerman, dengan kehadiran para pemimpin negara Uni Eropa.
Sikap Eropa mengeras terhadap China atas perkara wabah virus corona, yang diyakini berasal dari China, juga soal undang-undang keamanan nasional di Hong Kong--yang dikritik karena dianggap merusak hak dasar masyarakatnya.
Di sisi lain, Uni Eropa menyasar komitmen yang lebih kuat dari China mengenai perubahan iklim, mengingat China merupakan penyumbang polusi terbesar dunia.
Kedua belah pihak juga tengah berupaya untuk mengamankan sebuah perjanjian investasi hingga akhir tahun ini, untuk memberikan akses luas bagi negara Eropa pada pasar China serta untuk mencegah Uni Eropa meningkatkan pertahanan perdagangan.
Sumber: Reuters
Baca juga: China desak produsen pangan lanjutkan produksi di tengah wabah corona
Baca juga: Banjir picu keprihatinan mengenai keamanan pangan di China
Keduanya akan menghormati daftar 100 makanan-minuman regional Eropa, juga 100 makanan-minuman China, misalnya China yang hanya akan mengizinkan sampanye dari wilayah Prancis sebagai minuman fermentasi anggur.
Kesepakatan ini akan diperluas juga produk cava--minuman anggur dari Spanyol, wiski Irlandia, keju feta Yunani dan ham kering dari Parma Italia, juga pasta cabai Pixian, teh putih Anji, dan beras Panjin dari China.
Baca juga: Sepertiga makanan di China berlebihan dalam kadar alumunium
Baca juga: Amankan Pasokan Pangan, China Akan Beli Lahan di LN
China adalah pasar ketiga terbesar bagi produk agrikultur Uni Eropa dan produk makanan pada 2019, dengan penjualan sebesar 14,5 miliar euro (setara Rp257 triliun).
Perjanjian baru ini menjadi keberhasilan dagang bagi Eropa, selagi produsen Amerika Serikat, Australia, atau Selandia Baru tidak akan lagi dapat menggunakan produk dalam daftar tersebut untuk ekspor ke China, meskipun ada periode transisi untuk sejumlah produk keju.
Sementara itu, Presiden China Xi Jinping dan Kanselir Jerman Angela Merkel serta pimpinan eksekutif dan ketua Uni Eropa akan menggelar perbincangan mengenai perpajakan dalam pertemuan yang semestinya telah digelar di Leipzig, Jerman, dengan kehadiran para pemimpin negara Uni Eropa.
Sikap Eropa mengeras terhadap China atas perkara wabah virus corona, yang diyakini berasal dari China, juga soal undang-undang keamanan nasional di Hong Kong--yang dikritik karena dianggap merusak hak dasar masyarakatnya.
Di sisi lain, Uni Eropa menyasar komitmen yang lebih kuat dari China mengenai perubahan iklim, mengingat China merupakan penyumbang polusi terbesar dunia.
Kedua belah pihak juga tengah berupaya untuk mengamankan sebuah perjanjian investasi hingga akhir tahun ini, untuk memberikan akses luas bagi negara Eropa pada pasar China serta untuk mencegah Uni Eropa meningkatkan pertahanan perdagangan.
Sumber: Reuters
Baca juga: China desak produsen pangan lanjutkan produksi di tengah wabah corona
Baca juga: Banjir picu keprihatinan mengenai keamanan pangan di China
Penerjemah: Suwanti
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: