Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengandalkan Perda Nomor 7/2020 dan Pergub Nomor 50/2020 untuk mencegah munculnya klaster baru COVID-19 di tengah momentum pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

"Insya Allah, kami akan tegas ke depannya, secara teknis (penegakan hukum) di lapangan akan mengacu pada perda dan pergub yang ada," kata Wakil Gubernur NTB Hj Sitti Rohmi Djalilah di Mataram, Senin.

Pernyataan itu disampaikan Wagub NTB usai Rapat Koordinasi Penegakan Hukum Protokol Kesehatan COVID-19 pada Tahapan Pilkada Serentak 2020 bersama pejabat forkopimda dan penyelenggara Pilkada di Mapolda NTB.

Namun sebelum adanya penindakan di lapangan, pemerintah telah menyusun strategi pencegahan munculnya klaster baru COVID-19 di tengah ajang pesta demokrasi kepala daerah di NTB.

Baca juga: Megawati instruksikan calon kepala daerah patuhi kebijakan Covid-19

Rencananya pada Kamis, 17 September 2020, pemerintah akan mengundang seluruh bakal pasangan calon (bapaslon) yang berkontestasi pada ajang pilkada di tujuh kabupaten/kota di NTB, untuk mendeklarasikan komitmennya dalam mencegah penularan COVID-19.

"Dalam giat itu, seluruh bapaslon harus menyetujui, harus berjanji untuk mengantisipasi penularan COVID-19. Kalau itu bisa dijaga, pastinya Pilkada tahun ini bisa berlangsung dengan aman, tertib, masyarakat tetap produktif, dan tidak ada lonjakan (pasien COVID-19)," ujarnya.

Senada dengan Wagub NTB, Kapolda NTB Irjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan dengan terbitnya Perda NTB Nomor 7/2020 dan Pergub NTB Nomor 50/2020, Polri bersama TNI akan lebih sigap dalam membantu pemerintah dan penyelenggara Pilkada Serentak 2020 mencegah munculnya korban COVID-19.

"Perda hari ini mulai diberlakukan, informasinya penerapan sanksi sosial dan denda administratif sudah diberikan. Aturan-aturan ini yang nantinya akan menjadi dasar kami di lapangan," kata Iqbal.

Baca juga: Kemendagri pantau sosialisasi PKPU Protkes COVID Pilkada di 270 daerah

Bahkan pihaknya dikatakan akan berlaku tegas di lapangan. Bila ada warga yang terpapar COVID-19, kemudian ikut serta dalam kegiatan Pilkada, Polri akan terapkan pidana.

"Misal ada dua, tiga orang yang mengetahui dirinya positif dan sengaja hadir di situ (kegiatan Pilkada), kita akan pidanakan, selain perda, pergub, banyak perangkat hukum lainnya yang bisa kita gunakan," ujarnya.

Lebih lanjut, Iqbal berharap kepada masyarakat agar melihat penerapan sanksi dan denda administratif atau pun pidanar ini dari segi positif, yakni mencegah munculnya korban baru di tengah masa Pilkada Serentak 2020.

"Jangan kita lihat masalah pemidanaannya, dendanya, tapi lihat manfaatnya, spirit TNI, Polri dan pemerintah untuk mencegah, menyelamatkan rakyatnya dari ancaman COVID-19," ucap dia.

Perda Nomor 7/2020 tentang Penanggulangan Penyakit Menular yang diundangkan pada 28 Agustus 2020, jelasnya, merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang peningkatan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19.

Untuk penerapan sanksinya, Pemprov NTB telah mengeluarkan Pergub NTB Nomor 50/2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian COVID-1, pada 7 September 2020.

Dalam aturan turunan tersebut, penerapan sanksi dibagi menjadi empat kategori pelanggar. Mulai dari perorangan, ASN, penyelenggara kegiatan, dan pengelola atau penanggung jawab tempat usaha/kerja/ibadah. Aturan tersebut diuraikan dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 Pergub NTB Nomor 50/2020.

Denda administratif yang diterapkan bagi pelanggar juga berbeda-beda. Untuk perorangan yang tidak mengenakan masker Rp100 ribu; aparatur sipil negara (ASN) Rp200 ribu; penyelenggara kegiatan Rp250 ribu; dan pengelola atau penanggung jawab tempat usaha/kerja/ibadah Rp400 ribu.

Selain denda administratif ada sanksi sosial juga untuk para pelanggar. Bagi perorangan yang melanggar, dikenakan hukuman disiplin atau kerja bhakti sosial membersihkan ruas jalan/selokan/tempat umum/fasilitas umum dengan mengenakan atribut khusus yang diberikan petugas.

Sedangkan untuk penyelenggara kegiatan, sanksinya berupa pembubaran atau penghentian kegiatan. Untuk pengelola atau penanggung jawab tempat usaha/kerja/ibadah yang tidak mematuhi ketentuan wajib melaksanakan protokol COVID-19, tempat kegiatannya akan ditutup.

Namun sanksi tersebut berlaku apabila pihak penyelenggara maupun pengelola tempat usaha tidak mengindahkan surat teguran yang dilayangkan penyelenggara Pilkada maupun Pemprov NTB melalui satpol-pp sebagai pelaksana perda dan pergub.

Baca juga: Komnas HAM usul tahapan pilkada serentak ditunda