Pengamat medsos: Siapapun bisa jadi influencer protokol COVID-19
13 September 2020 21:15 WIB
Pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria, dalam diskusi daring "Jadi Influencer di Era Masker", Minggu (13/9/2020). (Istimewa)
Jakarta (ANTARA) - Pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria mengatakan siapapun bisa menjadi influencer untuk mempromosikan protokol kesehatan COVID-19 tanpa harus memiliki follower (pengikut) yang banyak.
"Kita semua influencer," kata Hariqo dalam diskusi daring "Jadi Influencer di Era Masker", Minggu.
Baca juga: OJK: Waspadai investasi ilegal yang menggunakan "influencer"
Ia mengatakan istilah influencer saat ini lebih banyak lekat dengan tokoh pemengaruh di media sosial dengan jumlah follower berjibun. Padahal, jika dikembalikan ke makna asalnya sejatinya siapapun bisa menjadi influencer.
Penulis buku "Seni Mengelola Tim Media Sosial" itu mencontohkan sejumlah tokoh yang telah meninggal, seperti nabi, presiden dan lainnya mereka memiliki pengaruh meski tidak hidup di era media sosial.
Sejatinya, kata dia, tokoh seperti nabi telah memiliki pengaruh besar tanpa perlu pengakuan jumlah follower di media sosial. Dengan kata lain, di masa medsos saat ini siapapun tidak perlu merasa rendah diri untuk memberi pengaruh baik meski tidak tenar di media sosial.
"Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan konten," kata Hariqo.
Ia menegaskan pentingnya di masa kini siapapun tidak boleh mengerdilkan diri sendiri untuk mengisi media sosial dengan konten positif seperti mempromosikan protokol kesehatan COVID-19.
Baca juga: Pranata humas diharapkan jadi "influencer" pemerintah
Baca juga: KPK cermati anggaran Rp90,45 miliar untuk "influencer"
Ia memberi contoh terkini terdapat orang yang tidak terkenal di media sosial, tetapi memiliki pengaruh dan manfaat yang besar seperti Dokter Andani dan Nurhayati Subakat (pendiri Wardah Cosmetics).
Dokter Andani, kata dia, mampu menjadi influencer dengan caranya sendiri. Dokter asal Sumatera Barat itu dikenal karena mengeluarkan Rp850 juta dari uang pribadinya demi membangun Laboratorium COVID-19 dan layanan tes usap gratis.
Sedangkan Nurhayati, lanjut dia, adalah pengusaha yang lewat unit usahanya menyumbang Rp40 miliar di awal COVID-19 untuk pembelian alat pengaman diri (APD).
Hariqo mendorong generasi muda jangan berkecil hati dengan jumlah follower di media sosialnya masing-masing. Karena hal yang lebih penting adalah terus berkarya dan memberi pengaruh baik sekecil apapun.
Tidak kalah penting, kata Hariqo, adalah perlunya menggunakan media sosial dengan bijak, sehingga tetap produktif dan tidak larut menghabiskan waktu di medsos secara berlebihan.
Baca juga: Wakapolri minta Influencer ikut bantu cegah penularan COVID-19
"Kita semua influencer," kata Hariqo dalam diskusi daring "Jadi Influencer di Era Masker", Minggu.
Baca juga: OJK: Waspadai investasi ilegal yang menggunakan "influencer"
Ia mengatakan istilah influencer saat ini lebih banyak lekat dengan tokoh pemengaruh di media sosial dengan jumlah follower berjibun. Padahal, jika dikembalikan ke makna asalnya sejatinya siapapun bisa menjadi influencer.
Penulis buku "Seni Mengelola Tim Media Sosial" itu mencontohkan sejumlah tokoh yang telah meninggal, seperti nabi, presiden dan lainnya mereka memiliki pengaruh meski tidak hidup di era media sosial.
Sejatinya, kata dia, tokoh seperti nabi telah memiliki pengaruh besar tanpa perlu pengakuan jumlah follower di media sosial. Dengan kata lain, di masa medsos saat ini siapapun tidak perlu merasa rendah diri untuk memberi pengaruh baik meski tidak tenar di media sosial.
"Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan konten," kata Hariqo.
Ia menegaskan pentingnya di masa kini siapapun tidak boleh mengerdilkan diri sendiri untuk mengisi media sosial dengan konten positif seperti mempromosikan protokol kesehatan COVID-19.
Baca juga: Pranata humas diharapkan jadi "influencer" pemerintah
Baca juga: KPK cermati anggaran Rp90,45 miliar untuk "influencer"
Ia memberi contoh terkini terdapat orang yang tidak terkenal di media sosial, tetapi memiliki pengaruh dan manfaat yang besar seperti Dokter Andani dan Nurhayati Subakat (pendiri Wardah Cosmetics).
Dokter Andani, kata dia, mampu menjadi influencer dengan caranya sendiri. Dokter asal Sumatera Barat itu dikenal karena mengeluarkan Rp850 juta dari uang pribadinya demi membangun Laboratorium COVID-19 dan layanan tes usap gratis.
Sedangkan Nurhayati, lanjut dia, adalah pengusaha yang lewat unit usahanya menyumbang Rp40 miliar di awal COVID-19 untuk pembelian alat pengaman diri (APD).
Hariqo mendorong generasi muda jangan berkecil hati dengan jumlah follower di media sosialnya masing-masing. Karena hal yang lebih penting adalah terus berkarya dan memberi pengaruh baik sekecil apapun.
Tidak kalah penting, kata Hariqo, adalah perlunya menggunakan media sosial dengan bijak, sehingga tetap produktif dan tidak larut menghabiskan waktu di medsos secara berlebihan.
Baca juga: Wakapolri minta Influencer ikut bantu cegah penularan COVID-19
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020
Tags: