Jakarta (ANTARA News) - Warta seksi seputar petualangan seks berbalut perselingkuhan di jantung Liga Primer menohok relung hati kapten Chelsea JohnTerry.

Bukan lagi sebatas berada di ujung tanduk, kapten timnas Inggris ini berhadapan dengan pertanyaan plus penghakiman: pemakzulan!

Tinggal menghitung hari. Akankah John Terry dimakzulkan oleh dorongan nurani publik Inggris? Bisa ya, bisa tidak, karena ulah syahwat John Terry telah merobek moralitas seksual, meski "semuanya itu menyentuh urusan pribadi" dengan merujuk pernyataan pelatih Chelsea, Carlo Ancelotti. Titelnya: skandal perselingkuhan Terry.

Di lapangan hijau, Terry mencetak gol penentu kemenangan timnya 2-1 saat Chelsea menjalani laga tandang ke Turf Moor, markas Burnley, Sabtu lalu (30/1). Bayarannya lunas, karena penggila The Blues mengumbar selebrasi meski ujungnya-ujungnya mengidap amnesia. Mengapa?

Benak publik terkoyak dengan perilaku pemain berusia 29 tahun itu. Apa kata dunia, punya kapten timnas yang berperangai buruk? No way, kata publik Inggris. Sosok Terry divonis tak punya hati ketika dengan terang benderang menjalin hubungan intim dengan bekas pasangan sahabatnya di skuad "Three Lions", Wayne Bridge. Busyeeet, segitunya....

Biang pemberitaannya, seorang perempuan model pakaian dalam asal Prancis, Vanessa Perroncel. Dari hubungannya dengan Bridge, Vanessa memiliki seorang buah hati, seorang anak lelaki. Ketika mereguk piala "affair"-nya dengan Terry, perempuan yang sama itu terpaksa menempuh jalan aborsi.

Di seberang sana, bahtera perkawinan Terry berujung karam. Istrinya, Toni Poole yang telah memberinya dua orang anak kembar itu, tidak menerima perlakuan "habis manis sepah dibuang".

Ujaran romantisnya, hati perempuan mana yang rela diduakan, karena muara perkawinan adalah kesetiaan dengan mengusung janji di altar perkawinan, bahwa hanya kematian yang memisahkan.

Pada awalnya, bola liar perselingkuhan Terry terendus media Inggris. Terry bereaksi. Secepat kilat, ia memperoleh surat dari pengadilan yang memungkinkannya mendaulat media untuk tidak menyebarluaskan berita seputar gonjang-ganjing kehidupan pribadinya. Rolet kehidupan berputar ke arah kebenaran.

Pengadilan menganulir surat tersebut, dengan menyandarkan diri kepada argumentasi bahwa Terry merupakan kapten timnas Inggris dan ulahnya bukan tidak mungkin memantik perilaku buruk bagi prestise dan prestasi timnas serta publik Inggris pada akhirnya.

Dalam hal ini, rahasia pribadi tak bisa dilindungi. Pucuk dicinta ulam tiba. Media berbondong-bondong mengekspose skandal Terry sebagai berita utama. Seperti biasa, media Inggris tampil garang, siap menerkam dan memangsa siapa saja, apalagi menyentuh moralitas seksual di altar bola.

Media berpegangan kepada peribahasa Latin, "suppressio veri suggestio falsi" (menekan sebuah kebenaran adalah saran palsu). Taruhannya bukan main-main: kebenaran.

Sebagai sohib, Wayne Bridge ogah berkomentar soal perselingkuhan Terry dan Vanessa. "Perhatian utamaku adalah kesejahteraan anakku. Karenanya, aku tak akan memberikan komentar mengenai pemberitaan ini, baik sekarang atau pun di masa depan," kata Bridge. Hatinya galau.

Menurut media-media Inggris, Poole sedang menyiapkan serangan balik dengan menyiapkan gugatan cerai. Sebagaimana layaknya paduan suara di katedral bola, masyarakat Inggris mendaulat pelatih timnas Inggris, Fabio Capello untuk mencabut ban kapten dari tangan Terry. Disebut-sebut, keutuhan timnas Inggris terancam bangkrut, karena Bridge ogah satu tim dengan Terry.

Di mata Ancelotti, masalah itu tidak sampai mengusik keajegan performa Terry dan kekompakan kamar ganti tim. Dengan pertimbangan kemanusiaan, pelatih asal Italia itu menyatakan akan membolehkan Terry untuk mengambil libur kapan saja. Bila Terry memang tidak merasa perlu libur, Carletto akan terus memainkannya demi kejayaan panji Chelsea di ajang kompetisi Liga Inggris.

"Saya tak pernah mendiskusikan (masalah pribadi dengan pemain). Saya suka bebincang dengan pemain, tetapi saya tidak suka bicara (masalah pribadi)," ungkap Ancelotti.

"Bila ia membutuhkan libur, saya akan memberikannya. Bila ia tak butuh libur, maka ia akan bermain dalam duel versus Cardiff (di ajang Piala FA, 13 Februari ini). Ini adalah urusan saya dan Terry. Saya pikir, ini bukan urusan Anda (media)," kata mantan pelatih AC Milan itu.

Ada komentar menggelitik dari profesor psikologi Universitas Lancaster, Carey Cooper ketika merespons kasus Terry. Ia menyoroti kendala hubungan antar pribadi bila kasus ini menyentuh palung hati para pemain timnas Inggris.

Terlebih lagi, Capello telah dibaptis sebagai sosok manajer dengan langgam manajemen kepemimpinan "dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas". Artinya, manajer asal Italia ini mengandalkan keutuhan tim dan mengutamakan kepemimpinan yang tegas, yang tidak plintat-plintut.

"Saya menyoroti dua sosok (Terry dan Bridge). Akan ada warna konflik di antara keduanya. Bagi Capello, ini saat tepat melakukan operasi lutut," kelakar Cooper dalama laman BBC.

Ia memahami bahwa manajemen sepakbola bola dunia menganut seperangkat nilai, yakni agresivitas, kompetitif dan "macho". Belum lagi, taruhannya Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.

Jika Terry tidak dimakzulkan, Capello bersama timnas Inggris cepat atau lambat dihadapkan dengan kemarahan publik dan gelora emosi pemain. Jika Terry dimakzulkan, maka Capello telah memenuhi tanggung jawab moral, bahwa dalam suatu tindakan manusia, seharusnya seseorang memiliki pengetahuan bahwa dia sedang melakukan sesuatu.

Prinsipnya, ketidaktahuan bisa jadi "tak bermasalah", kalau ketidaktahuan itu tidak dibuat-buat, tapi seseorang sungguh-sungguh tidak tahu. Tentunya, suatu tindakan kesalahan yang terjadi karena di luar pengetahuan, masih dapat dimaafkan dan dipahami. Pemakzulan? (ANT/A024)