Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah berencana mengarahkan impor produk konsumsi asal China agar masuk melalui pelabuhan di Indonesia Timur untuk didistribusikan ke daerah yang memiliki inflasi tinggi, demikian Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady dalam sebuah seminar ACFTA di Jakarta, Rabu.

"Kalau mau menjaga inflasi di daerah yang sistem logistiknya masih lemah kita harus mengatur peredaran barang ini. Kalau kita distribusikan sendiri ke sana biaya logistiknya masih mahal, kenapa tidak barang-barang murah ini masuk ke sana saja," katanya.

Dia mencontohkan, kalau mau membeli baju yang murah, maka mesti pergi ke Ambon, jangan membeli dari Tanah Abang.

Menurut Edy, pengaturan distribusi barang impor seperti itu tidak melanggar aturan WTO sehingga bisa diterapkan, namun pemerintah masih akan membahas manajemen risiko dari kebijakan itu.

"Kita punya hak berdasarkan aturan WTO untuk mengamankan Hak Kekayaan Intelektual, kesehatan, usaha (bisnis), termasuk penerimaan negara makanya kita menggunakan `risk management` dalam pengambilan keputusan ini," ujarnya.

Lebih lanjut Edy menjelaskan salah satu pertimbangan yang harus diperhatikan adalah kesiapan sarana dan prasarana di pelabuhan di Indonesia Timur untuk mengawasi produk impor.

"Kita lihat kalau diarahkan ke timur kesiapan di sana bagaimana? Tidak semua pelabuhan di daerah yang inflasinya tinggi itu siap, artinya risiko penyelundupannya besar tidak? Kalau tidak kuat nanti di lima pelabuhan (utama) yang ada saja," tuturnya.

Pemerintah masih membahas rencana revisi Permendag 56/2008 mengenai impor produk tertentu melalui pelabuhan tertentu.

Permendag itu mengatur impor produk makanan dan minuman, alas kaki, mainan anak, garmen, dan elektronik hanya melalui lima pelabuhan utama yaitu Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Mas, Soekarno-Hatta dan Belawan.

"Banyak sekali produk yang mau dimasukkan ke Permendag 56, terutama yang masih belum bisa bersaing antara lain jamu-jamuan, obat-obatan, beberapa produk makanan dan produk elektronik yang selama ini belum masuk dalam Permendag itu," katanya. (*)