IDI Jabar: Jika tak mau kembali PSBB, pertegas sanksi pelanggar
13 September 2020 15:45 WIB
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan di Kota Bandung pada beberapa waktu lalu. (FOTO ANTARA/HO-Humas Pemkot Bandung)
Bandung (ANTARA) - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Jawa Barat meminta pemerintah daerah (pemda) untuk mempertegas sanksi soal pelanggaran protokol kesehatan jika tidak mau kembali ke pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Ketua IDI Jawa Barat, dr Eka Mulyana mengatakan saat ini kondisi tenaga kesehatan baik di Jawa Barat maupun di daerah lain cukup memrihatinkan.
Karena itu, katanya, kasus COVID-19 perlu ditekan dengan pengetatan protokol kesehatan di tengah masyarakat.
"Kalau misalnya pemda bisa memastikan protokol kesehatan itu bisa dipertegas menjadi efektif, bukan tidak mungkin tidak perlu PSBB juga bisa, tapi pertanyaannya bisa nggak, kalau tidak ya... bukan tidak mungkin mundur lagi jadinya (ke PSBB)," kata Eka saat dihubungi di Bandung, Minggu.
Menurut dia sejauh ini masyarakat tidak bisa hanya diberikan imbauan soal konsistensi penerapan protokol kesehatan sehingga sanksi yang telah diatur perlu dipertegas untuk ditegakkan kepada para pelanggar.
Protokol kesehatan, kata dia, menjadi sangat penting untuk mencegah efek domino yang bisa mengancam juga kepada ketahanan tenaga kesehatan.
Apalagi, kata dia, jika masyarakat abai maka penyebaran serta jumlah kasus akan terus meningkat, lalu tingkat okupansi rumah sakit juga bakal terus bertambah.
"Untuk menekan kasus COVID-19 itu artinya menekan penyebaran virusnya, jadi memutus rantai penularan. Sekarang kan bagaimana protokol kesehatan, sanksinya, karena tujuannya supaya beban kerja tenaga medis juga tidak melebihi batas," katanya.
Sejak virus corona dari Tiongkok itu masuk ke Indonesia pada Maret 2020, kata dia, hingga saat ini sudah ada lebih dari 100 dokter yang meninggal dunia akibat COVID-19. Jumlah kematian dokter itu menurutnya merupakan salah satu yang terbanyak dibandingkan negara lain.
"Ini menyebar di seluruh provinsi bukan hanya di Jawa Barat, jadi ini terus bertambah sehingga kami sangat prihatin. Kenapa bisa seperti ini, karena kondisi sistem kesehatan kita, yang disebut okupansi atau kapasitas tempat tidur di rumah sakit, ini kelebihan kapasitas," demikia Eka Mulyana.
Baca juga: Ridwan Kamil: Jabar paling rawan terhadap COVID-19
Baca juga: IDI sarankan Jabar-Banten tingkatkan kapasitas antisipasi COVID-19
Baca juga: Sebaran COVID-19 di Cirebon tak akan ditutup-tutupi, sebut bupati
Baca juga: 50 SMA di Jabar kantongi izin gelar belajar tatap muka
Ketua IDI Jawa Barat, dr Eka Mulyana mengatakan saat ini kondisi tenaga kesehatan baik di Jawa Barat maupun di daerah lain cukup memrihatinkan.
Karena itu, katanya, kasus COVID-19 perlu ditekan dengan pengetatan protokol kesehatan di tengah masyarakat.
"Kalau misalnya pemda bisa memastikan protokol kesehatan itu bisa dipertegas menjadi efektif, bukan tidak mungkin tidak perlu PSBB juga bisa, tapi pertanyaannya bisa nggak, kalau tidak ya... bukan tidak mungkin mundur lagi jadinya (ke PSBB)," kata Eka saat dihubungi di Bandung, Minggu.
Menurut dia sejauh ini masyarakat tidak bisa hanya diberikan imbauan soal konsistensi penerapan protokol kesehatan sehingga sanksi yang telah diatur perlu dipertegas untuk ditegakkan kepada para pelanggar.
Protokol kesehatan, kata dia, menjadi sangat penting untuk mencegah efek domino yang bisa mengancam juga kepada ketahanan tenaga kesehatan.
Apalagi, kata dia, jika masyarakat abai maka penyebaran serta jumlah kasus akan terus meningkat, lalu tingkat okupansi rumah sakit juga bakal terus bertambah.
"Untuk menekan kasus COVID-19 itu artinya menekan penyebaran virusnya, jadi memutus rantai penularan. Sekarang kan bagaimana protokol kesehatan, sanksinya, karena tujuannya supaya beban kerja tenaga medis juga tidak melebihi batas," katanya.
Sejak virus corona dari Tiongkok itu masuk ke Indonesia pada Maret 2020, kata dia, hingga saat ini sudah ada lebih dari 100 dokter yang meninggal dunia akibat COVID-19. Jumlah kematian dokter itu menurutnya merupakan salah satu yang terbanyak dibandingkan negara lain.
"Ini menyebar di seluruh provinsi bukan hanya di Jawa Barat, jadi ini terus bertambah sehingga kami sangat prihatin. Kenapa bisa seperti ini, karena kondisi sistem kesehatan kita, yang disebut okupansi atau kapasitas tempat tidur di rumah sakit, ini kelebihan kapasitas," demikia Eka Mulyana.
Baca juga: Ridwan Kamil: Jabar paling rawan terhadap COVID-19
Baca juga: IDI sarankan Jabar-Banten tingkatkan kapasitas antisipasi COVID-19
Baca juga: Sebaran COVID-19 di Cirebon tak akan ditutup-tutupi, sebut bupati
Baca juga: 50 SMA di Jabar kantongi izin gelar belajar tatap muka
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020
Tags: