Jakarta (ANTARA News) - Tim penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa Robert Tantular, mantan pemilik Bank Century yang kini berganti nama menjadi Bank Mutiara, karena masalah izin pengadilan.

"Belum ada izin pengadilan karena KPK terlalu mepet penjadwalannya," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di Jakarta, Selasa melam.

Robert telah divonis bersalah oleh pengadilan dalam kasus penggelapan dana nasabah Bank Century. Dia kini menjalani masa pidana di dalam tahanan.

Rencananya, KPK akan mengirim ulang surat ke pengadilan untuk meminta izin memeriksa Robert Tantular dalam proses penyelidikan kasus Bank Century.

Namun, Johan tidak menjelaskan secara rinci kapan surat itu akan dilayangkan dan kapan Robert akan menjalani pemeriksaan.

Awalnya, tim penyelidik KPK berencana memeriksa Robert yang diduga bertanggungjawab terhadap hilangnya simpanan sejumlah nasabah Bank Century. Dia juga diduga mengetahui aliran dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dikucurkan kepada Bank Century.

Johan Budi menjelaskan, tim penyelidik KPK ingin mengetahui penjelasan Robert tentang pengelolaan dana LPS yang dikucurkan kepada bank yang pernah dia pimpin itu.

"Itu salah satu hal yang akan didalami," kata Johan.

Kasus Bank Century mencuat setelah publik mengetahui pengucuran dana Bank Indonesia (BI) dalam bentuk Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century.

Pengucuran FPJP berawal ketika Bank Century mengajukan permohonan repo aset kepada BI pada Oktober 2008 sebesar Rp1 triliun karena mengalami kesulitan likuiditas. Namun, menurut audit Badan Pemerisa Keuangan (BPK), BI memproses permohonan itu sebagai permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).

Pada saat permohonan itu diajukan, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century adalah 2,35 persen. Padahal, peraturan BI nomor 10/26/PBI/2008 menyatakan sebuah bank harus memiliki CAR minimal delapan persen untuk mengajukan permohonan pendanaan.

Pada 14 November 2008, BI mengubah PBI tersebut sehingga bank yang memiliki CAR positif bisa mengajukan permohonan. Padahal menurut BPK, saat itu hanya Bank Century yang rasio keucukupan modalnya di bawah delapan persen.

Namun demikian, BI tetap mencairkan FPJP kepada Bank Century secara bertahap sejak 14-18 November 2008 hingga mencapai Rp689 miliar

Pada bulan yang sama, Bank Century juga menerima kucuran dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga mencapai Rp6,7 triliun.

Pengucuran dana LPS itu bermula pada 20 November 2008, ketika BI melalui Rapat Dewan Gubernur menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Keputusan itu kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melalui surat rahasia nomor 10/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008.

Kemudian KSSK mengadakan rapat pada 21 November 2008 dini hari. Rapat dimulai pukul 00.11 WIB dan dilanjutkan dengan rapat tertutup pada pukul 04.00 WIB sampai 06.00 WIB.

Berdasar audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), rapat tertutup itu dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai Ketua KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK, dan dan Gubernur BI Boediono sebagai anggota KSSK.

Rapat itu kemudian ditindaklanjuti dengan rapat Komite Koordinasi yang dihadiri oleh Ketua KSSK, Gubernur BI, dan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Peserta rapat sepakat menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan menyetujui aliran dana penanganan Bank Century melalui LPS.

BPK berkesimpulan, BI tidak memberikan data mutakhir mengenai kondisi Bank Century sehingga terjadi peningkatan biaya penanganan Bank Century dari semula sebesar Rp632 miliar menjadi Rp6,7 triliun.(*)