Menteri PPPA suarakan proses pemilu yang ramah anak
11 September 2020 16:24 WIB
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga saat memberikan pidato kunci dalam bincang-bincang daring bertema "Batas Usia Perkawinan Anak dalam Berbagai Perspektif" yang diikuti melalui akun Youtube KemenPPPA dari Jakarta, Jumat. (Tangkapan Layar Youtube KemenPPPA)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang D Puspayoga berharap pemilihan kepala daerah serentak 2020 bisa menjadi salah satu model penyelenggaraan pemilu yang ramah anak.
"Tentu perlu kerja sama dan sinergi semua pihak. Mari kita bersama-sama mewujudkan pemilu 2020 yang ramah anak, sehingga dapat menjamin rasa aman, nyaman, dan pemenuhan tumbuh kembang yang berkualitas bagi anak," kata Bintang dalam acara Penandatanganan Surat Edaran Bersama Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota 2020 yang Ramah Anak yang diliput secara daring dari Jakarta, Jumat.
Bintang mengatakan masih terdapat beberapa tantangan untuk mewujudkan proses pemilu yang ramah anak. Salah satu tantangan yang muncul adalah modus dan model pelibatan penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik yang beragam.
Baca juga: Menteri PPPA: Jangan salah gunakan anak dalam kampanye pilkada
Selain itu, kesadaran mengenai pelindungan anak oleh orang tua, pengasuh, dan masyarakat umum, terhadap penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik juga masih rendah.
Gerakan dan program dari berbagai pemangku kepentingan mengenai pelindungan dan pemenuhan hak anak pada masa kampanye juga dinilai masih kurang.
"Pada awal 2019, Kementerian bersama dengan KPU dan Bawaslu menggelar deklarasi pemilu ramah anak, dengan harapan Pemilu 2019 bisa berlangsung aman tanpa ada eksploitasi anak. Namun, pada kenyataannya masih ditemukan beberapa kasus pelanggaran," tuturnya.
Baca juga: Menteri PPPA dorong para ibu berikan ASI ekslusif
Berdasarkan pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) selama tahapan Pemilu 2019, termasuk dalam kampanye terbuka, terdapat 55 kasus pelibatan anak dalam kampanye politik.
KPAI juga mencatat 52 anak terlibat dalam unjuk rasa yang dilakukan dalam menyikapi keputusan hasil rekapitulasi nasional yang berujung rusuh pada 22 Mei 2019.
Selain itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan 56 kasus pelibatan anak dalam kampanye Pemilu 2019 di 21 provinsi.
"Karena itu, perlu suatu langkah strategis agar hal itu tidak terjadi lagi pada pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota 2020," katanya.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengadakan acara Penandatanganan Surat Edaran Bersama Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota 2020 yang Ramah Anak bersama KPAI, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). (T.D018)
Baca juga: Menteri PPPA: Anak berpartisipasi dalam pembangunan lewat Forum Anak
"Tentu perlu kerja sama dan sinergi semua pihak. Mari kita bersama-sama mewujudkan pemilu 2020 yang ramah anak, sehingga dapat menjamin rasa aman, nyaman, dan pemenuhan tumbuh kembang yang berkualitas bagi anak," kata Bintang dalam acara Penandatanganan Surat Edaran Bersama Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota 2020 yang Ramah Anak yang diliput secara daring dari Jakarta, Jumat.
Bintang mengatakan masih terdapat beberapa tantangan untuk mewujudkan proses pemilu yang ramah anak. Salah satu tantangan yang muncul adalah modus dan model pelibatan penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik yang beragam.
Baca juga: Menteri PPPA: Jangan salah gunakan anak dalam kampanye pilkada
Selain itu, kesadaran mengenai pelindungan anak oleh orang tua, pengasuh, dan masyarakat umum, terhadap penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik juga masih rendah.
Gerakan dan program dari berbagai pemangku kepentingan mengenai pelindungan dan pemenuhan hak anak pada masa kampanye juga dinilai masih kurang.
"Pada awal 2019, Kementerian bersama dengan KPU dan Bawaslu menggelar deklarasi pemilu ramah anak, dengan harapan Pemilu 2019 bisa berlangsung aman tanpa ada eksploitasi anak. Namun, pada kenyataannya masih ditemukan beberapa kasus pelanggaran," tuturnya.
Baca juga: Menteri PPPA dorong para ibu berikan ASI ekslusif
Berdasarkan pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) selama tahapan Pemilu 2019, termasuk dalam kampanye terbuka, terdapat 55 kasus pelibatan anak dalam kampanye politik.
KPAI juga mencatat 52 anak terlibat dalam unjuk rasa yang dilakukan dalam menyikapi keputusan hasil rekapitulasi nasional yang berujung rusuh pada 22 Mei 2019.
Selain itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan 56 kasus pelibatan anak dalam kampanye Pemilu 2019 di 21 provinsi.
"Karena itu, perlu suatu langkah strategis agar hal itu tidak terjadi lagi pada pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota 2020," katanya.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengadakan acara Penandatanganan Surat Edaran Bersama Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota 2020 yang Ramah Anak bersama KPAI, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). (T.D018)
Baca juga: Menteri PPPA: Anak berpartisipasi dalam pembangunan lewat Forum Anak
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: