Kemenristek dukung inovasi biofuel berbahan minyak sawit
10 September 2020 16:50 WIB
Pekerja melakukan proses pengujian katalis di Laboratorium Teknik Kimia Kampus ITB, Bandung, Jawa Barat, Rabu (30/1/2019). Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan meminta ITB untuk mempercepat pengembangan industri katalis yang diperkirakan akan berdampak pada produksi biofuel di indonesia. ANTARA JABAR/Raisan Al Farisi/agr.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memberikan dukungan terhadap pengembangan inovasi bahan bakar biofuel yang berbahan minyak sawit hasil kolaborasi ITB dan Pertamina.
Menristek/BRIN Bambang Brodjonegoro melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, mengatakan, bahan bakar nabati berbasis sawit diprediksi akan menjadikan perekonomian Indonesia bergerak lebih cepat dan dapat meminimalisasi dampak perlambatan ekonomi yang kini mulai melanda banyak negara di dunia.
"Oleh karena itu kita wajib memberikan apresiasi kepada para semua pihak yang terlibat dalam menelurkan inovasi tersebut," katanya saat memberikan sambutan dalam Webinar The Development of Biofuels Indonesia - Brazil.
Pertamina dan ITB berhasil memproduksi green diesel D100 dari 100 persen Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang di-cracking menggunakan katalis merah putih hasil pengembangan ITB dan Pertamina dengan kelapa sawit berkapasitas 1.000 barel perhari.
Dengan demikian dapat membantu kebutuhan bahan bakar fosil dalam negeri yang sangat tinggi yakni mencapai 1.790.000 barrel per hari.
"Bahan bakar minyak sawit merupakan komoditas sumber daya alam terbarukan di Indonesia yang jumlahnya berlimpah. Biofuel juga memberi peluang terhadap pemberdayaan petani sawit rakyat dalam industri bahan baku biohidrocarbon, sehingga akan meningkatkan kesejahteraan hidup mereka," paparnya.
Penggunaan bahan bakar green diesel D100 pada kendaraan tidak akan menurunkan kinerja mesin atau menuntut dilakukan modifikasi tertentu pada mesin sebagaimana yang terjadi pada kendaraan yang menggunakan bahan bakar biodiesel B30 yang berbasis Fatty Acid Methyl Ester (FAME).
Sementara itu Plt. Deputi Bidang Penguatan Inovasi Kemenristek/BRIN, Jumain Appe menyampaikan bahwa webinar ini bertujuan untuk mengetahui cara Brazil dalam mengimplementasikan kebijakan pemanfaatan bahan bakar nabati berbasis tebu. Brazil akan menyajikan teknologi yang digunakan didalam memproduksi bahan bakar nabati.
"Kita belajar bagaimana cara Brazil membuat kebijakan penentuan harga tebu dan gula. Dengan demikian Indonesia dapat tips membuat regulasi dalam penentuan harga sawit dan minyak sawit. Setelah industri bahan bakar nabati sudah stabil, Brazil pun bersedia membeli bahan bakar milik kita," ujarnya.
Sementara itu Kemenristek/BRIN melakukan penandatangan kerjasama dengan kepala daerah Banyuasin di Sumatera Selatan dan daerah Pelalawan di Riau untuk menjamin stabilitas harga kelapa sawit tidak melambung walaupun sedang dipersiapkan sebagai bahan bakar energi alternatif.
Menurut dia, ada 26 provinsi yang di wilayahnya punya banyak lahan kebun kelapa sawit rakyat, jika pembinaan di daerah Banyuasin dan Pelalawan sudah selesai maka Kemenristek akan segera memulai kerjasama dengan provinsi lain.
"Jika seluruh provinsi sudah memiliki industri pengelolaan minyak kelapa sawit, maka cita cita Indonesia memiliki bahan bakar terbarukan akan segera terwujud," katanya.
Baca juga: Pemerintah diminta tetapkan standar dan nomenklatur biohidrokarbon
Baca juga: Aprobi: Produsen biofuel tambah kapasitas hingga 3,6 juta KL
Baca juga: Jaga pasokan biofuel, INDEF usul soal insentif dan mandatori
Baca juga: Setelah B30, pemerintah dorong penggunaan green fuel
Menristek/BRIN Bambang Brodjonegoro melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, mengatakan, bahan bakar nabati berbasis sawit diprediksi akan menjadikan perekonomian Indonesia bergerak lebih cepat dan dapat meminimalisasi dampak perlambatan ekonomi yang kini mulai melanda banyak negara di dunia.
"Oleh karena itu kita wajib memberikan apresiasi kepada para semua pihak yang terlibat dalam menelurkan inovasi tersebut," katanya saat memberikan sambutan dalam Webinar The Development of Biofuels Indonesia - Brazil.
Pertamina dan ITB berhasil memproduksi green diesel D100 dari 100 persen Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang di-cracking menggunakan katalis merah putih hasil pengembangan ITB dan Pertamina dengan kelapa sawit berkapasitas 1.000 barel perhari.
Dengan demikian dapat membantu kebutuhan bahan bakar fosil dalam negeri yang sangat tinggi yakni mencapai 1.790.000 barrel per hari.
"Bahan bakar minyak sawit merupakan komoditas sumber daya alam terbarukan di Indonesia yang jumlahnya berlimpah. Biofuel juga memberi peluang terhadap pemberdayaan petani sawit rakyat dalam industri bahan baku biohidrocarbon, sehingga akan meningkatkan kesejahteraan hidup mereka," paparnya.
Penggunaan bahan bakar green diesel D100 pada kendaraan tidak akan menurunkan kinerja mesin atau menuntut dilakukan modifikasi tertentu pada mesin sebagaimana yang terjadi pada kendaraan yang menggunakan bahan bakar biodiesel B30 yang berbasis Fatty Acid Methyl Ester (FAME).
Sementara itu Plt. Deputi Bidang Penguatan Inovasi Kemenristek/BRIN, Jumain Appe menyampaikan bahwa webinar ini bertujuan untuk mengetahui cara Brazil dalam mengimplementasikan kebijakan pemanfaatan bahan bakar nabati berbasis tebu. Brazil akan menyajikan teknologi yang digunakan didalam memproduksi bahan bakar nabati.
"Kita belajar bagaimana cara Brazil membuat kebijakan penentuan harga tebu dan gula. Dengan demikian Indonesia dapat tips membuat regulasi dalam penentuan harga sawit dan minyak sawit. Setelah industri bahan bakar nabati sudah stabil, Brazil pun bersedia membeli bahan bakar milik kita," ujarnya.
Sementara itu Kemenristek/BRIN melakukan penandatangan kerjasama dengan kepala daerah Banyuasin di Sumatera Selatan dan daerah Pelalawan di Riau untuk menjamin stabilitas harga kelapa sawit tidak melambung walaupun sedang dipersiapkan sebagai bahan bakar energi alternatif.
Menurut dia, ada 26 provinsi yang di wilayahnya punya banyak lahan kebun kelapa sawit rakyat, jika pembinaan di daerah Banyuasin dan Pelalawan sudah selesai maka Kemenristek akan segera memulai kerjasama dengan provinsi lain.
"Jika seluruh provinsi sudah memiliki industri pengelolaan minyak kelapa sawit, maka cita cita Indonesia memiliki bahan bakar terbarukan akan segera terwujud," katanya.
Baca juga: Pemerintah diminta tetapkan standar dan nomenklatur biohidrokarbon
Baca juga: Aprobi: Produsen biofuel tambah kapasitas hingga 3,6 juta KL
Baca juga: Jaga pasokan biofuel, INDEF usul soal insentif dan mandatori
Baca juga: Setelah B30, pemerintah dorong penggunaan green fuel
Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020
Tags: