Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Myanmar menahan tiga pelajar karena menggelar demonstrasi anti pemerintah di wilayah negara bagian Rakhine pada Rabu (9/9), demikian keterangan kelompok pelajar serta badan hak asasi manusia, Kamis.

Ketiga pelajar itu, berusia 20-an tahun, ditangkap di Ibu Kota Sittwe setelah melakukan protes dengan poster bertuliskan "lawan pembunuhan oleh fasisme" dan menyerukan pengembalian akses internet yang diputus--yang menurut otoritas, dilakukan demi alasan keamanan.

Thaw Zin Tun, juru bicara Serikat Pelajar Arakan--kelompok yang mengelola protes, mengatakan bahwa tiga pelajar itu masih ditangguhkan penyelidikannya namun pihak serikat belum berkontak dengan mereka sejak terjadi penangkapan.

Baca juga: Myanmar blokir laman pegiat yang menyelidiki bisnis militer
Baca juga: PBB selidiki dugaan genosida di Myanmar, Facebook berikan data


Sementara Burma Human Rights Network (BHRN), kelompok hak asasi manusia yang berbasis di Inggris, mengatakan bahwa tiga pelajar yang ditahan merupakan bagian dari kelompok pelajar yang mengunjungi kamp-kamp Rohingya di luar Sittwe dalam beberapa pekan terakhir.

Sebuah video yang beredar di media sosial menunjukkan puluhan orang di luar kantor kepolisian pada Kamis ini menuntut pembebasan ketiga pelajar tersebut.

Negara bagian Rakhine telah bergejolak lebih dari satu tahun belakangan dengan adanya pertempuran antara pasukan pemerintah melawan pemberontak etnis Tentara Arakan, yang menuntut otonomi wilayah yang lebih luas untuk wilayah barat.

Rakhine juga telah menjadi titik rawan dalam ketegangan antara etnis minoritas Muslim Rohingya dan etnis Rakhine, yang mayoritas merupakan kelompok masyarakat Buddha.

Puluhan ribu orang Rohingya telah mengungsi dan puluhan orang lainnya menjadi korban tewas dalam penembakan dan baku tembak. Para pengungsi dibatasi hanya berada di dalam kamp-kamp dan desa, serta dikurangi haknya, termasuk hak bergerak.

Pendiri BHRN, Kyaw Win, menyebut bahwa para pelajar merupakan "sebuah contoh menuju masa depan yang lebih baik di Myanmar, namun dikriminalisasi dan dirampas kebebasannya."

Sumber: Reuters
​​​​​​​
Baca juga: Malaysia: Krisis Rakhine State bisa jadi ancaman bagi stabilitas ASEAN
Baca juga: Menlu RI sebut Myanmar adalah rumah bagi warga Rohingya