New York (ANTARA) - Dolar AS terjungkal dari level tertinggi empat minggu pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), dipimpin oleh penurunan terhadap euro setelah sebuah laporan berita mengatakan pejabat Bank Sentral Eropa (ECB) menjadi lebih percaya diri dalam prospek pemulihan kawasan itu.

Mata uang aman atau safe-haven greenback juga tertekan oleh peningkatan sentimen risiko ketika saham-saham AS rebound dari aksi jual yang tajam dan karena harga minyak mentah yang lebih tinggi mendorong kenaikan dalam mata uang komoditas.

Baca juga: Harga minyak naik dari terendah 3 bulan, dibayangi kebangkitan Corona

Namun, beberapa analis memperkirakan dolar akan menahan kenaikan baru-baru ini setelah penurunan tajam dalam beberapa bulan terakhir. Sejak awal September, dolar telah menguat sekitar dua persen terhadap sekeranjang mata uang utama saingannya.

Mengutip para pejabat kawasan euro, Bloomberg News melaporkan pada Rabu (9/9/2020) bahwa proyeksi ECB mendatang untuk pertumbuhan ekonomi dan inflasi hanya akan menunjukkan sedikit perubahan dari prospek Juni, dengan produk domestik bruto untuk tahun ini direvisi lebih tinggi.

Laporan tersebut, yang muncul menjelang pertemuan kebijakan moneter ECB pada Kamis, mendorong pembelian euro.

“Sepertinya masih ada optimisme yang kuat tentang pemulihan zona euro,” kata Analis Senior Pasar OANDA, Edward Moya, di New York. “Ini akan membutuhkan lebih banyak dukungan, tetapi keadaan tidak seburuk yang diyakini semula.”

Baca juga: Harga emas naik, dipicu pelemahan dolar dan isu penundaan vaksin

Pada perdagangan sore, euro menguat 0,3 persen terhadap dolar menjadi 1,1805 dolar, yang mendorong indeks dolar merosot 0,3 persen pada 93,265. Sebelumnya pada Rabu pagi (9/9/2020), indeks naik ke tertinggi empat minggu di 93.664.

Kepala Strategi Valas Scotiabank, Shaun Osborne, yakin dolar akan tetap menguat relatif terhadap mata uang utama lainnya hingga akhir tahun, mengutip taruhan ekstrim terhadapnya di pasar spekulatif.

"Kami dapat melihat dolar mendapat dukungan yang baik, terutama karena posisinya telah sangat condong, terutama terhadap euro," kata Osborne.

“Saya tidak berpikir dengan kemunduran euro ini, kami telah melihat hampir merapikan posisi-posisi signifikan itu.”

Baca juga: Saham Spanyol "rebound," Indeks IBEX 35 ditutup terangkat 0,95 persen

Dia juga mengatakan dolar cenderung menguat menjelang Pemilihan Presiden AS, setidaknya sejak 1980-an.

Terhadap mata uang lainnya, dolar turun 0,5 persen menjadi 0,9130 franc Swiss. Dolar naik 0,2 persen terhadap yen menjadi 106,20 yen. Sebelumnya, safe-haven yen menguat setelah berita penundaan peluncuran vaksin COVID.

AstraZeneca Plc mengatakan pihaknya menghentikan uji coba global, termasuk uji coba tahap akhir yang besar, dari vaksin virus corona eksperimental karena munculnya penyakit yang tidak dapat dijelaskan pada peserta penelitian.

Sterling, sementara itu, sempat naik kembali di atas 1,30 dolar setelah pernyataan Uni Eropa mengatakan tidak akan menangguhkan negosiasi Brexit atas RUU baru pasar internal pemerintah Inggris. Pound terakhir naik 0,1 persen pada 1,2992 dolar.

Pound sebelumnya jatuh ke level terendah enam minggu, karena undang-undang baru tentang rencana pasca-Brexit Inggris memicu kekhawatiran bahwa pembicaraan perdagangan dengan Uni Eropa akan gagal.

Baca juga: Saham Inggris bangkit, Indeks FTSE 100 melonjak 1,39 persen

Mata uang komoditas, salah satu dari banyak barometer untuk mengukur selera risiko, naik karena harga minyak mentah dan saham menguat.

Dolar Australia dan Selandia Baru naik terhadap greenback, keduanya masing-masing naik 0,8 persen menjadi 0,7272 dolar AS dan 0,6669 dolar AS.

Dolar Kanada juga pulih terhadap mata uang AS, yang turun 0,6 persen menjadi 1,3160 dolar Kanada, setelah Bank Sentral Kanada mempertahankan suku bunga stabil di 0,25 persen pada Rabu (9/9/2020).

Baca juga: Saham Jerman naik tajam, Indeks DAX 30 melonjak 2,07 persen

Baca juga: Saham Prancis "rebound," Indeks CAC 40 melambung 1,40 persen