Kominfo: RUU PDP Indonesia banyak terpengaruh GDPR Eropa
9 September 2020 21:53 WIB
Staf Ahli Menteri Kominfo RI bidang Hukum Henri Subiakto saat menjadi pembicara dalam web seminar yang digelar Forum Diskusi Denpasar12 bekerja sama dengan DPP Partai NasDem Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis di Jakarta, Rabu (9/9/2020). (ANTARA/ Abdu Faisal)
Jakarta (ANTARA) - Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Henri Subiakto mengatakan RUU Perlindungan Data Pribadi banyak terpengaruh General Data Protection Regulation (GDPR) yang diterapkan negara-negara Eropa.
"Kita membuat Rancangan Undang-Undang (Perlindungan) Data Pribadi ini banyak mengacu pada GDPR-nya Eropa, baik DPR maupun pemerintah sama-sama mengacu ke sana," kata Henri dalam web seminar yang digelar Forum Diskusi Denpasar12 bekerja sama dengan DPP Partai NasDem Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis di Jakarta, Rabu (9/9).
Henri menambahkan pada Rabu ini diskusi Kominfo juga merembet ke arah GDPR, dimana ada isu-isu krusial dalam RUU PDP tersebut, pertama, mengenai jenis data yang sering memunculkan kontroversi.
"Apa yang harus dilindungi, apa hanya yang umum sama spesifik atau keseluruhan. Kalau umum, bagaimana (melindunginya). (Data) ini, dua-duanya sangat penting," kata Henri.
Baca juga: Willy Aditya sebut RUU PDP atur sisi gelap internet
Henri mengatakan data umum, misalnya nama, alamat, nomor telepon, email, memang sifatnya sederhana sekali, namun kerap diminta oleh hotel, perbankan, dan banyak pihak.
Henri menilai data umum justru harus dilindungi walau data tersebut terdengar sederhana, karena data tersebut juga dapat digunakan sebagai titik masuk ke dalam data-data yang lebih spesifik.
"Bahkan bisa masuk untuk meretas sebuah sistem. Itu dimulai dari data-data umum. Makanya harus secara lebih tegas dan juga harus diingatkan kepada publik," kata Henri.
Isu strategis kedua, kata Henri, yang kerap dibincangkan adalah kelembagaan otoritas pelaksana perlindungan data pribadi.
Henri menjelaskan jika ada konflik antara masyarakat pemilik data yang merasa datanya digunakan oleh perusahaan yang menampung dan mengendalikan data, tanpa sepengetahuan pemilik data dan merugikan pula, dan siapa yang bertugas menyelesaikan.
"Apakah harus diselesaikan oleh otoritas yang independen, atau oleh otoritas yang bagian dari pemerintah, atau siapa begitu? Ini juga menjadi kontroversi karena tentu saja antara pandangan pak Presiden, Pemerintah, dan pandangan masing-masing Fraksi DPR bisa berbeda-beda," kata Henri.
Baca juga: RUU Perlindungan Data Pribadi perlu atur kerja sama internasional
Hendri mengungkapkan Presiden Joko Widodo menyatakan tak ingin ada lembaga baru yang dibentuk untuk menjadi lembaga otoritas perlindungan data pribadi ini. Namun, ada pula usul membentuk lembaga baru.
"Presiden tidak mau ada lembaga baru karena selain mengacaukan sistem presidensial, juga akan memperpanjang penggunaan anggaran dan kadang kala birokrasinya terlalu luas," kata Henri.
Isu strategis ketiga, masalah transfer data. Ini juga kerap dibahas karena terkait dengan kepentingan nasional dan global.
"Karena yang namanya saya kirim email, otomatis data saya terkirim ke luar negeri. Kalau saya ikut aktif di media sosial, mau tidak mau, data saya juga muncul di luar negeri. Karena memang data-data yang di media sosial, penyimpanannya seringkali di luar negeri," kata Henri.
Persoalan rumit ini kemudian dibawa menuju solusi lokalisasi data, namun, menurut Henri, lokalisasi data juga persoalan yang kontroversial.
"Pemerintah ingin ada lokalisasi data, data center, dikumpulkan semua data-data publik milik pemerintah. Dikumpulkan semua. Sementara tiap-tiap Kementerian/ Lembaga sudah memiliki data center sendiri. Daerah juga sama. Ini menjadi persoalan karena nanti harus disatukan in the name of national interest," kata Henri.
Isu strategis berikutnya terkait sanksi pidana. Apakah pidana itu langsung di Aparat Penegak Hukum atau diselesaikan dulu oleh lembaga otoritas pelaksana perlindungan data pribadi.
"Inilah isu-isu yang berpotensi untuk menjadi isu-isu yang menarik di DPR dan Pemerintah. Itu kira-kira yang ingin saya sampaikan. Yang jelas, kami berharap (RUU) Perlindungan Data Pribadi ini bisa segera diselesaikan karena sudah ditunggu oleh masyarakat nasional maupun internasional. Apalagi kepentingannya sangat besar," kata Henri.
Baca juga: RUU Perlindungan Data Pribadi urgen untuk diselesaikan
"Kita membuat Rancangan Undang-Undang (Perlindungan) Data Pribadi ini banyak mengacu pada GDPR-nya Eropa, baik DPR maupun pemerintah sama-sama mengacu ke sana," kata Henri dalam web seminar yang digelar Forum Diskusi Denpasar12 bekerja sama dengan DPP Partai NasDem Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis di Jakarta, Rabu (9/9).
Henri menambahkan pada Rabu ini diskusi Kominfo juga merembet ke arah GDPR, dimana ada isu-isu krusial dalam RUU PDP tersebut, pertama, mengenai jenis data yang sering memunculkan kontroversi.
"Apa yang harus dilindungi, apa hanya yang umum sama spesifik atau keseluruhan. Kalau umum, bagaimana (melindunginya). (Data) ini, dua-duanya sangat penting," kata Henri.
Baca juga: Willy Aditya sebut RUU PDP atur sisi gelap internet
Henri mengatakan data umum, misalnya nama, alamat, nomor telepon, email, memang sifatnya sederhana sekali, namun kerap diminta oleh hotel, perbankan, dan banyak pihak.
Henri menilai data umum justru harus dilindungi walau data tersebut terdengar sederhana, karena data tersebut juga dapat digunakan sebagai titik masuk ke dalam data-data yang lebih spesifik.
"Bahkan bisa masuk untuk meretas sebuah sistem. Itu dimulai dari data-data umum. Makanya harus secara lebih tegas dan juga harus diingatkan kepada publik," kata Henri.
Isu strategis kedua, kata Henri, yang kerap dibincangkan adalah kelembagaan otoritas pelaksana perlindungan data pribadi.
Henri menjelaskan jika ada konflik antara masyarakat pemilik data yang merasa datanya digunakan oleh perusahaan yang menampung dan mengendalikan data, tanpa sepengetahuan pemilik data dan merugikan pula, dan siapa yang bertugas menyelesaikan.
"Apakah harus diselesaikan oleh otoritas yang independen, atau oleh otoritas yang bagian dari pemerintah, atau siapa begitu? Ini juga menjadi kontroversi karena tentu saja antara pandangan pak Presiden, Pemerintah, dan pandangan masing-masing Fraksi DPR bisa berbeda-beda," kata Henri.
Baca juga: RUU Perlindungan Data Pribadi perlu atur kerja sama internasional
Hendri mengungkapkan Presiden Joko Widodo menyatakan tak ingin ada lembaga baru yang dibentuk untuk menjadi lembaga otoritas perlindungan data pribadi ini. Namun, ada pula usul membentuk lembaga baru.
"Presiden tidak mau ada lembaga baru karena selain mengacaukan sistem presidensial, juga akan memperpanjang penggunaan anggaran dan kadang kala birokrasinya terlalu luas," kata Henri.
Isu strategis ketiga, masalah transfer data. Ini juga kerap dibahas karena terkait dengan kepentingan nasional dan global.
"Karena yang namanya saya kirim email, otomatis data saya terkirim ke luar negeri. Kalau saya ikut aktif di media sosial, mau tidak mau, data saya juga muncul di luar negeri. Karena memang data-data yang di media sosial, penyimpanannya seringkali di luar negeri," kata Henri.
Persoalan rumit ini kemudian dibawa menuju solusi lokalisasi data, namun, menurut Henri, lokalisasi data juga persoalan yang kontroversial.
"Pemerintah ingin ada lokalisasi data, data center, dikumpulkan semua data-data publik milik pemerintah. Dikumpulkan semua. Sementara tiap-tiap Kementerian/ Lembaga sudah memiliki data center sendiri. Daerah juga sama. Ini menjadi persoalan karena nanti harus disatukan in the name of national interest," kata Henri.
Isu strategis berikutnya terkait sanksi pidana. Apakah pidana itu langsung di Aparat Penegak Hukum atau diselesaikan dulu oleh lembaga otoritas pelaksana perlindungan data pribadi.
"Inilah isu-isu yang berpotensi untuk menjadi isu-isu yang menarik di DPR dan Pemerintah. Itu kira-kira yang ingin saya sampaikan. Yang jelas, kami berharap (RUU) Perlindungan Data Pribadi ini bisa segera diselesaikan karena sudah ditunggu oleh masyarakat nasional maupun internasional. Apalagi kepentingannya sangat besar," kata Henri.
Baca juga: RUU Perlindungan Data Pribadi urgen untuk diselesaikan
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: