Jakarta (ANTARA) - Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menilai keberadaan oligarki politik sebenarnya tergantung pada kultur yang ada di masing-masing partai politik.

"Oligarki politik tergantung kultur politik yang dianut masing-masing parpol," kata Busyro, saat diskusi publik virtual LHKP Muhammadiyah bertema "Oligarki Parpol dan Fenomena Calon Tunggal", Rabu.

Menurut Busyro, selama masing-masing parpol masih mengidap nepotisme, dinasti, dan feodalisme baru yang terus diperbarui dan diperkuat, maka akan sulit terjadinya demokrasi di tubuh parpol tersebut.

Baca juga: MPR: Perlu pendidikan politik tekan dampak praktik oligarki

Jika demokrasi saja sulit diwujudkan dalam tubuh parpol, Busyro mempertanyakan kemampuan parpol tersebut untuk menghadirkan demokrasi kepada rakyat.

"Ketika di dalam tubuh parpol sulit sekali ada terjadi demokrasi, apakah kita bisa berharap parpol tersebut mewujudkan demokrasi kepada publik," kata mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Sejauh ini, kata Busyro, kalangan parpol tidak melakukan pendidikan yang mencerahkan terhadap rakyat, namun malah memunculkan oligarki dan dinasti politik.

Baca juga: Akademisi setuju oligarki politik harus dilawan

Bahkan, ia juga mengakui sulitnya mengandalkan peran kontrol dari DPRD terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah karena dominasi parpol tertentu yang mempengaruhi peran pengawasan legislatif.

Namun, Busyro masih berharap pada peran perguruan tinggi untuk mengedukasi masyarakat, termasuk mengawal kepala daerah terpilih agar menepati janji-janji politiknya.

Apalagi, kata Busyro, Persyarikatan Muhammadiyah memiliki setidaknya 174 perguruan tinggi yang bisa dilibatkan dalam peranan tersebut.

Baca juga: Pengamat sebut pilkada di tengah pandemi untungkan oligarki politik