Pandemi akan pengaruhi pembahasan berbagai isu di DK PBB
9 September 2020 18:14 WIB
Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian A Ruddyard berbicara dalam seminar daring mengenai Presidensi Indonesia di Dewan Keamanan PBB, Rabu (9/9/2020). (ANTARA/Yashinta Difa)
Jakarta (ANTARA) - Pandemi global COVID-19 dinilai akan menjadi faktor penguat dalam pembahasan berbagai isu di Dewan Keamanan (DK) PBB, menurut Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian A Ruddyard.
“Misalnya isu terorisme, meskipun trennya sudah jelas tetapi dengan adanya pandemi, kemampuan negara untuk membagi sumber daya dan perhatian dalam penanganan terorisme menjadi berubah,” kata dia dalam seminar daring mengenai Presidensi Indonesia di DK PBB, Rabu.
Lebih lanjut Febrian menjelaskan, bahwa fokus negara-negara untuk berlomba-lomba memperoleh vaksin COVID-19 juga akan memberikan dinamika tersendiri pada saat membahas isu keamanan di DK.
Baca juga: Presiden DK-PBB yang baru tegaskan tidak perpanjang sanksi untuk Iran
Baca juga: PBB sahkan resolusi gagasan Indonesia soal misi perdamaian
Merespons tantangan sulit yang disebabkan oleh pandemi tersebut, selama sisa empat bulan ke depan menjalankan peran sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia akan mengantisipasi berbagai isu lain yang ditimbulkan atau dipengaruhi COVID-19.
“Keanggotaan di DK adalah proses pembelajaran yang isu-isunya selalu baru. Jadi kalau kita mendasarkan asumsi berdasarkan apa yang pernah terjadi sebelumnya, it will not happen. Sama seperti saat ini kita di dalam DK, tidak pernah terbayangkan sebelumnya ada pandemi,” kata Febrian.
Dalam menjalankan tugasnya, Indonesia juga selalu mengedepankan prinsip-prinsip utama yaitu menjadi jembatan (bridge builder) dan pembuat konsensus (consensus maker) di DK PBB.
Kebijakan luar negeri yang berprinsip itulah yang telah dikenal berbagai negara, dan menguatkan kredibilitas serta kinerja Indonesia.
“Meskipun di DK isunya selalu baru, tetapi kita harus tetap menjalankan peran sebagai bridge builder dan consensus maker yang merupakan DNA dari politik luar negeri Indonesia di DK PBB,” kata Febrian.
Selain itu, Indonesia akan mendorong semangat multilateralisme dalam penyelesaian masalah di DK, di tengah kritik yang menyebut bahwa DK adalah salah satu organ PBB yang tidak demokratis dan tidak menjunjung tinggi multilateralisme---mengingat jumlahnya yang hanya 15 negara untuk mewakili 193 negara anggota PBB.
Baca juga: Sulit dihapus, Indonesia usulkan pengaturan penggunaan veto DK PBB
Baca juga: Di bawah kepemimpinan Indonesia, DK PBB hasilkan empat resolusi
“Misalnya isu terorisme, meskipun trennya sudah jelas tetapi dengan adanya pandemi, kemampuan negara untuk membagi sumber daya dan perhatian dalam penanganan terorisme menjadi berubah,” kata dia dalam seminar daring mengenai Presidensi Indonesia di DK PBB, Rabu.
Lebih lanjut Febrian menjelaskan, bahwa fokus negara-negara untuk berlomba-lomba memperoleh vaksin COVID-19 juga akan memberikan dinamika tersendiri pada saat membahas isu keamanan di DK.
Baca juga: Presiden DK-PBB yang baru tegaskan tidak perpanjang sanksi untuk Iran
Baca juga: PBB sahkan resolusi gagasan Indonesia soal misi perdamaian
Merespons tantangan sulit yang disebabkan oleh pandemi tersebut, selama sisa empat bulan ke depan menjalankan peran sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia akan mengantisipasi berbagai isu lain yang ditimbulkan atau dipengaruhi COVID-19.
“Keanggotaan di DK adalah proses pembelajaran yang isu-isunya selalu baru. Jadi kalau kita mendasarkan asumsi berdasarkan apa yang pernah terjadi sebelumnya, it will not happen. Sama seperti saat ini kita di dalam DK, tidak pernah terbayangkan sebelumnya ada pandemi,” kata Febrian.
Dalam menjalankan tugasnya, Indonesia juga selalu mengedepankan prinsip-prinsip utama yaitu menjadi jembatan (bridge builder) dan pembuat konsensus (consensus maker) di DK PBB.
Kebijakan luar negeri yang berprinsip itulah yang telah dikenal berbagai negara, dan menguatkan kredibilitas serta kinerja Indonesia.
“Meskipun di DK isunya selalu baru, tetapi kita harus tetap menjalankan peran sebagai bridge builder dan consensus maker yang merupakan DNA dari politik luar negeri Indonesia di DK PBB,” kata Febrian.
Selain itu, Indonesia akan mendorong semangat multilateralisme dalam penyelesaian masalah di DK, di tengah kritik yang menyebut bahwa DK adalah salah satu organ PBB yang tidak demokratis dan tidak menjunjung tinggi multilateralisme---mengingat jumlahnya yang hanya 15 negara untuk mewakili 193 negara anggota PBB.
Baca juga: Sulit dihapus, Indonesia usulkan pengaturan penggunaan veto DK PBB
Baca juga: Di bawah kepemimpinan Indonesia, DK PBB hasilkan empat resolusi
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: