Pukat UGM dorong penyederhanaan struktur tarif cukai tembakau
8 September 2020 18:33 WIB
Pekerja menandai kualitas tembakau rajangan di gudang penyimpanan tembakau milik sebuah industri rokok di Karangawen, Demak, Jawa Tengah, Senin (16-9-2019). ANTARA FOTO/Aji Styawan/ama.
Yogyakarta (ANTARA) - Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril mendorong pemerintah merealisasikan kebijakan simplifikasi atau penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017.
"Mestinya dalam perspektif kebijakan sesuaikan saja dengan peta jalan yang sudah ada, yakni PMK Nomor 146 Tahun 2017 yang intinya menyederhanakan (struktur tarif cukai)," kata Oce Madril dalam diskusi publik "Penataan Kebijakan Cukai, Optimalisasi Pendapatan Negara, dan Pencegahan Korupsi" yang berlangsung secara daring yang dipantau di Yogyakarta, Selasa.
Menurut Oce, jumlah layer cukai rokok yang masih banyak dengan gap yang terlalu jauh antara golongan I dan golongan II akan berpotensi memunculkan upaya manipulatif serta membuka celah bagi pabrikan besar untuk menghindari tarif golongan I.
Baca juga: Ekonom: Layer cukai cegah pabrikan besar beradu dengan pabrikan kecil
"Dengan demikian, membuka pintu masuk perbuatan manipulatif, apalagi kontrol pengawasan perusahaan tidak ketat," kata Oce Madril.
Oleh sebab itu, Oce menilai semestinya struktur tarif cukai ke depan bisa jauh lebih sederhana dengan memperkecil selisih jarak tarif cukai antargolongan. Apalagi, saat ini ada negara yang struktur tarif cukainya hanya satu saja.
"Roadmap kita sederhanakan, gap kita kecilkan," katanya.
Jika mengacu PMK Nomor 146 Tahun 2017, menurut dia, semestinya dari 12 layer cukai tembakau pada tahun 2017 menjadi 10 layer pada tahun 2018.
Selanjutnya, jumlah layer disederhanakan lagi menjadi delapan layer pada tahun 2019, enam layer pada tahun 2020, dan lima layer pada tahun 2021.
Baca juga: Peneliti: Simplifikasi tarif CHT perlu kedepankan kesehatan masyarakat
Sementara itu, Sekjen Transparency International Indonesia Danang Widoyoko menilai kebijakan terkait dengan tarif cukai tembakau yang tertuang pada PMK Nomor 146 Tahun 2017 pada dasarnya sudah direncanakan dengan baik dan demokratis.
"Kenapa pemerintah membatalkan kebijakan sebelumnya? Padahal, kebijakan ini sudah direncanakan secara demokratis dan mewakili berbagai aspek, baik kesehatan maupun penerimaan negara," kata Danang Widoyoko.
Danang mengaku tidak sependapat dengan opini yang menyebutkan simplifikasi struktur tarif cukai bakal merugikan perusahaan kecil dan menengah.
"Nyatanya yang diuntungkan dengan struktur tarif seperti sekarang ini justru perusahaan besar, bahkan multinasional," kata Danang.
"Mestinya dalam perspektif kebijakan sesuaikan saja dengan peta jalan yang sudah ada, yakni PMK Nomor 146 Tahun 2017 yang intinya menyederhanakan (struktur tarif cukai)," kata Oce Madril dalam diskusi publik "Penataan Kebijakan Cukai, Optimalisasi Pendapatan Negara, dan Pencegahan Korupsi" yang berlangsung secara daring yang dipantau di Yogyakarta, Selasa.
Menurut Oce, jumlah layer cukai rokok yang masih banyak dengan gap yang terlalu jauh antara golongan I dan golongan II akan berpotensi memunculkan upaya manipulatif serta membuka celah bagi pabrikan besar untuk menghindari tarif golongan I.
Baca juga: Ekonom: Layer cukai cegah pabrikan besar beradu dengan pabrikan kecil
"Dengan demikian, membuka pintu masuk perbuatan manipulatif, apalagi kontrol pengawasan perusahaan tidak ketat," kata Oce Madril.
Oleh sebab itu, Oce menilai semestinya struktur tarif cukai ke depan bisa jauh lebih sederhana dengan memperkecil selisih jarak tarif cukai antargolongan. Apalagi, saat ini ada negara yang struktur tarif cukainya hanya satu saja.
"Roadmap kita sederhanakan, gap kita kecilkan," katanya.
Jika mengacu PMK Nomor 146 Tahun 2017, menurut dia, semestinya dari 12 layer cukai tembakau pada tahun 2017 menjadi 10 layer pada tahun 2018.
Selanjutnya, jumlah layer disederhanakan lagi menjadi delapan layer pada tahun 2019, enam layer pada tahun 2020, dan lima layer pada tahun 2021.
Baca juga: Peneliti: Simplifikasi tarif CHT perlu kedepankan kesehatan masyarakat
Sementara itu, Sekjen Transparency International Indonesia Danang Widoyoko menilai kebijakan terkait dengan tarif cukai tembakau yang tertuang pada PMK Nomor 146 Tahun 2017 pada dasarnya sudah direncanakan dengan baik dan demokratis.
"Kenapa pemerintah membatalkan kebijakan sebelumnya? Padahal, kebijakan ini sudah direncanakan secara demokratis dan mewakili berbagai aspek, baik kesehatan maupun penerimaan negara," kata Danang Widoyoko.
Danang mengaku tidak sependapat dengan opini yang menyebutkan simplifikasi struktur tarif cukai bakal merugikan perusahaan kecil dan menengah.
"Nyatanya yang diuntungkan dengan struktur tarif seperti sekarang ini justru perusahaan besar, bahkan multinasional," kata Danang.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: