Ekonom dorong peningkatan konsumsi agar pertumbuhan ekonomi membaik
8 September 2020 12:18 WIB
Tangkapan layar Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didin S Damanhuri dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (8/9/2020). (ANTARA/Dewa Wiguna)
Jakarta (ANTARA) - Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didin S Damanhuri mendorong peningkatan konsumsi atau daya beli dari masyarakat agar pertumbuhan ekonomi membaik pada kuartal III dan IV-2020.
“Jadi relatif Indonesia dengan pendekatan demand side, kontraksi pertumbuhan ekonomi (kuartal dua) itu tidak terlalu dalam,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) itu merujuk pada pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal kedua yang mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen.
Ia menyebut kontraksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2020 itu relatif tidak terlalu dalam dibandingkan Amerika Serikat yang negatif 33 persen, Singapura negatif 14 persen dan sejumlah negara di Eropa Barat yang kontraksi sangat dalam.
Penyebabnya, lanjut dia, karena ada amunisi dari APBN 2020 yang penekanannya kepada sisi permintaan untuk mendorong konsumsi atau daya beli masyarakat.
Di antaranya, kata dia, melalui program kesehatan, bantuan sosial seperti bantuan langsung tunai (BLT), sembako, hingga program keluarga harapan (PKH).
Selain itu, juga ada program bantuan yang ditujukan kepada pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Meski demikian, ia mendorong agar penyerapan belanja pemerintah seperti melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) lebih digenjot.
“Adanya APBN 2020 yang relatif masih lebih tekanannya kepada demand side walaupun banyak juga daya serap kurang,” katanya.
Pemerintah menganggarkan Rp695,2 triliun dalam APBN 2020 untuk biaya penanganan COVID-19 dan PEN, Rp87,55 triliun di antaranya untuk anggaran kesehatan.
Baca juga: OJK perkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 minus dua persen
Baca juga: Pemerintah alokasikan Rp679 triliun dana Pemulihan Ekonomi Nasional
“Jadi relatif Indonesia dengan pendekatan demand side, kontraksi pertumbuhan ekonomi (kuartal dua) itu tidak terlalu dalam,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) itu merujuk pada pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal kedua yang mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen.
Ia menyebut kontraksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2020 itu relatif tidak terlalu dalam dibandingkan Amerika Serikat yang negatif 33 persen, Singapura negatif 14 persen dan sejumlah negara di Eropa Barat yang kontraksi sangat dalam.
Penyebabnya, lanjut dia, karena ada amunisi dari APBN 2020 yang penekanannya kepada sisi permintaan untuk mendorong konsumsi atau daya beli masyarakat.
Di antaranya, kata dia, melalui program kesehatan, bantuan sosial seperti bantuan langsung tunai (BLT), sembako, hingga program keluarga harapan (PKH).
Selain itu, juga ada program bantuan yang ditujukan kepada pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Meski demikian, ia mendorong agar penyerapan belanja pemerintah seperti melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) lebih digenjot.
“Adanya APBN 2020 yang relatif masih lebih tekanannya kepada demand side walaupun banyak juga daya serap kurang,” katanya.
Pemerintah menganggarkan Rp695,2 triliun dalam APBN 2020 untuk biaya penanganan COVID-19 dan PEN, Rp87,55 triliun di antaranya untuk anggaran kesehatan.
Baca juga: OJK perkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 minus dua persen
Baca juga: Pemerintah alokasikan Rp679 triliun dana Pemulihan Ekonomi Nasional
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020
Tags: