Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 mencapai minus dua persen dengan mencermati perkembangan dampak pandemi COVID-19.

"Triwulan III, kalau kegiatan ekonomi masih terbatas dan kasus masih banyak, siap-siap bisa minus dua persen," kata Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara dalam webinar di Jakarta, Senin.

Jika kuartal III 2020 minus dua persen, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perbaikan dibandingkan kuartal II 2020 yang minus 5,32 persen.

Baca juga: Sri Mulyani perkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III masih negatif

Apabila pertumbuhan ekonomi selama dua kuartal itu negatif, lanjut dia, akibatnya angka kemiskinan akan naik kisaran 2-5 juta orang karena banyak karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Aktivitas ekonomi yang terbatas juga mendorong pengangguran yang diperkirakan naik kisaran 3-5 juta orang.

Ia menambahkan banyak rumah tangga mengalami kesulitan keuangan dengan 22 persen pekerja yang merupakan kepala rumah tangga kehilangan mata pencaharian.

Untuk menutupi itu, lanjut dia, sebanyak 43 persen pekerja menggunakan tabungan untuk mempertahankan daya beli.

"Jika tabungan mulai terbatas, mulai menjual asetnya misalnya emas," imbuhnya.

Sisanya, lanjut dia, sebanyak 15 persen menjual aset, gadai aset 8 persen, pinjam koperasi 19 persen, pinjam bank 6 persen, dan pinjaman daring 1 persen.

Pemerintah saat ini menggenjot stimulus fiskal yakni belanja melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang dianggarkan mencapai Rp695,2 triliun.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut dari total anggaran tersebut, sudah dialokasikan Rp679 triliun.

Hingga 26 Agustus 2020, realisasi PEN mencapai Rp192,53 triliun dari Rp695,2 triliun atau sekitar 27,7 persen.

Baca juga: OJK sebut masih solid di tengah rencana pengawasan bank kembali ke BI
Baca juga: OJK nilai ekonomi Lampung segera pulih