Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan rawan terkoreksi dipengaruhi menurunnya angka pengangguran AS.

Pada pukul 9.57 WIB, rupiah masih menguat tipis 2 poin atau 0,02 persen menjadi Rp14.748 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.750 per dolar AS.

Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures di Jakarta, Senin, mengatakan, pada akhir pekan lalu telah dirilis data tenaga kerja AS yang hasilnya cukup bagus sehingga bisa mendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya.

"Rupiah berpotensi tertekan terhadap dolar AS di hari Senin ini," ujar Ariston.

Baca juga: Rupiah Senin pagi menguat 45 poin

Angka pengangguran AS turun dari 10,2 persen pada Juli 2020 menjadi 8,2 persen pada Agustus 2020.

Sentimen lainnya yaitu memanasnya kembali hubungan AS dan China setelah AS berencana mem-blacklist perdagangan dengan perusahaan semi konduktor terbesar China, SMIC.

"Isu ini bisa memberikan tekanan ke aset berisiko, termasuk rupiah," kata Ariston.

Baca juga: Rupiah akhir pekan diprediksi menguat terbatas

Hari ini, lanjutnya, beberapa data ekonomi global dari China dan Jerman akan menjadi perhatian pasar karena pasar masih mencari petunjuk soal indikasi pemulihan ekonomi global di tengah kondisi pandemi, yaitu data neraca perdagangan China pada Agustus dan data produksi industri Jerman pada Juli.

"Bila kedua angka ini lebih bagus dari proyeksi, penurunan aset berisiko mungkin bisa tertahan," ujarnya.

Ariston memperkirakan hari ini rupiah bergerak di kisaran Rp14.650 per dolar AS hingga Rp14.680 per dolar AS.

Pada Jumat (4/9) lalu, rupiah ditutup melemah 28 poin atau 0,19 persen menjadi Rp14.750 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.778 per dolar AS.