Jakarta (ANTARA) - Waspadalah jika Anda atau pasangan Anda gampang merasa cemburu atau cemburu berlebihan, karena itu mungkin saja gejala sindrom Othello.
Cemburu adalah emosi kompleks yang umum dialami sebagian besar orang di waktu tertentu dalam periode kehidupannya. Kita semua memiliki tingkat kecemburuan.
Namun, belum adanya definisi tegas dan batasan atau konsensus jelas tentang apa yang disebut kecemburuan normal dan kecemburuan patologis membuat sindrom Othello belum begitu populer di kalangan masyarakat.
Akar kata Latin dan Yunani dari istilah "cemburu" mengacu ke kegairahan, semangat, cinta untuk ditiru. Kecemburuan umumnya ditandai sebagai reaksi emosional negatif yang muncul saat seseorang kehilangan (atau takut kehilangan) hubungan yang berharga karena ancaman saingan, baik bersifat nonfiktif maupun imajinatif.
Cemburu patologis terutama mengacu ke kondisi irasional. Kingham dan Gordon (2004) menyatakan bahwa kondisi ini merupakan sekumpulan emosi dan pikiran irasional, dengan perilaku ekstrem atau tidak dapat diterima, di mana tema dominan tentang ketidaksetiaan pasangan tetapnya, yang tidak berbasis bukti.
Sejarah
Sindrom Othello adalah kepercayaan yang salah bahwa pasangan dirinya atau kekasihnya tidak setia. Istilah sindrom Othello pertama kali dikemukakan oleh psikiatris Inggris, John Todd dan K Dewhurst, melalui publikasi di Journal of Nervous and Mental Disorder tahun 1955, berjudul "The Othello Syndrome: a study in the psychopathology of sexual jealousy".
Eponim sindrom Othello terinspirasi dari naskah drama tragis tahun 1603 karya William Shakespeare. Selain Shakespeare, banyak juga sastrawan dan penulis ternama yang melukiskan pengalaman dan perilaku emosional seseorang yang cemburu melalui maha karya mereka.
Sebutlah mulai dari Boccaccio dalam "The Decameron", Burton melalui "Anatomy of Melancholy", de Maupassant dengan "One Evening", dan Tolstoy melalui karyanya "The Kreutzer Sonata".
Baca juga: Gaun merah pemicu cemburu
Baca juga: Anjing juga bisa cemburu
Pada akhir abad ke-19, von Krafft-Ebing berhasil menemukan asosiasi sindrom Othello dan adiksi alkohol. Ia mendeskripsikan sindrom ini sebagai patognomonik alkoholisme. Tahun 1906 Alois Alzheimer mengungkapkan kasus Auguste Deter yang terkait dengan penyebab terserang demensia. Pasien merasa sangat cemburu kepada suaminya, memburuknya memori secara cepat, dan gangguan psikososial.
Fenomena sindrom Othello pada demensia diinvestigasi pertama kali secara komprehensif tahun 1997. Sindrom Othello dijumpai di berbagai tipe demensia degeneratif dan non-degeneratif.
Tuduhan perselingkuhan atau ketidaksetiaan berkembang secara paralel seiring dengan deteriorasi fungsi kognitif. Di tahap awal penyakit, gejala lebih sering muncul di malam hari. Seiring berlalunya waktu, tuduhan itu menjelma konstan.
Dalam terminologi medis, sindrom Othello bersinonim dengan cemburu patologis, cemburu psikotik, sindrom cemburu erotis (erotic jealousy syndrome), conjugal paranoia, delusion of infidelity, delusional jealousy, morbid jealousy, pathological jealousy, sexual jealousy.
Epidemiologi
Prevalensi sindrom Othello dilaporkan 1,1 persen pada pasien rawat inap psikiatri dan 7 persen pasien dengan gangguan mental neurobiologis. Onset usia rata-rata sindrom Othello adalah 68 tahun, dengan rentang usia antara 25-94 tahun.
Sekitar 61,9 persen penderita sindrom Othello adalah kaum pria. Studi lain menemukan bahwa perempuan dua kali lebih banyak dibandingkan pria pada kelompok pasien psikiatris dengan sindrom Othello.
Soyka dkk (1991) menemukan rasio jenis kelamin sama di usia tertentu. Berbagai referensi menyebutkan bahwa sebagian besar kaum Adam tersangkut kasus pembunuhan karena tragedi cemburu. Hal ini bukan berarti pria lebih cemburu dibandingkan perempuan.
Kecemburuan patologis merupakan kondisi berbahaya pada pria. Kemungkinan inilah sebab mengapa para psikiater lebih memperhatikan para pria yang cemburu. Perilaku mereka lebih sering terlibat kasus pembunuhan dan bunuh diri.
Universalitas kecemburuan seksual pria dan probabilitas perannya di berbagai tragedi pembunuhan telah terungkap di beragam studi lintas budaya.
Potret klinis
Penderita sindrom Othello menunjukkan perubahan mental yang nyata, misalnya agresi berlebihan, sikap permusuhan, dan mudah tersinggung.
Para penderita sindrom Othello dapat mengumpulkan bukti berbasis kejadian atau peristiwa secara acak, merekam percakapan, screenshoot media sosial di gawai, barang-barang atau perabotan rumah tangga yang salah tempat untuk mendukung kecurigaan mereka.
Perspektif forensik sindrom ini juga telah dijelaskan di beragam referensi, yakni kecemburuan delusional yang merupakan faktor risiko terjadinya kekerasan, pembunuhan, dan tindakan kriminal lainnya. Sekitar 20 persen individu dengan sindrom Othello telah melakukan percobaan bunuh diri.
Terdapat perubahan personaliti dan perilaku yang signifikan pada penderita sindrom Othello. Jelaslah bahwa penderita sindrom Othello berpotensi membahayakan diri mereka sendiri.
Penyebab
Sindrom Othello (SO) dipertimbangkan sebagai salah satu manifestasi dari sindrom disregulasi dopamin.
Delusi sebagai gejala utama sindrom Othello terkait erat dengan gangguan fungsi (disfungsi) otak di bagian lobus frontal, terutama lobus frontal kanan.
Riset lain menunjukkan lesi di lobus frontal kiri dan thalamus berkorelasi dengan kejadian sindrom Othello.
Pemeriksaan penunjang melalui studi pencitraan dengan Voxel-based morphometry (VBM), tampak bahwa pelbagai kasus neurodegeneratif dengan sindrom Othello menunjukkan hilangnya materi abu-abu (grey matter) yang signifikan di otak bagian lobus frontal dorsolateral.
Analisis Magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan gambaran T1-weighted volumetric setelah onset sindrom Othello.
Komorbiditas
Sindrom Othello umumnya terkait erat dengan gangguan sistem persarafan, neurodegeneratif (penuaan terkait sistem saraf), serta kejiwaan, berupa gangguan psikotik fungsional.
Laporan klinis berhasil mengungkap asosiasi kondisi morbid ini baik pada psikosis organik maupun fungsional, seperti skizofrenia paranoid atau gangguan mood dengan karakteristik psikosis.
Beberapa penyakit yang merupakan komorbid dari sindrom Othello antara lain skizofrenia, demensia, neurosis, stroke, trauma otak, tumor otak, hidrosefalus normotensif, infark serebrovaskuler, hipertiroidisme, multipel sklerosis, ensefalitis, hidrosefalus tekanan normal, gangguan endokrin, gangguan personaliti dan afektif, dan obat-obatan tertentu.
Beberapa penderita sindrom Othello dijumpai pada pasien dengan penyakit Parkinson. Hingga 25 persen pasien penyakit Parkinson menderita delusi dan halusinasi. Sindrom Othello juga sering dijumpai pada pria alkoholik yang kronis.
Penanganan
Intervensi farmakologis dan terapi perilaku dialektikal merupakan opsi pilihan untuk mengatasi cemburu patologis. Di rumah sakit, keselamatan pasien diutamakan, intervensi kolaboratif dan komprehensif direkomendasikan sebagai tata laksana.
Prinsip prosedur terapeutik secara umum di semua pasien adalah reduksi dosis dopamin agonis. Dokter akan memberikan pramipexole 4,4 mg setiap harinya bila penderita sindrom Othello mulai merasakan delusi.
Pilihan medikamentosa lain yang diberikan hanya dengan resep dokter, antara lain terapi dopaminergik dengan apomorfin, ropinirole, kombinasi Levodopa atau Carbidopa. Tata laksana lainnya sebagai tambahan terhadap apomorfin adalah kombinasi dari Levodopa, Carbidopa, atau Entacapone.
Obat-obatan golongan neuroleptik, pimozide, secara historis direkomendasikan untuk mengatasi sindrom Othello. Pada pasien neuroleptik atipikal, maka dokter boleh merekomendasikan clozapine atau quetiapine, sesuai indikasi.
Antipsikotik digunakan untuk terapi delusi pada gangguan neurodegeneratif dengan beragam tingkat kesuksesan. Medikasi ini tidak berhasil memperbaiki delusi pada demensia vaskuler. Studi review sistematik menunjukkan bahwa olanzapine dan risperidone merupakan antipsikotik atipikal yang paling sering diresepkan dokter.
Tiapride direkomendasikan oleh Mukai (2003) sebagai obat pilihan pada lansia dengan sindrom Othello dan semua tipe gangguan monodelusional pada lansia.
Prognosis sindrom Othello tergantung kepada fenomenologi dan patofisiologi yang mendasari terjadinya penyakit, eksistensi gangguan mental komorbid, dan respons terhadap terapi.
Dengan penanganan paripurna dan komprehensif, maka sindrom Othello segera teratasi, dan penderita dapat segera produktif.
(dr Dito Anurogo MSc, dosen FKIK Unismuh Makassar, dokter rakyat di Kampus Desa Indonesia, dokter literasi digital, penulis produktif, pengurus ASPI, FLP, AWMI, APKKM, IMA, anggota I-4 dan ForMIND).
Baca juga: Mengapa kita wajib luangkan waktu untuk diri sendiri di tengah pandemi
Baca juga: Seberapa efektif terapi kesehatan mental lewat pesan teks?
Baca juga: Duta Unicef: Jaga kesehatan mental selama pandemi COVID-19
Telaah
Cemburu berlebihan, bisa jadi Anda pengidap Sindrom Othello
Oleh dr. Dito Anurogo, M.Sc
7 September 2020 09:06 WIB
Ilustrasi. (Antara)
Copyright © ANTARA 2020
Tags: