Pakar: Polisi agar jalankan penetapan pengadilan kejar otak pembunuhan
4 September 2020 23:23 WIB
Guru Besar UII Prof Mudzakir (tengah) usai memberikan keterangannya sebagai ahli hukum yang dihadirkan terdakwa Yusriansyah Fazrin di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, NTB, Rabu (20/11/2019). (ANTARA/Dhimas BP)
Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakir meminta penyidik Polri untuk segera menangkap Dwi Untung alias Cun Heng sebab Dwi telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pengadilan karena berperan menyuruh pelaku membunuh korban Taslim alias Cikok.
"Kan penetapan tersangka penyuruh pembunuhan ini (Dwi Untung) sudah ada lewat pengadilan negeri dengan nomor 30/Pen.Pid./2003/PN.TPI.TBK tertanggal 10 Maret 2003. Dan itu telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Seharusnya penyidik segera melakukan upaya paksa penangkapan atas perintah pengadilan," kata Mudzakir melalui siaran pers Jakarta, Jumat.
Mudzakir mengatakan kalau penyidik tidak menjalankan penetapan pengadilan tersebut, maka penyidikan serta penuntutan kasus ini dapat dikatakan tidak sempurna.
"Ini bisa dikatakan tak sempurna (kejahatannya). Apalagi yang dipidana hanya operator, bukan penyuruhnya," kata Mudzakir.
Baca juga: Divpropam diminta tindaklanjuti laporan soal penyidik Polres Karimun
Pengajar ilmu hukum pidana ini menyarankan agar penyidik bersikap profesional dalam menangani kasus tersebut sehingga keluarga korban mendapat keadilan.
Keluarga korban pembunuhan yang terjadi di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau pada 14 April 2002 masih belum menemukan keadilan sebab diduga ada satu orang tersangka sampai saat ini belum juga ditahan oleh Kepolisian setempat padahal Pengadilan Negeri Karimun sudah menetapkan Dwi Untung sebagai tersangka kasus pembunuhan Taslim.
Akhirnya pihak keluarga Taslim melaporkan Polres Karimun ke Divisi Propam Mabes Polri pada 4 Agustus 2020 dengan Nomor SPSP2/20165/VIII/2020/Bagyaduan.
Kasus ini berawal dari laporan yang dibuat Robiyanto, putra dari mendiang Taslim alias Cikok yang meninggal dunia setelah dibunuh di Jalan Ahmad Yani, Tanjung Balai Karimun pada 18 tahun silam.
Robiyanto melaporkan penyidik Polres Karimun ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait dugaan ketidakprofesionalan.
Robiyanto menjelaskan bahwa langkah membuat laporan di Propam Polri ini ditempuh karena penyidik Polres Karimun belum menangkap enam dari delapan tersangka kasus pembunuhan ayahnya.
Baca juga: Anak korban pembunuhan laporkan penyidik Polres Karimun ke Propam
"Polres Karimun baru menangkap dan memproses hukum dua tersangka atas nama Jufri dan Lukmanul Hakim. Sedangkan tersangka lain yang saat itu ditetapkan DPO (buron) yakni Donal Siregar, Bambang, Kahar, Dodi, dan Andi belum ditangkap," kata Robiyanto.
Menurut Robiyanto, salah satu dari tersangka yang belum ditangkap hingga saat ini adalah orang yang diduga memerintahkan tersangka lain untuk membunuh ayahnya.
"Satu tersangka, Dwi Untung alias Cun Heng yang berperan sebagai orang yang menyuruh membunuh orang tua kami masih bebas dan belum diproses hukum Polres Karimun sampai saat ini," katanya.
Robiyanto mengatakan seharusnya penyidik menindaklanjuti putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun bahwa enam orang yang diduga terlibat pembunuhan ayahnya itu telah memenuhi cukup bukti untuk dijadikan tersangka.
"Kan penetapan tersangka penyuruh pembunuhan ini (Dwi Untung) sudah ada lewat pengadilan negeri dengan nomor 30/Pen.Pid./2003/PN.TPI.TBK tertanggal 10 Maret 2003. Dan itu telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Seharusnya penyidik segera melakukan upaya paksa penangkapan atas perintah pengadilan," kata Mudzakir melalui siaran pers Jakarta, Jumat.
Mudzakir mengatakan kalau penyidik tidak menjalankan penetapan pengadilan tersebut, maka penyidikan serta penuntutan kasus ini dapat dikatakan tidak sempurna.
"Ini bisa dikatakan tak sempurna (kejahatannya). Apalagi yang dipidana hanya operator, bukan penyuruhnya," kata Mudzakir.
Baca juga: Divpropam diminta tindaklanjuti laporan soal penyidik Polres Karimun
Pengajar ilmu hukum pidana ini menyarankan agar penyidik bersikap profesional dalam menangani kasus tersebut sehingga keluarga korban mendapat keadilan.
Keluarga korban pembunuhan yang terjadi di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau pada 14 April 2002 masih belum menemukan keadilan sebab diduga ada satu orang tersangka sampai saat ini belum juga ditahan oleh Kepolisian setempat padahal Pengadilan Negeri Karimun sudah menetapkan Dwi Untung sebagai tersangka kasus pembunuhan Taslim.
Akhirnya pihak keluarga Taslim melaporkan Polres Karimun ke Divisi Propam Mabes Polri pada 4 Agustus 2020 dengan Nomor SPSP2/20165/VIII/2020/Bagyaduan.
Kasus ini berawal dari laporan yang dibuat Robiyanto, putra dari mendiang Taslim alias Cikok yang meninggal dunia setelah dibunuh di Jalan Ahmad Yani, Tanjung Balai Karimun pada 18 tahun silam.
Robiyanto melaporkan penyidik Polres Karimun ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait dugaan ketidakprofesionalan.
Robiyanto menjelaskan bahwa langkah membuat laporan di Propam Polri ini ditempuh karena penyidik Polres Karimun belum menangkap enam dari delapan tersangka kasus pembunuhan ayahnya.
Baca juga: Anak korban pembunuhan laporkan penyidik Polres Karimun ke Propam
"Polres Karimun baru menangkap dan memproses hukum dua tersangka atas nama Jufri dan Lukmanul Hakim. Sedangkan tersangka lain yang saat itu ditetapkan DPO (buron) yakni Donal Siregar, Bambang, Kahar, Dodi, dan Andi belum ditangkap," kata Robiyanto.
Menurut Robiyanto, salah satu dari tersangka yang belum ditangkap hingga saat ini adalah orang yang diduga memerintahkan tersangka lain untuk membunuh ayahnya.
"Satu tersangka, Dwi Untung alias Cun Heng yang berperan sebagai orang yang menyuruh membunuh orang tua kami masih bebas dan belum diproses hukum Polres Karimun sampai saat ini," katanya.
Robiyanto mengatakan seharusnya penyidik menindaklanjuti putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun bahwa enam orang yang diduga terlibat pembunuhan ayahnya itu telah memenuhi cukup bukti untuk dijadikan tersangka.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: