Jakarta (ANTARA) - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memerintahkan Deputi Penindakan KPK untuk menerbitkan surat perintah supervisl penanganan kasus oleh Kejaksaan Agung dan Kepolisian terkait tersangka Djoko Soegiarto Tjandra (DST) dan kawan-kawan.

"KPK akan mengundang kedua APH (aparat penegak hukum) tersebut untuk melakukan gelar perkara dalam waktu dekat," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat.

KPK, lanjut Alex, akan melihat perkembangan penanganan perkara tersebut untuk kemudian mengambil sikap pengambilalihan apabila memenuhi syarat-syarat alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Baca juga: KPK buka kemungkinan lakukan supervisi terkait kasus Djoko Tjandra

Selain itu, ia juga menjelaskan tidak ada pernyataan bertentangan yang disampaikan oleh para pimpinan KPK terkait supervisl atau pengambilalihan kasus dengan tersangka Djoko Tjandra dan kawan-kawan tersebut.

"Pada pokoknya, pernyataan yang disampaikan mengacu pada Pasal 11 UU KPK bahwa KPK berwenang menangani perkara terkait penegak hukum. Sedangkan, terkait pengambilalihan mengacu kepada Pasal 10A UU KPK," ujar Alex.

Ia juga mengatakan bahwa pelaksanaan Pasal 10A ayat (1) dan (2) tidak perlu menunggu penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) lebih lanjut.

Baca juga: KPK dan Polri koordinasi usut aliran dana pelarian Djoko Tjandra

"KPK mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengawasi penanganan perkara tersebut. Kita perlu melihat perkara ini secara serius karena diduga melibatkan aparat penegak hukum," ujar Alex.

Dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019 disebut bahwa KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian atau Kejaksaan.

Pengambilalihan penyidikan dan/atau penuntutan dapat dilakukan oleh KPK dengan alasan laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti, proses penanganan tindak pidana korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungiawabkan, penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya.

Baca juga: KPK: Belum ada permohonan koordinasi-supervisi kasus Jaksa Pinangki

Selanjutnya, penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur tindak pidana korupsi, hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif, dan keadaan lain yang menurut pertimbangan Kepolisian atau Kejaksaan penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.