Pandeglang (ANTARA News) - Mantan anggota Komisi C DPRD Pandeglang dari Fraksi Amanat Kebangkitan Demokrasi, M Kosasih, mengatakan, dirinya menerima uang sebesar Rp26,5 juta, untuk memuluskan pinjaman Pemkab Pandeglang ke Bank Jabar Banten Cabang Pandeglang Rp200 miliar.

Hal tersebut diungkapkan Kosasih saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap Rp1,5 miliar, di Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang atas nama terdakwa mantan Bupati Pandeglang Ahmad Dimyati Natakusumah, yang dipimpin hakim Safri, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) diketuai Eri Harahap, sementara terdakwa didampingi 11 penasehat hukumnya.

"Saya terima uang dari pak Ade (Ade Permana Suta) sebagai ketua fraksi kamisebesar Rp26,5 juta. Uang itu adalah untuk memuluskan pinjaman Pemkab Pandeglang ke Bank Jabar" kata Kosasih.

Ade PS memberikan uang tersebut, lanjut Kosasih, di Hotel Imperial Tangerang, tepatnya 4 Desember 2006,

Kosasih mengaku, saat dirinya menerima uang tersebut, Ade mengatakan bahwa uang tersebut titipan dari Wadudi Hasan, yakni mantan Wakil Ketua DPRD Pandeglang.

Selain itu, elas Kosasih, di Hotel Imperial itu juga Wadudi Nurhasan berbisik kepadanya bahwa janji Dimyati yang saat itu menjabat sebagai Bupati Pandeglang mengenai jatah haji bagi anggota dewan akan direalisasikan.

"Ia (Wadudi) saat berbisik, posisinya ada di bangku depan saya pak hakim," katanya.

Selain mendengarkan kesaksian kosasih, sidang yang dipenuhi oleh pendukung Dimyati juga mendengarkan dua saksi lainnya, yakni mantan Ketua dan wakil DPRD Pandeglang HM Acang dan Wadudi Nurhasan.

Mantan Ketua DPRD Pandeglang HM Acang dalam kesaksianya mengatakan, persetujuan pinjaman daerah sudah diparipurnakan sebelumnya, yaitu pada pembahasan Rancangan APBD 2006 pada 29 Desember 2005 lalu, yang kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya Perda Nomor 1/2006 tentang APBD 2009.

"Rekomendasi persetujuan DPRD tentang pinjaman daerah itu, mengacu pada sidang paripurna tertanggal 29 Desember 2005," kata HM Acang.

Acang juga membantah jika dalam notulensi hasil rapat tanggal 23 November 2006, tercantum point 5 yang menyatakan, konvensasi untuk anggota DPRD akan direalisasikan setelah MoU Pinjaman daerah,

"Karena kalau saya tahu sebelumnya, maka saya tidak akan menandatangani hasil notulensi itu," imbuhnya.

HM Acang yang saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Banten juga menyatakan, bahwa tidak pernah mendengar ongkos jatah naik haji dari Dimyati.

Yang menjadi perdebatan saat itu, lanjut Acang ,adalah uang Tunjangan Komuniksi (TKI) sesuai dengan PP 37 tentang protokoler dan tunjangan komunikasi DPRD.

Sementara itu, Mantan Wakil Ketua DPRD Pandeglang Wadudi Nurhasan, mengaku telah membagi - bagikan uang Rp1,2 miliar kepada 44 anggota DPRD Pandeglang.

Wadudi mengaku, pada 4 Desember 2006, dirinya telah menerima uang dari mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Pandeglang Rp1 miliar di Hotel Imperial, Tangerang, usai menggelar rapat pembahasan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (RKUA) dan Rancangan Prioritas Plapon Anggaran Sementara (RPPAS).

Uang tersebut, kemudian dibagikan kepada 35 Anggota DPRD Pandeglang dengan besaran antara Rp20 - Rp30 juta untuk anggota dan Rp60 juta untuk unsur ketua.

Bahkan Wadudi juga mengaku, kembali menerima uang Rp200 juta dari Abdul Munaf. Uang tersebut, kemudian kembali dibagikan kepada anggota DPRD Pandeglang yang belum menerimanya.

"Bahkan ada satu anggota DPRD yang telah meninggal juga diberikan uang santunan Rp8 juta, namun sebesar Rp5 juta di ambil oleh Fraksi Golkar," papar Wadudi.

Wadudi juga mengaku, uang Rp1,2 miliar tersebut adalah uang untuk pemberangkatan naik haji bagi para anggota DPRD Pandeglang. Namun dia tidak mengetahui, apakah uang tersebut adalah uang pemberian dari Dimyati atau bukan.

"Saya tidak tahu uang itu dari mana, dan saya juga tidak menanyakan kepada Abdul Munaf," paparnya.

Sidang yang dijaga ratusan Polisi tersebut sempat mengalami kericuhan antar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eri Ariansyah dengan Kuasa Hukum Dimyati Natakusumah, TB Sukatma. Selama persidangan itu, keduanya sering interupsi keberatan saat pertanyaan terhadap saksi dianggap menyimpang.(*)